Tradisi ini adalah budaya yang hidup di masyarakat Kemiren yang terus dilestarikan setiap tahunnya.
Merdeka.com, Banyuwangi - Masyarakat Osing Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, punya tradisi unik, yaitu Barong Ider Bumi yang rutin digelar selama Lebaran sehari setelah Hari Raya Idul Fitri. Tradisi yang sudah dilakukan sejak lama ini merupakan tradisi bersih desa agar terbebas dari marabahaya. Beragam pertunjukan dihadirkan dalam acara yang dikemas berbentuk arak-arakan karnaval. Ada Barong, Seblang Olehsari hingga Kuda Puter Kayun.
Konon menurut cerita masyarakat Kemiren, Barong Ider Bumi selalu diselenggarakan setiap 2 Syawal. Ini karena angka dua memiliki makna tersendiri bagi warga Osing. "Orang Kemiren selalu mengaitkan tradisi dengan sesuatu yang berpasangan, seperti langit dan bumi. Bahkan beberapa tradisi masyarakat Desa Kemiren lebih banyak ada di hari Senin atau Kamis," ujar warga yang ditemui di Desa Kemiren, Ira, Senin (26/6).
Acara yang masuk dalam agenda Festival Banyuwangi, setiap tahunnya mampu menarik animo masyarakat. Tak hanya bagi warga Banyuwangi yang pulang ke kampung halamannya, tetapi juga turis asing.
Salah satunya Jannemarie de Jonge, turis asal Belanda yang sedang berlibur bersama kedua anaknya di Banyuwangi. Baginya acara ini sangat meriah, ia mengaku bisa melihat keramahan serta keakraban masyarakat desa melalui tradisi Barong Ider Bumi. "Seumur hidup saya baru melihat yang seperti ini. Di Belanda ada karnaval tapi tidak seperti ini, ini sangat indah. Saya beruntung," ujarnya kepada Merdeka Banyuwangi.
Ia juga mengaku takjub dengan sikap ramah tamah Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang menyambut baik wisatawan yang hadir untuk menyaksikan acara Barong Ider Bumi. "Kami pun ikut merayakan Idul Fitri di sini," kata Janie seraya tertawa.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyebut tradisi ini adalah budaya yang hidup di masyarakat yang terus dilestarikan setiap tahunnya. Tradisi yang tumbuh dari masyarakat ini kemudian diperkenalkan kepada masyarakat luas dalam balutan pariwisata melalui rangkaian Banyuwangi Festival.
"Salah satu ciri Banyuwangi Festival sebagai sarana promosi wisata Banyuwangi adalah berakar pada budaya setempat. Saat daerah lain membawa tema global ke tingkat lokal, Banyuwangi justru sangat bangga memperkenalkan budaya lokal ke tingkat global. Kami ingin masyarakat luas tahu berapa agungnya tradisi lokal ini," kata Anas.
Menurut Anas, Desa Kemiren adalah salah satu desa di Banyuwangi yang pengembangan budayanya tumbuh luar biasa. Di desa ini sudah tumbuh homestay dan sejumlah tempat kuliner yang dipadukan dengan aktivitas sanggar seni. "Aktivitas mendukung pariwisata sudah mulai tumbuh. Sangar-sanggar seni hidup. Ibu-ibu bahkan banyak sudah banyak yang mendapat orderan seiiring dengan makin diminatinya masakan khas Banyuwangi. Masyarakat Kemiren sudah siap menyambut wisatawan di sini," kata Anas.
Sementara itu, Menpar Arief Yahya menyatakan apresiasinya atas konsistensi Banyuwangi terus mengangkat tradisi budayanya menjadi sebuah atraksi yang menarik. Apa yang dilakukan masyarakat Desa Kemiren dengan mengangkat tradisinya sebagai atraksi budaya ini sudah tepat untuk pengembangan pariwisata. "Desa Kemiren sudah bagus untuk atraksi budayanya. Ini penting, karena wisatawan yang datang ke Indonesia, 60 persennya karena tertarik budaya," kata Arief.
Dalam kesempatan itu, Arief juga menyerahkan bantuan barong dan seperangkat gamelan untuk warga Desa Kemiren. "Bantuan barong tadi saya serahkan ke BUMDes, karena memang desa ini basisnya budaya. Budaya harus dilestarikan bila memang akan dikembangkan menjadi atraksi. Budaya harus dilestarikan karena akan menyejahterakan," jelas Arief.
Dalam kesempatan itu, Arief dan Anas diajak warga mengelilingi desa sambil menaiki kuda. Tentu saja juga ada barong yang ikut berkeliling desa, yang memang diyakini bisa mengusir bencana. Saat berada di sisi barat perbatasan desa, mereka bersama warga turut berebut pisang sebagai tanda keberkahan. Selanjutnya mereka naik kuda, kembali menuju timur batas desa untuk melakukan kenduri masal Pecel Pitik sebagai penutup tradisi tersebut.