1. BANYUWANGI
  2. PARIWISATA

Perkembangan pariwisata di Banyuwangi melesat cepat

Kemenperin mendorong agar Banyuwangi bagikan perkembangan pariwisata ke daerah tetangga.

©2018 Merdeka.com Editor : Muhammad Hasits | Jum'at, 02 November 2018 20:09

Merdeka.com, Banyuwangi - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) ingin agar Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur membagikan perkembangan pariwisatanya kepada daerah-daerah lain di sekitarnya. Hal itu disampaikan Asdep Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar Alexander Reyaan di sela-sela acara focus group discussion (FGD) pengembangan klasterisasi destinasi ekowisata Jatim - Bali, Jumat (2/11).

Kepada Merdeka Banyuwangi, Alex mengatakan selain 10 destinasi Bali baru, ternyata ada 2 daerah yang perkembangan wisatanya melesat cepat yaitu Banyuwangi dan Malang. Penerbangan di Bandara Banyuwangi mencatatkan jumlah penumpang bisa mencapai 1,6 ribu orang per hari. Belum lagi bila penerbangan internasional telah beroperasi yang ditargetkan bisa dilaksanakan akhir 2018.

Sehingga pihaknya ingin agar sebagian wisatawan itu juga mengunjungi daerah-daerah lain di sekitar Banyuwangi, seperti Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Jembrana di Bali barat. Pembagian perkembangan pariwisata itu dilakukan dengan cara pembangunan sebuah klaster Jatim - Bali.

"Terjadi perubahan pusat pertumbuhan pariwisata, yang sebelumnya berada di Bali selatan berpindah ke Banyuwangi. Lalu kami berupaya untuk menyatukan Bali barat dengan Jatim dalam mengembangkan ekowisata," kata Alex.


Dia juga mengatakan setelah terus berkembang, sesuai siklusnya, pariwisata Banyuwangi juga akan sampai pada titik jenuh. Namun bila klaster sudah terbangun, saat Banyuwangi sampai pada titik jenuhnya nanti wisatawan bisa mengambil opsi ke destinasi daerah-daerah di dekatnya.

Sehingga Bandara Banyuwangi tetap ramai penumpang, lalu Banyuwangi dan daerah-daerah lain bisa saling mendapatkan keuntungan dari klaster tersebut. Alex mengatakan realisasi dalam waktu dekat, pembangunan klaster bisa dilakukan dengan pergelaran event kolaborasi antar daerah.

Sementara Asisten II Bupati Jembrana I Gusti Putu Mertadana menjelaskan wilayahnya berada di Bali barat sangat berbeda dengan Bali selatan yang memiliki bandara internasional. Meski memiliki keindahan alam dan adat Bali, Jembrana tidak memiliki hotel berbintang dan hanya memiliki hotel melati yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari tangan.

"Wisatawan dari bandara di Kuta harus melakukan perjalanan selama 5 jam ke Jembrana. Tidak ada hotel untuk istirahat, mereka harus kembali lagi ke Kuta cari hotel, jadi butuh waktu 10 jam untuk perjalanan saja," kata Gusti.

Dia mengatakan meski Bali menjadi destinasi utama wisatawan asing, Jembrana kesulitan ikut menikmati perkembangan itu. Dengan akses perjalanan terlalu lama, tidak banyak wisatawan ke sana. Jembrana yang memiliki Pelabuhan Gilimanuk lalu hanya menjadi jalan saja bagi transportasi darat ke Bali selatan.

Sementara Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menggagas digelarnya Festival Selat Bali sebagai bentuk kolaborasi dua kabupaten. Dia mengatakan pihaknya telah mengalokasikan anggaran untuk penggelaran Festival Selat Bali tahun depan.

"Kami telah memilih ekowisata, menentukan skala prioritas, jangka waktu dan target dalam membangun pariwisata daerah. Kami juga memerlukan komitmen daerah-daerah lain yang hendak berkolaborasi agar upaya pengembangan pariwisata ini bisa berjalan selaras bersama-sama," kata Anas.

Dia mengatakan angka kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi pada awal kepemimpinannya periode 1 tahun 2010 mencapai 20,4 persen. Kantong-kantong kemiskinan banyak ditemukan di pemukiman tepi pantai dan pinggir-pinggir hutan sehingga ekowisata diterapkan agar mereka bisa langsung turut mendapatkan hasil ekonomi dari tumbuhnya pariwisata.

Konsep ekowisata kemudian harus dijalankan paralel bersama kebijakan-kebijakan lain seperti perizinan, ekonomi kreatif, usaha kecil dan tata ruang kota. Pada kebijakan perizinan, tidak diizinkan pembukaan jasa wisata karaoke dan diskotek karena manfaat ekonominya tak sampai ke masyarakat.

"Uang mereka pasti habis di dalam (gedung diskotek dan tempat karaoke) dan tidak dibelanjakan ke produk-produk kerajinan dan kuliner masyarakat. Sehingga kami konsisten untuk menghindari wisata hiruk pikuk seperti itu dan mengembangkan wisata alam," katanya.

(MH) Laporan: Ahmad Suudi
  1. Pariwisata
  2. Zona Turis
  3. Wisata Alam
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA