1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Makna Festival Memengan di Banyuwangi, kembalikan permainan tradisional anak-anak

Festival Memengan yang digelar tiap tahun, diharapkan bisa melestarikan sekaligus mengenalkan kembali permainan tradisional kepada anak-anak.

Bupati Anas saat bermain bersama anak-anak. ©2018 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Selasa, 24 Juli 2018 15:20

Merdeka.com, Banyuwangi - Festival Memengan yang digelar Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, tidak sebatas even untuk memikat kunjungan wisatawan. Namun punya maksud prihatin atas tingginya pengaruh game gawai dalam dunia permainan Anak-anak.

Memengan dalam bahasa using atau bahasa daerah Banyuwangi, berarti permainan. Festival Memengan yang rutin digelar tiap tahun, diharapkan bisa melestarikan sekaligus mengenalkan kembali permainan tradisional kepada Anak-anak.

Saat Festival Memengan berlangsung, Sabtu (21/7), berbagai permainan tradisional lokal Banyuwangi dan sebagian permainan khas Nusantara dan umum di wilayah Provinsi Jawa Timur ditampilkan oleh ribuan Anak-anak.

Ada egrang bambu, egrang batok kelapa, gasingan, bedhil-bedhilan, gobag sodor, engklek, lintang aliyan, tarik tambang, dagongan, hulahop, lompat tali, mobil-mobilan bambu serta masih banyak lagi.

Festival Memengan, melibatkan 5000 anak usia SD se Kabupaten Banyuwangi. Sambil bermain mereka saling unjuk kekompakan di sepanjang jalur 2 kilometer.

"Di tengah semakin gencarnya gadged (gawai) yang membuat Anak-anak semakin individual, kami berupaya mengembalikan agar Anak-anak bisa mencintai permainan tradisional," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

Permainan tradisional sebagian besar membutuhkan kelompok untuk dimainkan bersama teman sebaya. Hal ini yang membedakannya dengan game di gawai yang membuat anak cenderung menyendiri.

"Mainan tradisional ini memang membutuhkan energi, tapi menyenangkan. Banyak hal baik di dalamnya, mulai mengajarkan kekompakan, guyub, dan menyehatkan," ujar Anas.

Permainan tradisional juga tidak bersifat statis. Anak-anak bakal belajar kreatif dengan membuat permainan dari bahan alam di sekitarnya.

Ada yang hanya membutuhkan pelepah pisang untuk didesain menjadi senjata bedil-bedilan, ada juga yang membuat mobil-mobilan dari kulit jeruk pamelo. Dalam kesempatan tersebut, Anas juga sempat bernostalgia mengenang masa kecilnya dengan bergabung bermain dengan Anak-anak.

"Festival Memengan ini juga mengajarkan tentang proses pengenalan kembali permainan Anak-anak. Saat melibatkan orang tua dalam proses pembuatan permainan ini," katanya.

Selain Festival Memengan, sejumlah komunitas yang didirikan warga di Banyuwangi juga bergerak untuk melestarikan permainan Anak-anak.

Komunitas Kampoeng Baca Taman Rimba (Kampoeng Batara) di Kalipuro, Banyuwangi rutin mengajarkan kembali indahnya permainan tradisional kepada Anak-anak tiap libur akhir pekan.

"Setiap Minggu di sini ada 30 lebih Anak-anak di sekitar yang rutin datang bermain bersama. Mereka bebas memilih, dan sebelum bermain ada kegiatan membaca buku cerita bersama," ujar Founder Kampung Batara, Widi Nurmahmudy.

Berdirinya Kampoeng Batara, juga bagian dari keprihatinan Widi atas meningkatnya penggunaan game gawai yang digandrungi Anak-anak di desanya.

"Sekarang Anak-anak sudah tidak ada lagi yang bermain handphone. Karena salah satu peraturan kalau mau main bersama di Kampoeng Batara tidak boleh bawa handphone. Sekarang Anak-anak di sini, sebelum lulus SMP tidak ada yang main hp," katanya.

(MT/MUA)
  1. Festival Banyuwangi
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA