1. BANYUWANGI
  2. GAYA HIDUP

Asmat sang penjaga makam sepanjang 7 meter di Alas Purwo Banyuwangi

Asmat sudah delapan tahun mengabdikan diri menjaga makam yang dikenal dengan nama Kuburan Mbah Dowo.

Penunjuk arah menuju Makam Mbah Dowo. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Jum'at, 02 September 2016 10:59

Merdeka.com, Banyuwangi - Tidak seperti makam pada umumnya, terletak di tengah belantara hutan jati kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Desa Kalipait, Kecamatan Tegaldlimo, terdapat sebuah makam sepanjang tujuh meter.

Rata-rata panjang kuburan di kompleks pemakaman umum tentu menyesuaikan dengan postur tinggi badan orang yang dimakamkan. Tapi kuburan sepanjang tujuh meter ini menimbulkan tanda tanya, apa yang ada di dalamnya?

Makam Mbah Dowo
© 2016 merdeka.com/Mohammad Ulil Albab

Asmat (55) sudah delapan tahun mengabdikan diri menjaga makam yang dikenal dengan nama Kuburan Mbah Dowo (Kuburan Mbah Panjang). Dia menjelaskan, tidak ada bukti tertulis atau sumber sejarah pasti tentang apa yang ada di dalam kuburan tersebut. Namun Asmat meyakini, di dalamnya merupakan benda pusaka peninggalan leluhur.

"Jadi ini belum ada yang tahu sejarah mulanya kapan. Ada yang menyebut ini petilasan (peninggalan pusaka), jadi bukan kuburan seperti umumnya. Petilasan leluhur zaman dahulu," ujar Asmat kepada Merdeka Banyuwangi saat ditemui di rumahnya, Rabu (31/8).
 
Rumah Asmat terletak di samping kuburan Mbah Dowo. Selama delapan tahun menjaga, dia hidup seorang diri dengan rumah yang terbuat dari anyaman bambu. Menurut cerita yang tersebar dari warga sekitar secara turun temurun, kuburan Mbah Dowo sudah ada sebelum pembukaan area Perhutani atau hutan produksi yang pernah dikuasai Kolonial Belanda.
 

Asmat saat duduk di halaman rumahnya yang tak jauh dari Makam Mbah Dowo
© 2016 merdeka.com/Mohammad Ulil Albab

Asmat sendiri merupakan penjaga kuburan Mbah Dowo ke-9. "Sebelum ada Perhutani sudah ada ini. Saya orang kesembilan yang jaga. Sebelum saya itu Pak Usman," ujarnya.
 
Bila ingin mengetahui informasi tentang makam lebih lengkap, kata Asmat dibutuhkan meditasi. Tujuannya agar bisa berkomunikasi dengan leluhur kuburan Mbah Dowo. Informasi spiritual yang berkembang di masyarakat, nama Mbah Dowo sebenarnya merupakan Eyang Suryo Bujo Negoro. "Macam-macam ceritanya, kalau dari saya itu isinya bukan pusaka, tapi manusia," ujar salah satu warga sekitar area Makam Mbah Dowo, Sardi (73).

Sementara itu, Asmat sendiri tetap meyakini bahwa di dalamnya merupakan petilasan benda pusaka berupa tombak. "Di situ ada peninggalan seperti pusaka, payung tungul nogo dan pusaka kyai tombak korowelan," kata pria kelahiran Kecamatan Genteng ini.

Untuk menuju lokasi makam Mbah Dowo, pengunjung cukup mencari Kantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo Wilayah I (Kantor PA). Kemudian tepat di samping Kantor PA ada jalan masuk dengan kondisi terjal menuju makam Mbah Dowo. Jarak yang ditempuh kurang lebih 2 kilometer dengan menyusuri hutan pohon jati.

Di lokasi makam Mbah Dowo sudah dilengkapi toilet, musola, pendopo untuk tempat duduk bersama, serta sebuah rumah milik Asmat. Alasan utama Asmat mau mengabdikan diri menjaga dan merawat peninggalan sejarah ini, yakni ingin menguji kesabaran.

"Prinsipku di sini hanya menguji kesabaran. Meski banyak tantangan dan cobaan sampai delapan tahun. Yang jaga sebelum saya, banyak gak kuat kemungkinan ada tingkah yang tidak bagus," ujarnya.

Saat ditanya apa tantangannya, Asmat bercerita meski hanya seorang penjaga makam Mbah Dowo, ternyata banyak yang iri ingin mengambil alih. Namun tujuannya lebih ke arah spiritual. "Pernah mau dikeroyok orang, diusir orang, mau direbut tempatnya di sini. Ingin jadi dukun-dukun di sini. Alhamdulillah bisa bertahan di sini sampai 8 tahun," tuturnya.

Makam Mbah Dowo, akan sangat ramai dikunjungi orang dari berbagai daerah. Terutama pada hari-hari sakral seperti Jumat Legi dan malam Satu Suro, (Penanggalan Jawa). Keramaian pengunjung digambarkan Asmat yaitu pendopo berukuran 5 kali 5 meter, ditambah musola dan rumahnya sendiri sampai dipenuhi orang berziarah.

Makam Mbah Dowo saat dikunjungi peziarah
© 2016 merdeka.com/Mohammad Ulil Albab

Tujuan peziarah pun macam-macam, sebagian besar berdoa agar diberi keselamatan, kesehatan dan rezeki yang lancar. "Tapi doanya harus ditujukan ke Tuhan. ini hanya sebagai lantaran melalui leluhur kita, minta barokahnya," jelasnya.

Sebelum menjaga makam Mbah Dowo, Asmat merupakan pengusaha yang memproduksi berbagai jenis pakaian perempuan di Jakarta. "Sebelumnya jadi penjahit di Jakarta, sekitar tahun tahun 1985. Jahit segala jenis pakaian perempuan sampai sukses. Kemudian mondok, ngaji di lampung untuk memperdalam ilmu agama sampai di sini, melatih kesabaran," kata Asmat.

Saat ditanya, apa hiburannya ketika seringkali sendiri selama menjaga makam. Dia hanya menjawab singkat. "Hiburannya suara burung, angin, hutan dan kesunyian alam," ujar dia.

(FF/MUA)
  1. Info Banyuwangi
  2. Seni dan Budaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA