1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Melihat masjid Muhammad Cheng Hoo bergaya arsitektur klenteng

Desain pagar dan gapura pintu masuk masjid, sekilas menyerupai klenteng.

©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Jum'at, 30 Desember 2016 17:36

Merdeka.com, Banyuwangi - Kabupaten Banyuwangi memiliki Masjid dengan arsitektur menyerupai kelenteng. Arsitektur percampuran budaya ini berada di Kelurahan Sumberejo, Banyuwangi.

Masjid sekaligus pondok pesantren Muhammad Cheng Hoo ini memiliki atap lima tingkat dengan ujung semakin mengecil, khas arsitektur pagoda. Begitu juga dengan desain pagar dan gapura pintu masuk masjid, sekilas menyerupai klenteng.

Sementara bentuk asimilasi yang tampak, terlihat dari paduan warna bangunan, mulai dari merah khas bangunan Klenteng, kuning dan hijau. Saat masuk ke dalam, ada jidor dan kentongan besar yang akan ditabuh setiap akan tiba waktu salat. Ahmad Wahyudi (49), salah satu pendiri masjid sekaligus pondok pesantren Muhammad Cheng Hoo, bukanlah keturunan etnis Tionghoa.

Dia bercerita, ide mendirikan masjid dengan arsitektur Klenteng ingin menunjukan bentuk kesadaran sejarah yang belum ada di bangku sekolah formal. Bahwa di era Dinasti Ming di China pada Abad 13, terdapat seorang Panglima Laksamana Cheng Hoo yang beragama Islam. Dalam perjalanannya, Laksamana Cheng Hoo diberi tugas untuk menyebarkan perdamaian.

"Ceng Hoo sebagai panglima dari Negara China yang ditugasi untuk menyebar perdamaian ke berbagai daerah dan negara. Salah satu yang dikunjungi itu Indonesia. Dia sudah 7 kali ke Indonesia, sekaligus menyebarkan Agama Islam," ujar Wahyudi kepada Merdeka Banyuwangi, Jumat (30/12).

Saat ditemui, Wahyudi sedang bersiap memberi materi belajar kepada para santri (murid) mengaji. Puluhan Anak-anak berkumpul di dalam Masjid Cheng Hoo. Dia menjelaskan, sistem belajar di pondoknya menggunakan metode yang lebih modern. Memperbanyak dialog dengan santri dengan sistem pemahaman, bukan hafalan.

"Konsentrasi di Kitab Kuning. Kebetulan menggunakan metode cepat. Bagaimana bisa segera bisa, selama 6 bulan. Yang biasanya harus ditempuh bertahun-tahun di pesantren lain," jelas mantan Ketua DPRD Banyuwangi tahun 2006 ini.

Dia menambahkan semua orang bisa belajar di Pondok Pesantren Muhammad Cheng Hoo, mulai dari Anak-anak sampai orangtua. Sistem libur belajarnya juga seperti sekolah formal umumnya.

"Sekarang ini sedang libur. Makanya yang ikut mengaji sekarang sedikit. Di sini total santrinya ada 220 anak," jelasnya.

Selain pendidikan agama, Wahyudi juga menerapkan pelajaran bahasa Arab dan Mandarin. "Kebetulan ada satu santri yang berasal dari Taiwan. Dia yang ngajari Bahasa Mandarin" ujarnya.

Masjid yang baru resmi didirikan pada 26 November 2016 ini, kata Wahyudi merupakan hasil dari dukungan berbagai elemen masyarakat. Mulai dari warga setempat, Perhimpunan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), dan dari beberapa lintas agama.

"Di luar dugaan Yayasan Ceng Hoo merapat dengan sendiri untuk membantu. Awalnya cuma pengen nama Cengho, biar beda gitu saja. Donaturnya ini juga ada dari teman-teman Kristen satu orang, dan  Konghucu dua orang," jelasnya.

Bangunan Masjid Muhammad Cheng Hoo memiliki luas 28 kali 26 meter. Sedangkan area pondok pesantrennya, seluas 2 hektar. Menariknya, di Banyuwangi ini merupakan Masjid Cheng Hoo terbesar dan sekaligus menjadi pondok pesantren.

"Dari 10 Masjid Cheng Hoo di Indonesia ya ini yang paling besar dan ada pondoknya. Kalau lainnya masih berupa masjid," imbuhnya.

Saat peresmian, Konjen Tiongkok untuk Indonesia di Surabaya, Gu Jingqi juga hadir. Termasuk Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto.

Menanggapi nilai-nilai keberagaman, Wahyudi mengatakan, setiap manusia sudah dilahirkan berbeda-beda. "Kita lahir sudah berbeda. Perbedaan  ada di hadapan umum kita, bagaimana mengenalkan kasih sayang. Agama lain makhluk tuhan juga," ujarnya.

Masjid dan Ponpes Muhammad Cheng Hoo merupakan salah satu potret keberagaman yang selalu di jaga di Banyuwangi. Saling menghargai dan mendukung, munculnya masjid unik ini, tidak lepas dari dukungan berbagai elemen etnis dan agama.

(MH/MUA)
  1. Sejarah
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA