1. BANYUWANGI
  2. PROFIL

Suka duka Salim, petugas penyedot tinja di Banyuwangi

Dalam sehari, TPA Keramat Pakem rata-rata menampung dua sampai tiga tangki.

Pak Salim. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Jum'at, 22 Juli 2016 13:56

Merdeka.com, Banyuwangi - Sudah tiga tahun, Salim (53) bergelut dengan profesi penyedot tinja manusia di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Keramat Pakem, Kelurahan Karangrejo, Banyuwangi. Dia sekaligus mengolahnya hingga menjadi pupuk.

Meski sudah terbiasa, sesekali Salim harus menahan rasa jijik bila harus menghadapi hal menjengkelkan. Misalkan ada pembalut yang menyumbat saluran penyedot tinja. Dia harus turun untuk mengorek saluran tersumbat.

Dalam sehari, TPA Keramat Pakem rata-rata menampung dua sampai tiga tangki. Dengan dua mobil penyedot tinja yang ada, tiap tangki berisi 5000 liter.

Tinja yang sudah ditampung di TPA Keramat Pakem akan diproses menjadi pupuk kompos. Prosesnya, Salim harus menampung tinja-tinja di sebuah wadah penampungan berkapasitas 50 tangki mobil penyedot tinja. Baru kemudian ditampung kembali di kolam pengeringan.

"Kadang 1 bulan 2 bulan penuh penampungannya. Terus ditampung di kolam pengeringan. Kalau cuacanya panas, satu bulan sudah kering. Jadi pupuk. Kadang Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) yang ngambil untuk pupuk-pupuk bunga atau taman itu," kata Salim kepada Merdeka Banyuwangi, beberapa hari lalu.

Urusan bau, Salim sepertinya sudah terbiasa. Namun dia menjelaskan bau tinja di tempat penampungan sudah tidak terlalu menyengat. Sebab dari tangki penyedot tinja, sudah ada obat penetralisir untuk mengurangi bau. "Jadi mau ngambil nyedot itu diobat dulu tangkinya. Kalau bau warga sekitar ya protes," ujarnya.

Urusan bau, Salim seringkali jengkel bila harus menyedot tinja di rumah-rumah makan daging. "Kalau menyedot di tempat-tempat seperti depot-depot itu jarang mau. Lima hari enggak hilang baunya meskipun dikasih obat. Lemak daging-daging itu mungkin," ujarnya.

Selain di wilayah Kota Banyuwangi, Salim biasanya juga menyedot tinja di wilayah selatan seperti Kecamatan Muncar, Tegaldlimo dan Pesanggaran. Tiap menyedot tinja, tarif yang dikenakan sebesar Rp 300 ribu.

Kebiasaan membuang pembalut di septic tank membuat Salim harus rela membersihkan tidak hanya saat tersumbat. Melainkan juga saat di lokasi penampungan.

"Kadang buntu, toiletnya pernah kemasukan pembalut. Terus setelah dikeluarkan di penampungan, banyak pembalut mengambang. Ya saya yang ngambili setiap hari," ujarnya.

Bila tidak permintaan menyedot tinja, Salim mulai pagi akan mengatur para armada pengangkut sampah di lokasi pembuangan. Serta mengatur para pemulung atau mitra TPA yang berjumlah 15 orang.

Sebagian besar, para pemulung membuat tenda-tenda untuk istirahat di samping tumpukan sampah. Urusan mengatur sampah, Salim sudah mengabdikan diri sejak tahun 1991.

"Saya nyukupi orang-orang nyari sampah juga. Tiap hari. Pagi sore, mulai pagi sampai jam 5, jam 6 sore kadang belum istirahat. Kalau dulu saya penyapon pinggir jalan, sekaligus kerja di sini. Tapi saya sudah diangkat (PNS) mulai 2002. Sekarang golongan 1 B. Kecil," ujarnya.

(MT/MUA)
  1. profil
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA