1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Besok tradisi Tumpeng Sewu kembali digelar di Desa Adat Kemiren

"Begitu matahari terbit, kasur segera dikelurakan dan dipepeh (dijemur) di depan rumah masing-masing warga," kata Suhaimi.

Ritual Mepe Kasur jelang Idul Adha. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mochammad Andriansyah | Sabtu, 03 September 2016 13:16

Merdeka.com, Banyuwangi - Pemkab Banyuwangi, Jawa Timur, kembali menggelar ā€ˇFestival Tumpeng Sewu pada Minggu (4/09) sore. Gelar tradisi adat masyarakat Osing di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah ini biasa digelar sepekan sebelum Hari Raya Idul Adha.

Tradisi Tumpeng Sewu yang terus dirawat dan digaungkan pemerintah daerah setempat tersebut sebagai simbol rasa syukur masyarakat di Desa Kemiren atas berkah Tuhan Yang Maha Esa.

Tradisi turun-temurun ini biasanya diawali dengan ritual 'mepeh kasur' atau menjemur ranjang di depan rumah masing-masing warga. Kasur yang dijemur unik. Hanya ada dua warna, yaitu merah dan hitam. Dua warna ini menjadi ciri khas kasur milik warga Kemiren.

Ritual bersih-bersih tempat tidur yang dimulai sejak pagi hingga sore hari oleh masyarakat Suku Osing, yang merupakan suku asli di Banyuwangi ini diyakini dapat membersihkan diri dari segala macam bagebluk (penyakit).

"Begitu matahari terbit, kasur segera dikeluarkan dan dipepeh (dijemur) di depan rumah masing-masing warga, sambil membaca doa dan memercikkan air bunga di halaman," kata sesepuh ritual adat di Desa Kemiren, Suhaimi, Sabtu (3/9).

Tradisi mepeh kasur ini, lanjut Suhaimi, dimulai pukul 07.00 hingga pukul 14.00 WIB. "Kemudian sebelum azan asar, kasur-kasur tersebut dimasukkan kembali ke dalam rumah," ujarnya.

Kata Suhaimi, selain menyuguhkan tradisi adat warga Kemiren tiap tahun, para pengunjung juga bisa menikmati jajanan khas desa adat tersebut. Jajanan khas itu antara lain; pisang goreng telur, kucur, cenil, tape ketan khas Osing, hingga kuliner rujak soto dan pecelan.

"Tepat pukul 14.00 WIB, usai warga memasukkan kasurnya akan dilakukan arak-arakan barong untuk mengelilingi desa. Tapi sebelum arak-arakan dilakukan, sesepuh desa berziarah dulu ke makam leluhur desa, yaitu Mbah Buyut Cili," ungkap Suhaimi.

Selanjutnya gelar ritual adat ini akan diteruskan dengan selamatan Tumpeng Sewu. Setiap rumah di Desa Kemiren akan menyuguhkan tumpeng. Tumpeng-tumpeng yang diletakkan di depan rumah masing-masing warga ini adalah nasi berbentuk kerucut dengan lauk pauk khas, seperti pecel pithik (ayam panggang dibalut parutan kelapa).

"Minimal, masing-masing warga mengeluarkan satu tumpeng. Ritual ini akan dimulai sesudah azan magrib, setelah salat berjamaah di Masjid Nur Huda," katanya lagi.

Sebelum makan nasi kenduri ini, warga diajak berdoa bersama-sama kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tujuannya agar Desa Kemiren dijauhkan dari segala macam bencana, sumber penyakit dan sebagainya.

"Ritual Tumpeng Sewu ini, diyakini sebagai selamatan tolak bala. Karena alasan inilah, warga Suku Osing di Desa Kemiren tetap menjaga tradisi ini hingga turun-temurun. Juga ngarak barong sebagai simbol penjaga Desa Kemiren," terang Suhaimi lagi.

Tak hanya doa bersama, setelah salat berjamaah, warga juga akan menyalakan oncor ajug-ajug (obor bambu berkaki empat) sepanjang jalan desa sebagai penerangan.

Menariknya, api pertama penyalaan obor ini diambil dari Kawah Ijen, yang mengeluarkan nyala api berwarna biru (blue fire). Setelah obor pertama dihidupkan, seluruh warga akan menggelar tumpengnya di depan rumah masing-masing untuk dimakan bersama-sama.

Tumpeng berbentuk kerucut yang disuguhkan warga, memiliki makna petunjuk untuk mengabdi kepada Sang Pencipta. Selain itu juga sebagai simbol dari kewajiban saling menyayangi sesama manusia dan lingkungan alam sekitar.

Sementara pemberian pecel pithik, yang menjadi lauk pendamping, bermakna sebagai pesan moral tinggi, yaitu 'gucel-ucel barang sithik'. Ini dimaksudkan untuk mengajak orang berhemat dan bersyukur dengan apa yang telah dimilikinya.

"Akhir ritual ini akan ditutup dengan mocoan lontar, mengkidungkan tembang lontar macapat Yusuf di dua tempat, yaitu di Balai Desa Kemiren dan Pendopo Barong Kemiren," kata Suhaimi memungkasi.

(MT/MA)
  1. Info Banyuwangi
  2. Pariwisata
  3. Seni dan Budaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA