"Dibangun kabel yang menghubungkan Hindia dengan Asia, dan Australia. Kemungkinan jaringan bawah tanah melalui bawah laut".
Merdeka.com, Banyuwangi - Tidak jauh dari Pelabuhan Pantai Boom, tepatnya di samping Alun-alun Kota Banyuwangi, Taman Blambangan, masih berdiri kokoh bangunan peninggalan Inggris yang berusia hampir 300 tahun.
Saat ini, sebagian bangunan dengan perpaduan arsitektur suku Bugis dan Eropa ini kurang terawat, sisanya menjadi asrama Kodim 0825. Sejauh ini, belum ada catatan sejarah detail tentang arsitektur yang dinamai Kampung Inggrisan. Saat masuk ke dalam, pengunjung akan melihat bangunan tingkat dua.
Bagian bawah menggunakan bahan cor, sementara di lantai atas hampir 80 persen bebahan kayu, disangga menggunakan pilar cor berjajar. Daun pintu dan jendela besar, semua kayunya tebal tanpa pelapis tambahan, berjajar di masing-masing ruangan. Lantai dua dan tangga semua juga menggunakan kayu, termasuk pagar pembatasnya.
Pemerhati sejarah sekaligus sejarawan lokal Banyuwangi, Suhailik (56) mengatakan, pertama kali di bangun oleh kongsi dagang Inggris East India Company (EIC) pada 1766, sebagai kantor kecil. Namun, bangunan di lahan seluas satu hektar ini terjadi renovasi dan fungsi berulangkali, terutama saat Kolonial Belanda masuk pada 1767 di Banyualit, dan mulai mengambil alih.
"Arsitekturnya ini mengadopsi arsitektur lokal, dulu di pesisir Kota Banyuwangi banyak orang Bugis dengan gaya arsitektur rumah panggung yang khas," kata Suhailik, saat ditemui di Giri, Kabupaten Banyuwangi, Sabtu (25/2).
Hingga saat ini, warga keturunan suku Mandar dan Bugis, kata Suhailik, masih banyak ditemui di Kampung Mandar, Pakem dan Sukojati di Kecamatan Banyuwangi.
Sebagian juga banyak yang berpindah ke Pelabuhan Ulupampang, Kecamatan Muncar pada Abad 17, seiring tekanan kerajaan Mengwi dari Bali yang berupaya membantu Blambangan dari VOC dan Mataram.
"Tahun 1743 terjadi perang suksesi di Mataram, bisa ditaklukan kembali oleh VOC. Akhirnya pantai utara Jawa diberikan kepada VOC, itu kesepakatan Pakubowana dengan VOC. Nah, Inggris masuk saat kondisi tidak stabil, karena pesaing dagangnya," jelasnya.
Inggris memasuki Blambangan melalui jalur laut, mendapat izin dari protektorat Mengwi, kerajaan Bali. Inggris memiliki kepentingan distribusi dagang mulai tenun, impor candu dan senjata.
Dari situ, Kampung Inggrisan, pernah menjadi kantor dagang. Inggris memilih lokasi di dekat Taman Blambangan (yang sekarang) karena dinilai strategis untuk jalur dagang meunju negara jajahannya, Australia.
Jalur distribusi dagang Inggris, mulai dari India, Singapura, Bengkulu dan ke Jawa di Blambangan.
"Blambangan karena dekat dengan Australia, melalui lautan, karena mereka menyebut sebagai raja lautan," kata dia.
Inggris behasil menguasai perdagangan Indonesia (Hindia Belanda) pada 1811-1816, di bawah kekuasaan Stamford Raffles. Pada saat itu, kata Suhailik, Inggris membangun jaringan kabel telegraf yang menghubungkan Jawa dengan Australia.
Hingga saat ini, lorong bawah tanah kabel telegraf masih ada. Ada empat lorong yang ditutup plat bertuliskan "Burn Brothers Rotunda Works 3 Blackfriars Road London S.E". Catatan tersebut, dinilai sebagai pemegang proyek jaringan telegraf asal Inggris.
"Dibangun kabel yang menghubungkan Hindia dengan Asia, dan Australia. Kemungkinan jaringan bawah tanah melalui bawah laut juga," jelasnya.
Kekuasaan terakhir oleh Jepang pada 1942-1945, sebelum Indonesia meredeka. Saat Jepang masuk, Asrama Inggrisan pernah menjadi tempat markas dan ruang intrograsi tawanan.
Saat agresi militer Belanda, 1947-1949, Asrama Inggrisan kembali dimanfaatkan sebagai tempat interogasi dan penjara para tawanan.
"Mertua saya pernah dipenjara di Asrama Inggrisan, agar ayahnya, Mayor Supono Jiwotaruno yang merupakan Komandan Batalyon Macan Putih mau keluar dari gerilya," ujar Andi, warga Kebalenan Banyuwangi saat menceritakan mertuanya.
Saat ini, pemilik aset Kampung Inggrisan telah diambil alih oleh negara, dibawah Departemen Pertahanan. Ketua RT sekaligus penghuni Asrama Inggrisan, Suwarno mengatakan, dari 25 ruang lantai satu dan dua, hanya 10 ruang yang ditempati.
"Sekarang di sini jadi Asrama TNI. Dari 25 ruang, hanya dihuni 10 Kepala Keluarga (KK)," ujar Suwarno yang sudah menempati sejak 2007.
Ruangan yang tidak ditempati, terlihat kotor dan terdapat banyak kotoran burung. Meski demikian, kayu lantai atas bangunan masih sangat kokoh dan terlihat kuat.
Menurutnya, banyak wisatawan yang berkunjung mulai dari domestik hingga mancanegara. "Rata-rata ingin tahun rancangan arsitekturnya. Sebagian hanya foto-foto," katanya.
Setiap pengunjung yang ingin datang dan melihat-lihat Asrama Inggrisan, cukup melapor ke Ketua RT yang juga tingga di asrama tersebut.
"Gratis, hanya perlu mengisi buku tamu," katanya.