Memiliki rasa peduli tersebut menjadi bagian dari bentuk implementasi kebangsaan.
Merdeka.com, Banyuwangi - Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IBNU) Banyuwangi, mengadakan sarasehan atau diskusi dengan tema Kebangsaan: Bangunlah Jiwanya Badannya, Selasa (26/4). Dalam sarasehan tersebut, IPNU mengundang Bupati Abdullah Azwar Anas, Sabrang Mowo Damar Panuluh (Neo Letto) dan Tunggul, Rumah Literasi Banyuwangi (RLB) untuk menjadi pembicara.
Acara yang digelar di Pendopo Banyuwangi ini berlangsung sekitar pukil 08.00 sampai 12.00 WIB. Mengulas tentang rasa kebangsaan. Bagaimana sebagai generasi muda bisa memahami jati diri, memiliki visi bersama dan berguna untuk negaranya. Sarasehan ini dihadiri okeh para pelajar dan mahasiswa di Banyuwangi.
Meski Bupati Anas tidak bisa menghadiri acara diskusi, pembahasan tetap berlangsung dinamis. Para siswa maupun mahasiswa terlihat serius mendengarkan materi.
Neo Letto memberi materi tentang kebangsaan dan Tunggul perwakilan RLB, sebagai contoh nyata melakukan pengabdian untuk kebangsaan atau kepada sesama bangsa Indonesia. RLB berupaya membangkitkan semangat membaca dan menulis di Banyuwangi lewat rumah baca dan buka lapak buku di ruang publik masyarakat sepeeti Taman Blambangan. Saat sesi tanya jawab, para peserta diskusi ini juga terlihat saling mengangkat tangan, ingin mengajukan pertanyaan.
Tunggul dari komunitas RLB menjelaskan sebagai wujud saling peduli atas pentingnya budaya literasi. Pendidikan tidak hanya di sekolah tetapi sekolah non formal di masyarakat juga ada. Semua orang juga bisa menjadi guru untuk berbagi pengalaman sehingga impian atau cita-cita pemuda di Banyuwangi bisa terwujud.
"Ada semangat yang harus tetap dijaga. Pemuda Banyuwangi harus punya semangat optimisme untuk kemajuan Banyuwangi," terang Tunggul dalam penyampaian materinya.
Saat sesi tanya jawab, salah satu peserta ada yang bertanya tentang upaya RLB membangkitkan semangat literasi. Semangat membaca dan menulis. "Kenapa rumah literasi sekalian tidak merangkul orangtua agar turut mendorong anak gemar membaca," tanya Maya.
Tunggul menanggapi, masalah pendidikan ini kata dia, tidak dilimpahkan ke Dinas Pendidikan saja, ini tanggung jawab bersama. "RLB memulai dari hal kecil dulu. Fokus kami apa yang bisa kami lakukan dulu ke anak-anak belum sampai ke orangtua. Bagaimana memberi pelajaran yang edukatif, rekreatif," jelasnya.
Menurutnya rasa peduli tersebut menjadi bagian dari bentuk implementasi kebangsaan. Bisa peduli kepada sesama bangsa, "Salah satu capaian RLB secara bertahap bisa membuka seribu rumah baca yang ada di setiap kecamatan atau desa di Banyuwangi.
Selanjutnya ada pertanyaan dari perwakilan mahasiswa Universitas 17 Agustus 45 (Untag) Banyuwangi. Bertanya tentang konsep kebangsaan kepada Neo Letto. "Di sini kita mencari jati diri individu. Bagaimana agar tidak muncul individualisme agar kebangsaan ini tidak pecah?" tanya mahasiswa Untag.
Neo Letto menanggapi, sampai saat ini konsep kebangsaan masih terus dibahas. Jadi bukan hanya jargon tentang kebangsaan. Kita membangun bangsa dari kesadaran visi masing-masing dulu," jelasnya.
Diskusi kebangsaan untuk membangun optimisme generasi muda Banyuwangi ini diakhiri dengan nyanyi bersama. Neo Letto bernyanyi bersama membawakan lagu Ruang Rindu.