Pemilihan lokasi di lingkungan bandara untuk menunjukkan dalam kemajuannya, Banyuwangi tetap memegang teguh kebudayaan lokal.
Merdeka.com, Banyuwangi - Rangkaian Festival Banyuwangi memberikan konsep-konsep unik di setiap even yang digelar. Misalnya kali ini Festival Angklung Paglak yang menampilkan 35 paglak atau gubuk panggung tinggi, yang ditempati para seniman desa memainkan angklung mereka masing-masing. Menara-menara gubuk beratap rumbia itu mengelilingi kerumunan penonton di lapangan depan Bandara Banyuwangi.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan Angklung Paglak difestivalkan tahun ini untuk mengangkat kembali kebudayaan lokal. Dia mengatakan acara mendapatkan respons positif masyarakat. Tidak hanya menikmati sore dengan bunyi-bunyi indah angklung, juga ada proses pembelajaran kebudayaan lokal pada masyarakat, terutama anak-anak.
"Kalau diajarkan di kelas mungkin anak-anak tidak akan minat. Tapi kalau langsung gini kan, tuh lihat, penuh penontonnya," kata Anas, Sabtu (4/8).
Bupati Anas menjelaskan pemilihan lokasi di lingkungan bandara untuk menunjukkan dalam kemajuannya, Banyuwangi tetap memegang teguh kebudayaan lokal. Bandara Banyuwangi diproyeksikan menjadi bandara internasional akhir tahun 2018 dengan rute penerbangan langsung ke Malaysia.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi, Mohammad Yanuar Bramuda, mengatakan kebudayaan berhasil menarik 60 persen jumlah wisatawan yang datang ke Banyuwangi. Angklung Paglak menjadi salah satu kebudayaan petani Osing yang diangkat kembali agar populer.
Angklung Paglak telah lama menjadi budaya petani suku Osing Banyuwangi ketika memanen padi. Saat itu mereka memotong tangkai padi masih menggunakan anai-anai atau 'Sepuh Gampung' dalam bahasa Osing Banyuwangi.
"Pakai anai-anai kan lama proses panennya dulu. Jadi musik angklung ini digunakan untuk menyemangati para pekerja yang sedang memanen padi. Kenapa dimainkan di atas panggung yang tinggi, agar petani yang jauh tetap bisa mendengar bunyinya," kata Bram, sapaannya.
Dia menjelaskan, suara angklung juga digunakan untuk mengusir burung yang yang hendak mencuri padi-padi mereka. Umumnya angklung dimainkan keras-keras. Karena semangat pemain angklung, gubuk panggung sampai bergoyang ke kanan dan ke kiri, sehingga konstruksinya harus kuat.
Semua seniman Angklung Paglak dilombakan dengan memperhatikan cara naik tangga (harus pegangan anak tangga), kontruksi bangunan di mana semua bahan bangunan dari bambu dan keindahan suara angklung yang harus dimainkan secara rancak. Bisa juga ditambahkan alat musik kentongan besar atau kendang kecil.
"Budaya asli masyarakat merupakan potensi pariwisata yang paling mudah dikembangkan. Karena sudah ada, hidup di kalangan masyarakat, kita tinggal mengurus packaging saja. Jadi Pemkab Banyuwangi akan terus mengembangkan tradisi dan budaya asli masyarakat," kata Bram.