Akan ada 10 panggung. Masyarakat yang menonton akan lebih puas.
Merdeka.com, Banyuwangi - Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) akan kembali digelar menampilkan kreasi putra daerah dalam menampilkan kostum-kostum etnik Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Sebanyak 120 peserta memperagakan kostum masing-masing sambil berjalan menyapa masyarakat sepanjang 2 kilometer di tengah kota, dengan titik start berada di Taman Blambangan, Minggu (29) siang besok.
Tahun ini merupakan tahun ke-8 untuk salah satu festival terbesar Banyuwangi yang juga masuk agenda nasional Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Apa saja yang baru dalam gelaran ke-8 ini?
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi Muhammad Yanuar Barmuda mengatakan setidaknya ada 3 hal baru dalam penyelenggaraan BEC kali ini. BEC tahun ini bertema Puter Kayun, yang merupakan tradisi masyarakat Desa Boyolangu, di Kecamatan Giri, mengenang Buyut Jakso atau Joyo Martono nenek moyang mereka. Buyut Jakso dipercaya memiliki kesaktian
yang mampu ‘ndodol’ atau menjebol bukit batu sehingga jalan jalur utara Banyuwangi bisa dibangun. Ada sebongkah batu yang tersisa dari bukit yang bahkan diceritakan tidak bisa dihancurkan penjajah Belanda itu, kini disebut Watu Dodol.
Napak tilas Buyut Jakso dilakukan masyarakat Desa Boyolangu ke Watu Dodol dengan mengendarai delman berkuda, diselenggarakan setiap sepekan setelah hari raya Idul Fitri. Delman berkuda atau dokar dipilih karena dahulu hampir semua laki-laki Boyolangu bekerja sebagai kusir. Setelah sampai di Watu Dodol mereka menggelar selamatan, dan berwisata di area pantai Selat Bali itu.
“Dengan tema Puter Kayun ini, kami ingin menunjukkan betapa kuatnya nenek moyang orang Banyuwangi. Juga kompaknya kegotong-royongan masyarakat yang saat itu membantu Buyut Jakso,” kata Bram, Jumat (27/7).
Bila biasanya ada 3 sub tema, BEC kali ini terbagi atas 10 sub tema, yakni segara Watu Dodol, kusir, dokar, jaran atau kuda, gedogan atau tempat makan kuda, buyut, keris atau gaman (senjata tajam), oncor-oncoran atau obor, tapekong dan kupat lepet.
Bram mengatakan semua sub tema itu menggambarkan hal-hal unik terkait tradisi Puter Kayun. Misalnya kupat lepet yang menjadi hidangan khas karena tradisi digelar saat Lebaran Ketupat, atau oncor-oncoran yang dahulu memang dipakai karena rombongan pulang malam.
"Dengan semakin banyaknya sub tema, budayawan kita jadi menggali tradisi lebih dalam lagi. Sehingga semakin banyak data, dan cerita tradisi tersebut semakin lengkap," katanya.
Jika sebelumnya hanya 1 panggung yang menjadi pusat atraksi pada BEC, yakni di sisi utara Taman Blambangan sehingga masyarakat mengeluh tidak bisa melihat aksi peserta karnaval karena tertutup penonton-penonton lain di arena itu. Kini Pemkab Banyuwangi menyediakan 10 panggung lain, tempat para peserta melakukan aksinya sekali lagi, yang dapat dilihat lebih banyak penonton.
"Dengan 10 panggung kecil, penonton tidak hanya terfokus di panggung utama. Lebih banyak penonton yang terjangkau aksi peserta karnaval,” katanya.