Berkurangnya luas tanam kedelai dikarenakan rendahnya harga jual dan tingginya permintaan kedelai impor di kalangan produsen olahan kedelai.
Merdeka.com, Banyuwangi - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terus berupaya menambah luas tanam kedelai. Dari target pemerintah pusat, Banyuwangi harus memiliki luas tanam kedelai hingga 38.000 hektar. Sementara saat ini luas tanam rata-rata dalam kurun waktu lima tahun terakhir masih 27.373 hektare.
"Oleh pemerintah puat dikasih target menambah luas tambah tanam kedelai, 38 ribu hektar, sementara luasan kami, 27,373 hektare. Sementara target dari pemerintah 38 ribu. Masih selisih, tapi masih bisa swasembada kedelai," kata Kepala Dinas Pertanian, Arief Setiawan, Senin (17/9).
Arief mengatakan, berkurangnya luas tanam kedelai dikarenakan rendahnya harga jual dan tingginya permintaan kedelai impor di kalangan produsen olahan kedelai. Meski demikian, Pemkab Banyuwangi masih berupaya menambah luasan tanam kedelai dengan menggandeng Perhutani.
"Strategi kami, kerjasama dengan perhutani. Menggunakan areal tanam baru. Di kebun, hutan, atau galengan sawah, dengan sitem campur sari. Mengapa di Banyuwangi produk kedelai menurun, pertama petani itu kan menginginkan hasil yang tinggi. Sementara kedelai dengan harga yang rendah tidak bisa jadi nilai tambah," kata dia.
Dari total luas sawah di Banyuwangi yang mencapai 65.455 hektar, ada 16.000 hektar diantaranya telah berganti tanaman jeruk, buah naga yang dinilai lebih menjanjikan dibandingkan kedelai. Dari tren perubahan minat tanam, pihaknya berharap ada proteksi dari pemerintah pusat terkait impor.
"Kita sulit meminta waktu luang di saat tidak musim hujan untuk menanam kedelai, meski sebagian besar bibit kami pasok. Ada hibah, subsidi, tapi tetap tidak jadi daya tarik mereka," jelasnya.
"Dari total luasan 65.455 hektar berkurang 16 ribu hektar untuk tanaman buah naga, jeruk, karena lebih menjanjikan. 16 hektar itu, ada di dalam 5 kecamatan, Bangorejo, Tegaldlimo, Pesanggaran, Purwoharjo, Siliragung," dia menambahkan.
Harga kedelai lokal di tingkat petani saat ini mencapai Rp 6.500 per kilogram, sementara kedelai super Rp 7.000 per kilogram. Sementara produsen pembuat tempe, kripik dan tahu kata Arief, cenderung memilih kedelai impor yang memiliki bulir lebih besar dan dinilai lebih bagus. Meski harga kedelai impor selisih lebih mahal, Rp 7.500 per kilogram.
Meski luasan tanam belum memenuhi target, dari rata-rata luas tanam kedelai di Banyuwangi yang mencapai 27.373 hektare, tiap tahunnya sudah bisa mendukung kebutuhan kedelai nasional. Kebutuhan konsumsi kedelai di Banyuwangi mencapai 7,13 kilogram per kapita per tahun. Total kebutuhannya mencapai 12.075 ton. Sementara produksi lokal sudah mencapai 50.455 ton.
"Dari angka terakhir 50.455 ton, kalau kurangi 12 kebutuhan konsumsinya, jadi kita masih surplus 38.360 ton," katanya.