1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Menikmati manisnya pasar jajanan gula kelapa di Banyuwangi

"Pasar jajanan tradisional ini buka setiap hari Sabtu dan Minggu, salah satu inovasinya bikin makanan rujak kecut di taruh di dalam kelapa muda".

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. ©2018 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Senin, 15 Oktober 2018 13:46

Merdeka.com, Banyuwangi - Warga Desa Rejo Agung, Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi punya inovasi menggelar pasar yang menjual aneka produk berbahan gula kelapa untuk meningkatkan nilai jual.

Sejak tahun 1970-an, Desa Rejo Agung sudah dikenal menjadi setra kerajinan gula merah dari sari kelapa.
Kali ini, manisnya gula kelapa tidak hanya dijual kepada pengepul. Gula kelapa mulai diolah menjadi jajanan tradisional seperti Es Dawet, Rujak Kecut, Puding, Roti, Cenil, Iwel-iwel, Wajik, Sambel pecel, Punten, Kucur, Getuk, Kelepon, Sawut dan aneka kuliner lokal lainnya.

Aneka jajanan tradisional tersebut disajikan di area kebun kelapa dengan nama "Kampung Jajanan Gula Merah".

Kepala Desa Rejo Agung, Usnatun Sulasiatin (38) menjelaskan, 50 persen masyarakat desanya menjadi perajin gula kelapa. Agar bisa meningkatkan nilai ekonomis dan mengenalkan potensi desanya, pihaknya menggandeng perajin gula untuk menyajikan hasil olahan jajanan berbahan gula kelapa.

"Pasar jajanan tradisional ini buka setiap hari Sabtu dan Minggu, salah satu inovasinya bikin makanan rujak kecut di taruh di dalam kelapa muda," kata Usnatun saat ditemui, Senin (15/10).

Lewat pasar jajanan tradisional gula kelapa ini, pihaknya juga mulai memberi edukasi untuk kembali memproduksi gula organik tanpa pewarna.

"Harganya gula organik lebih mahal, dan manfaat kesehatannya sangat bagus," kata dia.

Melihat inovasi tersebut, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas hadir untuk meresmikan Kampung Jajanan Gula Merah. Anas mengapresiasi upaya kreatif desa yang mulai aktif menggelar kegiatan untuk meningkatkan potensi ekonomi.

"Saya lihat festival mulai tumbuh di desa, prakarsa dari rakyat, kalau semua desa bisa seperti ini bagus. Sekarang banyak dari desa ada inovasi festival baru, jadi bisa memberi ruang untuk warga yang berjualan," kata Anas.

Anas berharap model kegiatan kreatif seperti ini bisa memberi semangat desa-desa lain untuk saling menunjukkan potensi, sehingga bisa memikat kunjungan wisatawan.

Sementara itu, Ketua kelompok tani sekaligus perajin gula kelapa Desa Rejo Agung, Sukatmin (53) mengatakan, produktivitas gula di desanya bisa mencapai 3-4 ton dalam sehari dari ratusan industri rumahan gula kelapa.

"Dari Rejo agung ada ratusan perajin, satu hari rata-rata tiap perajin bisa bikin 20-30 kilogram, total rata-rata bisa sampai 4 ton," kata Sukatmin.

Satu kilogram gula kelapa saat ini dijual dengan harga Rp 12 ribu. Sementara untuk gula kelapa yang tidak menggunakan obat pengawet kimia bisa lebih mahal, Rp 15 ribu.

"Ini baru mulai kami ajak untuk bikin gula organik, selain harga lebih mahal, banyak manfaat kesehatan. Aku sudah coba cari di internet, banyak manfaat untuk obat anemia, sariawan, obat batuk," jelasnya sambil menunjukan brosur.

Sukatmin sendiri sudah membuat gula kelapa sejak tahun 1988. Dia merupakan generasi kedua, meneruskan usaha produksi gula ayahnya.

"Gula organik masih baru kami mulai, kalau pakai pewarna itu langsung menyengat baunya, sebenarnya bisa pakai pengganti degan hati pohon nangka. Kemudian kalau gak pakai obat, pagi harus diambil, sore harus diambil, dua kali pnggodokan, kalau pakai obat bisa sekali ambil (lebih tahan lama)," jelasnya.

Saat ini dia sudah berhasil memproduksi gula kelapa organik hingga 38 kilogram per harinya. Pasar gula merah kelapa di Banyuwangi sudah menguasai pasar lokal dan domestik, mulai di Genteng, Situbondo dan Surabaya.

Menurutnya, menjadi perajin kelapa sangat potensial dibandingkan hanya dipanen buah kelapanya. Satu pohon kelapa bisa menghasilkan 6 ons gula tiap harinya, sementara untuk panen kelapa harus menunggu waktu 3 bulan.

"Kalau bikin gula kelapa hasilnya bisa tiga kalilipat. Kami hanya perlu peramajaan, yang atas dipotong. Bayangkan sehari kalau bisa bikin 20 kilogram, dikalikan harga Rp 15 ribu per kilogram sudah dapat berapa," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Banyuwangi, Arief Setiawan mengatakan, produktivitas kelapa di Banyuwangi pernah menembus pasar ekspor ke Thailand. Luas tanam kelapa di Banyuwangi mencapai 22.491 hektare dengan produktivitas mencapai 31.130 ton.

"Sekarang cenderung mengalami penurunan karena cuaca kemarau dan banyak yang dipanen muda, dan dibuat produksi gula. Banyuwangi pernah ekspor 2016 ke Thailand," katanya.

(ES/MUA)
  1. Abdullah Azwar Anas
  2. Makanan Tradisional
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA