Namanya Tanem dan Tandur. Selalu kompak meski sudah usia lanjut.
Merdeka.com, Banyuwangi - Sebanyak 173 orang berkumpul di halaman depan Gedung Seni Budaya (Gesibu) Banyuwangi, Senin (9/7). Uniknya, bukan orang-orang biasa yang datang ke sana, melainkan mereka yang memiliki saudara kembar. Datang dari berbagai kalangan serta usia beragam, mereka hadir untuk meramaikan Festival Kembar.
Mulai dari pemandangan ‘sama’ antar saudara, lomba mewarnai bareng saudara kembar, sampai lomba bayi kembar sehat meramaikan suasana di festival yang digelar kali kedua itu. Anak kembar di sini bukan hanya anak-anak, lho. Tapi mereka yang remaja hingga lansia juga saling "meet and greet" di sana.
Seperti kehadiran dua nenek berumur 73 tahun, Tanem dan Tandur. Mereka mengaku senang ada festival kembar karena bisa melihat orang kembar lainnya.
Tandur menuturkan bahwa sejak kecil hingga setua ini mereka tidak pernah terpisah jauh. Bahkan mereka juga masih selalu mengenakan baju yang sama setiap hari. “Kalau bajunya tidak sama badannya panas. Makanya kalau ke pasar mesti bareng-bareng. Kalau saya beli baju merah, Tanem juga beli merah. Jadi sama terus,” terangnya.
Bahkan, imbuh Tandur, saat menikah pun mereka juga bersamaan. “Dulu nikahnya duduk di pelaminan yang sama. Sekarang anak kami juga sama-sama banyak, anak saya enam, anaknya Tanem tujuh,” ceritanya sambil tersipu.
Mereka selama ini tingal bersama suaminya masing-masing, namun berdekatan rumahnya. Di festival kembar tahun ini, Tanem dan Tandur yang asal Desa Kedungrejo Kecamatan Tegaldlimo Banyuwangi ini dinobatkan sebagai pasangan kembar tertua. Meski lansia, banyak pengunjung yang mereka berswafoto.
Peserta Festival kembar ini, tidak hanya didominasi kembar dua, namun ada juga yang kembar tiga. Seperti Nadira, Naura, dan Nayra (8) yang merupakan putri kedua pasangan Imam Supriyanto dan Yeni Ratnasari yang mengaku kaget saat bertemu banyak pasangan kembar lain di festival ini. “Tadi kaget lihat banyak orang kembar. Biasanya cuma lihat ada satu atau dua, tapi di sini ada banyak pasangan kembar. Lucu, soalnya gak hanya wajah, baju yang dipakai juga kembar-kembar,” kata Nadira.
Sementara sang ibu, Yeni, mengatakan sengaja ikut festival ini untuk mengajarkan ketiga putri kembarnya bersosialisasi. “Saya ingin mengenalkan komunitas kembar di Banyuwangi ke mereka,” kata dia.
Festival kembar 2018 diikuti sebanyak 72 pasangan kembar atau sebanyak 173 peserta mulai usia 0-73 tahun. Uniknya lagi, ada seorang ibu kembar yang datang bersama kembarannya sekaligus membawa anak kembarnya juga.
"Menjadi kembar memang sangat pas dan istimewa bagi kami. Kami sangat dekat, kami saling membantu dan selalu mengecek satu sama lain. Bahkan, kembaran saya turut merawat bayi kembar saya waktu dia belum nikah," kata Zulfa Farihah (30), asal Penataban Banyuwangi.
Sekretaris Daerah Banyuwangi Djadjat Sudrajat mengatakan, Festival Kembar ini digelar untuk menciptakan komunitas kembar yang positif. "Kalian adalah istimewa dan merupakan anugerah. Kami ingin ada komunitas sebagai tempat sharing dan beraktivitas positif bagi pasangan kembar. Semoga lewat festival, sharing antar pasangan kembar bisa berlanjut di suatu wadah," kata Djajat.