"Kebudayaan itu semakin dilestarikan akan semakin menguntungkan," kata Arief.
Merdeka.com, Banyuwangi - Gandrung Sewu yang menjadi bagian dari rangkaian Banyuwangi Festival kembali ditetapkan masuk dalam 100 top even nasional tahun 2019. Semua agenda nasional tersebut telah melalui penilaian kelayakan oleh tim kurator, termasuk koreografer tari kolosal Denny Malik.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam sambutan pembukaan Gandrung Sewu 2018 menjelaskan ada 3 alasan kesenian asli Bumi Blambangan itu masuk dalam 100 top even nasional. Keunggulan Gandrung Sewu, kata Arief, karena digelar sebagai seni tari kolosal yang melibatkan lebih dari 1.000 penari Gandrung.
Gandrung Sewu juga dinilai ditampilkan dengan konfigurasi yang bagus serta mampu menghasilkan foto-foto genik indah sebagai media promosi pariwisata yang efektif. Gandrung dianggap memiliki nilai kebudayaan, nilai sejarah dan nilai komersial sehingga layak untuk terus dikembangkan.
"Kebudayaan itu semakin dilestarikan akan semakin menguntungkan. Karena wisatawan ingin melihat keunikan penduduk di destinasi yang mereka kunjungi," kata Arief, Sabtu (20/10).
Tahun ini Banyuwangi telah menjadi daerah yang menyumbangkan 3 even dan menjadi yang terbanyak memasukkan acaranya dalam top 100 agenda nasional. Sementara rangkaian top even Banyuwangi Festival setiap tahun juga bertambah banyak, tahun ini telah terjadwal 77 even digelar.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menjelaskan bahwa even yang digelar di Pantai Boom sore hari itu digelar atas kerjasama para pegawai negeri sipil (PNS), budayawan dan masyarakat Banyuwangi. Dia mengaku sengaja tidak mengandalkan event organizer (EO) agar terjalin sinergitas Pemkab Banyuwangi bersama masyarakat dalam mengembangkan kebudayaan maupun penanganan berbagai bidang.
"Gandrung merupakan kesenian asli yang turut ambil bagian dalam sejarah nenek moyang warga Banyuwangi. Dengan itu pula perkembangan ekonomi bisa kita saksikan, hotel-hotel penuh, toko oleh-oleh dan warung-warung kuliner didatangi banyak wisatawan," kata Anas.
Gandrung Sewu tahun ini bertemakan Layar Kumendung yang mengisahkan kematian Bupati Banyuwangi pertama Mas Alit yang dilantik pada tahun 1774. Layar karena Mas Alit wafat di atas perahu layar, dan Kumendung karena kesedihan yang mengikutinya bagai langit kelabu tertutup mendung.
Setelah menjabat pada bulan Oktober di tahun yang sama Mas Alit memindahkan pusat pemerintahan dari Benculuk ke Banyuwangi. Kondisi masyarakat yang damai dan makmur terlihat terkendali, namun di pelosok-pelosok wilayah ternyata api pertentangan pada penjajah tetap menyala.
Jelang pertempuran antara pejuang Banyuwangi dan VOC Belanda, Mas Alit gelisah. Bupati yang saat dilantik masih berusia 18 tahun itu bimbang antara mempertahankan perdamaian masyarakat atau memperjuangkan kemerdekaan yang artinya akan tercipta peperangan besar.
Sementara pejuang Bumi Blambangan mempersiapkan perlawanan mereka secara diam-diam, VOC berhasil mengetahuinya dan menyerang berusaha mematahkan perlawanan. Pertempuran besar terjadi, pejuang-pejuang meninggal hingga ada banyak anak yatim baru di desa-desa.
Atas perang perlawanan yang terjadi di wilayahnya, Mas Alit dipanggil VOC ke Semarang. Dia berangkat menggunakan perahu layar berbendera Belanda, namun terbunuh perompak di laut utara Gresik.
Kuntualan jadi pelengkap baru
Kesenian musik dan tari Kuntulan menjadi sajian baru dalam rangkaian Festival Gandrung Sewu. Alunan musik rancak dari terbangan dan jedor mengiringi tarian gandrung yang mengangkat tema heroik, Layar Kumendung dengan rangkaian cerita bupati pertama Banyuwangi, Mas Alit melawan Kolonial Belanda.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyampaikan, tiap tahun Gadnrung Sewu selalu menyajikan tema baru untuk memikat kunjungan.
"Tiap tahun tarian gandrung kami sajikan dengan koreografer dan tema yang berbeda. Tahun ini diluar ekspektasi kami karena hotel-hotel penuh, tamu dari luar daerah dan luar negeri berdatangan. Dan khusus tahun ini kami tambahi dengan kuntulan kombinasi dengan shalawatan," ujar Anas, Sabtu (20/10).
Anas mengatakan, tamu yang datang di Banyuwangi untuk melihat penampilan Gandrung Sewu sudah mencapai 10 ribuan orang. "Ada sekitar 10 ribuan orang, ini belum yang nginap-nginap di homstay dan rumah warga," katanya.
Seni tari Kuntulan biasa ditampilkan pada peringatan hari besar keagamaan, penarinya menampilkan tari Rodat, dilengkapi kerudung, sarung tangan, dan kaus kaki. Tiap tahun Pemkab Banyuwangi juga rutin menggelar Festival Kuntulan.
Gandrung Sewu ditampilkan oleh 1.168 siswa yang sudah diseleksi dari seluruh kecamatan di Banyuwangi, dilengkapi dengan 62 pemain musik, 5 pesinden dan 72 pemain fragmen.
Sebelum tarian gandrung dimulai, para penari kuntulan terlebih dahulu tampil membuka acara dengan nyanyian Solawatan. Dengan lincah siswa-siswi tingkat SMP-SMA ini menari kuntulan di atas pasir dengan pemandangan belatar Selat Bali.