1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

DLH Banyuwangi imbau warga tak gunakan air sungai Bati

Masyarakat tidak melakukan mandi, cuci dan buang air besar di sungai, melainkan di kamar mandi masing-masing.

Warga Desa Cantuk mencuci piring di sungai Bati. ©2018 Merdeka.com Editor : Endang Saputra | Jum'at, 13 April 2018 18:29

Merdeka.com, Banyuwangi - Selama 7 bulan Sungai Bati di Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur berwarna cokelat pekat. Diduga penyebabnya adalah material longsoran Bukit Pendil di wilayah Gunung Raung yang masuk ke sungai menyebabkan air berwarna cokelat pekat hingga di Kecamatan Blimbingsari yang masuk muara Selat Bali.

Air sungai masuk ke sawah para petani melalui saluran irigasi. Sebagian masyarakat juga masih memanfaatkan sungai sebagai tempat membersihkan alat dapur, mencuci baju, mandi dan buang air.

Sungai Bati semakin dangkal, sebelumnya kedalaman air sepinggang, kini hanya setinggi mata kaki. Saat dianggkat, akan terlihat pasir di dasar sungai bercampur butiran hitam dan merah.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyuwangi Husnul Chotimah mengatakan kualitas air sungai hingga saat ini belum diketahui. Dia mengatakan perlu dilakukan kajian khusus dan mendatangkan tenaga peneliti ahli untuk mengetahui kualitas air.

Dia mengimbau masyarakat tidak melakukan mandi, cuci dan buang air besar di sungai, melainkan di kamar mandi masing-masing. Tambah lagi Sungai Bati merupakan pemenang lomba Kali Bersih 2017 di mana masyarakat dituntut turut menjaga kebersihan.

"Kami imbau masyarakat tidak menggunakan air sungai untuk mandi, mencuci, dan buang air. Saat kondisi sungai seperti ini atau kondisi normal, sungai tetap bukan tempat mandi, mencuci dan buang air besar," kata Husnul di Banyuwangi, Jumat (13/4).

Sebagian sawah di Dusun Cantuk Lor, Desa Cantuk, Kecamatan Singojuruh yang juga teraliri air Sungai Bati dikabarkan mengalami penurunan produksi. Seperempat hektare sawah yang biasa memproduksi 10 sak gabah jadi hanya menghasilkan 3 sak per panen.

Kepala Bidang Tanaman Padi Dinas Pertanian (Disperta) Banyuwangi Ilham Djuanda mengatakan belum ada laporan mengenal penurunan produktivitas padi. Menurutnya dampak air sungai yang bercampur material longsoran harus diperiksa tim ahli.

"Itu nggak bisa langsung dihubungkan, harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dampak air pada tanaman padi," kata Ilham.

Sementara itu Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyuwangi, Eka Muharram Suryadi mengatakan pihaknya mengundang Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung untuk melakukan penelitian. Diperkirakan minggu depan, Tim Geologi PVMBG akan terjun ke lokasi longsor.

"Mereka pasti punya kegiatan yang padat, tapi Banyuwangi menjadi salah satu prioritas," kata Eka.

Pihaknya juga telah melakukan penelusuran sebanyak 2 kali menuju titik longsor, namun belum sampai ke tujuan. Kendalanya medan yang sulit dan cuaca yang berubah menyebabkan tim tidak sampai ke lokasi longsor.

Karena pendangkalan sungai ini juga, Pemkab Banyuwangi harus mengeruk sedimen sungai tahun ini agar tidak terjadi banjir di musim hujan tahun depan. Pada umumnya pengerukan sedimen di bendungan sungai dilakukan 5 hingga 3 tahun sekali.

Meskipun tahun lalu sudah dikeruk, karena pendangkalan dari material longsor, tahun ini sedimen bendungan atau dam Sungai Bati dan anak-anak sungai di bawahnya harus kembali diangkat. Pengangkatan sedimen satu dam dengan alat berat rata-rata membutuhkan biaya Rp 200 juta.

(ES) Laporan: Ahmad Suudi
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA