"Tidak hanya oli bekas, kompor ini juga bisa menggunakan jelantah (minyak goreng bekas) dan solar," ujar Edi.
Merdeka.com, Banyuwangi - Edi Pranoto (27), warga Dusun Gebang, Desa Benelan Kidul, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi punya cara kreatif untuk menghemat biaya produksi usaha krupuknya. Edi membuat modifikasi kompor berbahan bakar oli bekas, dari hasil eksperimen dirinya sendiri.
"Tidak hanya oli bekas, kompor ini juga bisa menggunakan jelantah (minyak goreng bekas) dan solar," ujar Edi saat ditemui di Pameran Festival Teknologi Inovasi yang digelar Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, di Taman Blambangan, Minggu (21/7).
Ide membuat kompor berbahan bakar limbah oli bermula saat melihat ada oli bekas yang tidak digunakan di rumahnya. Dia kemudian mencoba membakarnya.
"Coba tak bakar, bisa menyala tapi asapnya hitam. Kemudian ada kipas angin, kok apinya bisa kuning," kata dia.
Melihat nyala api bisa berwarna kuning setelah diberi kipas angin, Edi lantas membayangkan bisa digunakan sebagai bahan bakar kompor yang lebih hemat untuk usaha penggorengan krupuknya. Apalagi, limbah oli dan bekas minyak goreng, biasanya hanya ditimbun dan tidak dimanfaatkan.
Dia lantas mencoba membuat kerangka kompor berbahan besi berbentuk segitiga dengan ujung tungku pembakaran.
Besi bagian atas digunakan untuk mengalirkan oli bekas, minyak goreng bekas atau solar, sementara besi bagian bawah dia gunakan untuk mengalirkan angin menggunakan blower. Edi menggunakan spuyer sebagai pengatur besaran bahan bakar yang keluar ke tungku.
"Fungsi blower biar api besar, dan asapnya keluar. Dan harus seimbang antara keluarnya angin dengan oli. Kalau kebesaran api bisa mati, kalau oli kebanyakan nanti hanya keluar asap," tambahnya.
Sebelum menggunakan, Edi masih butuh memanaskan bagian tungu dengan bahan bakar lain seperti kertas dan kayu untuk memantik terbakarnya oli.
"Setelah tungku panas langsung beres, bisa dipakai. Tapi pengennya bisa dipebaiki lagi biar lebih maksimal kayak kompor lainnya. Mungkin nanti butuh elemen pemanas dari listrik biar siap pakai," katanya.
Warga yang tinggal di RT 01 RW 02 ini setiap hari memproduksi kerupuk hingga 25 kilogram. Dengan temuan barunya, Edi bisa menghemat biaya bahan bakar produksi krupuk hingga 60 persen bila dibandingkan dengan elpigi.
Satu liter oli bekas, kata Edi, mampu bertahan untuk menggoreng hingga satu jam. Sementara harga oli bekas per liter hanya di kisaran Rp 1.500.
"Saya kalau goreng krupuk 25 kilo bisa habis satu tabung gas elpiji. Kalau pake ini (bahan bakar oli) cukup Rp 6.000 saja," kata pemuda yang juga aktif dalam kegiatan pemuda Karangtaruna Kartawangi ini.
Saat ini, hasil temuan Edi sudah diserahkan ke Kantor Kelurahan dan Kecamatan untuk mendapatkan dukungan. Sejauh ini, Edi sudah memproduksi 5 kompor yang diberi nama Porli (Kompor Oli) untuk dijual. Satu unit kompor Porli, dia jual dengan harga Rp 1,2 juta dengan kondisi siap pakai.
"Masih 5, yang pesan ada yang dari Kalimantan dan sekitar Banyuwangi. Sekarang kalau ada yang pesan lagi, saya siap bikin berapapun," jelasnya.
Edi merupakan salah satu peserta dari kalangan masyarakat yang mengikuti Festival Teknologi Inovasi 2018. Selain dari kalangan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga menampilkan berbagai temuan akademis dari kampus Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi), Universitas PGRI Banyuwangi (Uniba), dan karya-karya teknologi inovatif para siswa SMK di Banyuwangi.
"Ya Alhamdulillah saya bisa dapat kesempatan ikut festival ini. Kalau saya sendiri hanya lulusan sekolah dasar (SD)," katanya.