"Saya waktu zaman Nippon sudah ada. Pindah ke sini bersama keluarga saat masih kecil, naik dokar sehari semalam dari Blitar ke Banyuwangi".
Merdeka.com, Banyuwangi - Sejak setahun terakhir, Supami sudah tidak lagi memikirkan menu apa yang harus dimasak setiap hari. Dia setiap pagi sudah mendapat kiriman dari program Rantang Kasih dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berupa menu makanan lengkap dengan rantang. Program tersebut diberikan kepada warga kurang mampu dan hidup sebatang kara.
Supami sudah hidup sebatang kara, lebih dari 40-an tahun yang lalu, sejak tahun 1970-an, tanpa keluarga, suami dan anak. Kali ini, diusianya yang sudah tidak produktif dia bersyukur bisa mendapatkan kiriman nasi setiap hari.
"Bersyukur saya dikirimi makanan setiap hari, setiap pagi, jadi sudah tidak pernah masak lagi. Ini sudah cukup, kadang sampai malam enggak habis," kata Supami, saat ditemui di rumahnya, di Desa Wringinputih, Kecamatan Muncar, Senin (8/10).
Setiap hari, kata Supami, dia diberi makanan lengkap karbohidrat, protein, vitamin dengan lauk-pauk yang berbeda. "Tadi lauknya tempe, tahu dan ikan laut. Setiap hari beda-beda, kadang bakso, ayam, soto," kata dia.
Perempuan Lanjut Usia (Lansia) yang akrab disapa Mbah Mi ini, tidak mengingat kapan tanggal dan tahun kelahirannya. Dia hanya mengingat, saat Jepang masuk menguasai kawasan Blitar, kota kelahirannya, dia masih Anak-anak. Dia baru pindah ke Banyuwangi dengan transportasi dokar kuda di memasuki era Presiden Soekarno.
"Saya waktu zamannya Nippon sudah ada, masih kecil. Pindah ke sini bersama keluarga saat masih kecil, naik dokar sehari semalam dari Blitar ke Banyuwangi. Jalanan masih sepi, belum diaspal saat eranya Pak Karno," ujar Mbah Mi.
Seingatnya, dia lahir di Desa Kedungbanteng, Kecamatan Bakung, Kabupaten Blitar. Sejak pindah ke Banyuwangi, Mbah Mi tidak pernah lagi kembali ke Blitar. Dia hanya hidup sebatang kara, setelah orang tua, hingga saudara-saudara kandungnya meninggal.
"Saya paling kecil, bungsu, dari empat bersaudara. Mbakyuku, Kakang-ku wes meninggal, tinggal saya. Yang satunya nggak tahu masih hidup atau tidak. Zaman Gestapu saya sudah ikut orang," terangnya.
Mbah Mi mulai hidup sebatang kara sejak suami pertamanya meninggal dan belum dikaruniai anak. Dia kembali menikah untuk yang kedua kalinya, namun hanya mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan juga tidak dikaruniai anak.
"Sumiran (suami keduanya) itu kejam dulu, akhirnya dia migrasi ke Sumatra dan meninggal di sana, enakan hidup sendiri," ujarnya. Sejak saat itu, Mbah Mi lebih bahagia hidup sebatang kara.
Selama hidup sendiri, Mbah Mi bekerja membuat sapu lidi kelapa dan menggado ayam dengan sistem bagi hasil dari tetangga. Sementara untuk kebutuhan listrik, membangun rumah dari anyaman bambu hingga direnovasi dengan tembok merupakan hasil gotong royong masyarakat Desa Wringinputih. Rumahnya dibangun di tengah area kebun dengan status tanah milik warga desa.
"Sudah lima tahunan ini nggak bikin sapu lagi, sudah tua. Cuma nggado ayam ini saja yang masih," ujarnya.
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas menyampaikan, program Rantang Kasih merupakan salah satu bentuk perhatian Pemkab Banyuwangi kepada Lansia kurang mampu, terutama yang hidup sebatang kara. Program Rantang Kasih, telah menyisir lebih dari 2000 warga Lansia di Banyuwangi melalui pemerintah desa dan kecamatan masing-masing sejak 2017. Program Rantang Kasih merupakan hasil kolaborasi bersumber dana APBD dengan pihak swasta yang ingin membantu. Rantang Kasih, kata Anas, merupakan salah satu program penanganan kemiskinan di Banyuwangi.
"Kita sudah punya banyak program penanganan kemiskinan, ada Rantang Kasih untuk distribusi makanan gratis, jemput bola warga sakit, beasiswa yatim, penyelamatan anak putus sekolah, dan sebagainya. Tapi program itu membutuhkan kaki dan tangan, yaitu keikhlasan bekerja Bapak, Ibu semua,” kata Anas usai melantik pejabat baru di Banyuwangi, Jumat (5/10).
Sebelumnya, Anas mendapat laporan tentang warga lanjut usia di Kecamatan Gambiran yang tinggal di tempat tak layak huni.
"Kemarin ada laporan soal warga miskin lanjut usia, dan terlambat diatasi. Ini seharusnya tidak boleh terjadi dengan alasan apapun. Seperti bedah rumah, kalau bukan di tanahnya sendiri, tetap ada mekanisme dari desa, Badan Zakat dan gotong royong bisa bantu," katanya.