Anomali cuaca tahun ini, diakibatkan air laut di Samudera Hindia masih menyimpan panas. Sehingga terus memproduksi awan hujan.
Merdeka.com, Banyuwangi - Musim kemarau seharusnya sudah tiba, namun hingga kini hujan masih mengguyur Kabupaten Banyuwangi. Sejumlah sektor pertanian, kali ini juga diprediksi mengalami tantangan. Ada yang diuntungkan, juga dirugikan.
Banyuwangi, Yustoto Widiarto Prakirawan, Stasiun BMKG Meteorologi Kelas III memprediksi intensitas hujan di Banyuwangi dan di Kota kawasan Tapal Kuda akan berlangsung hinggal akhir Bulan Juli.
Anomali cuaca tahun ini, diakibatkan air laut di Samudera Hindia masih menyimpan panas. Sehingga terus memproduksi awan hujan.
"Sebenarnya sudah harus masuk musim kemarau. Diprediksi tahun ini bakal mengalami kemarau basah," kata dia.
Menghadapi cuaca ekstrem, Kepala Dinas Pertanian, Arief Setiawan menjelaskan, sejumlah sektor pertanian secara umum mendapatkan tantangan, terutama serangan penyakit.
"Seperti durian mulai bulan Februari, Maret, April, Mei sebenarnya sudah harus banyak di pasaran, itu akibat iklim yang ekstrem," ujar Arief saat berkunjung di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Rabu (19/7).
Arief melanjutkan, petani bisa memanfaatkan layanan keliling Mobil Layanan Terpadu (Bilaperdu) untuk memberikan konsultasi gratis kepada petani.
Petani cukup menghubungi call center 081931991545 untuk mendapatkan layanan konsultasi Bilaperdu.
"Hama itu akan sulit dikendalikan kalau tidak ada penanganan. Saat ini yang dominan hama wereng menyerang padi," jelasnya.
Banyuwangi kata Arif, sangat mengutamakan padi, jagung dan kedelai untuk ketahanan pangan nasional. Luas pertanian produktif di Banyuwangi saat ini, mencapai 65.457 hektare.
"Selama iklim ekstrem ini, kalau penanganan hama bagus masih bisa surplus," katanya.
Dedy (31) petani semangka asal Rogojampi mengatakan, sejak awal Juni, bibit semangka yang baru ditanam usia 15 hari di lahan seperempat hektare, separuhnya mati akibat tergenang luapan air.
Setelah ditanam ulang, lanjut Dedy, saat ini sudah mulai memasuki masa berbunga. Kemudian harus menunggu cuaca panas untuk proses pengawinan bunga secara manual.
"Sekarang belum, mungkin seminggu lagi mulai berbunga. Padahal selama ini saya selalu memanfaatkan info dari BMKG," ujarnya.
Sementara Hasyim Wahid, petani palawija dan padi asal Srono mengatakan, selama anomali cuaca ekstrem, padinya sulit tumbuh dan berwarna kemerahan. "50 persen tidak mau tumbuh. Akhirnya sekarang saya bajak lagi padi yang rusak itu, mau tanam ulang padi lagi. Semua rusak akibat cuaca," jelasnya.
Hasyim mengatakan, belum mengetahui bahwa ada layanan informasi layanan konsultasi Bilaperdu dari Dinas Pertanian, agar potensi kegagalan panen bisa ditekan.
Sementara itu, Rindy petani buah naga asal Tegaldlimo juga waspada terhadap cuaca ekstrem tahun ini. Sebab Juli sudah memasuki masa bunga yang bisa busuk akibat terkena hujan.
"Kalau terus menerus terkena hujan, bunganya bisa busuk dan tidak bisa mengawinkan," jelasnya.
Dari satu hektare tanamannya, dia memperkirakan bisa mengurangi produktivitas hingga 30 persen.
Dinas Pertanian mencatat, tanaman jeruk dan buah naga di Banyuwangi, sudah mencapai hampir 16.000 hektare di lahan pertanian produktif.