1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

'Menohok' netizen, tulisan siswi SMA Banyuwangi jadi viral di Medsos

Sampai sekarang, tulisan tersebut masih jadi pembicaraan hangat, buktinya sudah dishare 11.480 kali.

Afi Nihaya Faradisa. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Taufik | Sabtu, 10 Desember 2016 14:16

Merdeka.com, Banyuwangi - Banyak netizen memuji, ada pula yang tersindir dengan tulisan menohok siswi SMA Negeri Gambiran, Banyuwangi, yang diposting di dinding Facebooknya ini. Tulisan siswi bernama Afi Nihaya Faradisa itu berisi renungan yang diposting dua hari lalu. Sampai sekarang, tulisan tersebut masih jadi pembicaraan hangat, buktinya sudah dishare 11.480 kali.

Komentar netizen pun beragam. Akun Facebook Harry Kristianto berkomentar seperti ini: "Luar biasa tulisanmu dik. Orang yang lebih tua harusnya malu membaca buah pikiran "anak kecil" sepertimu yang justru mampu lebih dewasa dan bijak dalam melihat perbedaan. Semoga kelak engkau menjadi pemimpin besar dari bangsa majemuk yang kita cinta ini".

Aku Facebook Jessica Anastasia menulis komentar: "Salut masih ada siswa sma yang bisa berfikir hebat seperti ini. Semoga tulisan mu bermanfaat bagi banyak orang ya! :)"

Pinkan Dellina, pemilik akun Facebook lainnya, mengomentari: "Wow kamu bener" mempunyai pemikiran yang bagus sekali ,aku juga terkadang berdikir seperti itu ,tuhan yang menciptakan perbedaan tapi kenapa perbedaan ini menjadi masalah but you are really de best sis :) two thumbs for you;)"

Namun demikian, ada juga yang meragukan tulisan tersebut ditulis sendiri oleh Afi. Misalnya pemilik akun Facebook Supra Yitnof yang berkomentar seperti ini: "Hebat dan karena saking hebatnya ide tulisan itu, aku bahkan "meragukan" itu ditulis 100% oleh Afi Nihaya .........semoga keraguanku tidak terbukti, dan bagaimanapun ide tulisan itu saya katakan hebat.....entah darimana pun asalnya terlebih dari seorang siswi yang masih duduk di tingkat SMA...good luck". 

Seperti apa tulisan Afi ini sampai menggegerkan netizen? Berikut ini tulisannya yang diambil dari dinding Facebooknya:

Aku pernah mematikan total hapeku selama 10 hari. Selama itu, aku tidak berhubungan dengan dunia luar sama sekali. Hanya dari situ kau bisa mengamati apa yang gadget dan koneksi internet telah renggut selama ini.
Katakanlah aku terjebak dalam sudut pandang yang menggelikan. Katakanlah aku salah menyikapi kemajuan, tapi hal-hal ini yang telah kupelajari dalam 10 hari. Sudahkah kau mencoba sendiri sebelum menjustifikasi?

Melalui layar 4 inchi ini, aku memang melihat dunia tanpa batas yurisdiksi.
Namun, kata orang bijak, "You are what you eat". Belakangan aku tahu bahwa hal itu tidak hanya berlaku untuk makanan perut, tapi juga "makanan pikiran". Apa yang telah kita masukkan dalam pikiran, jiwa, dan hati kita selama ini menentukan seperti apa diri kita. Lalu pernahkah bertanya, yang aku telan selama ini lebih banyak racun atau gizinya? Pantas kalau diri kita masih gini-gini saja. Ternyata ini sebabnya.

Perhatikan, kondisi "sumber makanan pikiran" kita semakin tercemari.
Aku lelah menjelaskan pada satu persatu orang tentang negatifnya menyebarkan hoax dan kebohongan.
Kita juga tidak pernah kehabisan alasan untuk saling membenci. Apa-apa dijadikan 'amunisi'.
Sama-sama manusia, kalau beda negara rusuh. Sama-sama Indonesia, kalau beda agama rusuh. Sama agamanya, beda pandangan juga rusuh. Terus gimana nih maunya?
Padahal, kalau bukan Tuhan, lalu siapa lagi yang menciptakan SEMUA perbedaan ini? Kalau Dia mau, Dia bisa saja menjadikan semua manusia 'serupa' dalam segala hal. Lalu, kenapa kita lancang menentang Tuhan dengan meludahi perbedaan?
Aku sendiri tidak pernah mengunfriend yang beda pandangan, aku dan kamu bisa bersahabat walaupun kita tidak sepakat. Pernah lihat orang yang penuh permusuhan hidupnya tenang? Bagaimana kita berharap ada bunga yang tumbuh di atas kawah berapi? Yang dirahmati Tuhan adalah hubungan, bukan permusuhan.
Unity in diversity.

Yang aku heran, apa-apa dijadikan perdebatan. Seperti ritual medsos tahunan, mulai dari ucapan natal, perayaan valentine, bahkan juga jumlah peserta unjuk rasa!
Diri ini merasa lebih baik karena pihak lain terlihat lebih buruk. Kita merasa senang atas ketidakbaikan orang. Tuhan mana yang mendukung karakter seperti itu?
Padahal, this too shall pass. Semua hal pasti akan berlalu sendiri silih berganti. 10 tahun lagi, apakah yang kita pertengkarkan ini lebih berharga daripada hubungan baik kita?

Padahal, kata "musuh" hanyalah ilusi, sebuah sekat yang kita buat sendiri. Tuhan tidak mengatakan bahwa Ia hanya dekat dengan pembuluh nadi orang beragama X dan bersuku Y, Tuhan dekat dengan pembuluh nadi semua orang. Sudah lupa, ya?

Yang aneh adalah, jika tidak pro pokoknya salah! Kontra salah, netral pun juga disalahkan. Tidak ada hal lain yang ditunjukkan kecuali sifat kekanak-kanakan. Boikot terhadap produk perusahaan raksasa tidak akan berpengaruh sedikitpun pada owner-owner atas yang sudah kaya raya, yang kalian bahayakan adalah penjual-penjual kecil yang masih bingung cari makan tiap harinya, yang mereka bahkan tidak tahu apa-apa tentang kebijakan perusahaan.

Ada sebuah peribahasa Cina yang layak untuk kita renungkan. "Menyimpan dendam seperti meminum racun tapi berharap orang lain yang mati."
Buddha pun berkata, "Anda tidak dihukum KARENA kemarahan Anda, Anda dihukum OLEH kemarahan Anda."

Jika tetap tidak bisa mengendalikan kemarahan? DIAM!
Setidaknya kemarahan kita tidak akan menjadi sebab kemarahan orang lain.
“Barangsiapa yang diam, dia selamat.” (HR. Tirmidzi no. 2501)

Dan aku tahu,
Memang ada saatnya memproteksi diri. Ada saatnya mempertahankan kenyamanan pribadi.
Tapi bagiku, ada juga saatnya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Karena itu, aku tidak akan pergi dari sini :)
- Afi N.F

PS: Bebas untuk dishare, tidak perlu meminta izin.

 Hingga berita ini diturunkan belum ada konfirmasi dari Afi Nihaya Faradisa.

(MT/MT)
  1. Peristiwa
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA