"Cita-citanya dia tinggi ingin menjadi dokter. Pendidikannya akan kami perhatikan, jangan sampai ada bullying," kata Yusuf Widyatmoko.
Merdeka.com, Banyuwangi - Setiap pukul 09.00 WIB saat jam istirahat, Dwi Jossy (14) siswa SDN 6 Genteng, Kabupaten Banyuwangi harus pulang ke rumahnya untuk mengganti popok. Sejak lahir, Jossy sudah tidak memiliki alat kelamin dan anus. Tanpa dirasa, popok yang dia kenakan akan penuh dengan feses dan urine.
"Setiap hari Jossy mengganti popoknya sampai lima kali," ujar Sumarni (41) Ibu Jossy, saat ditemui di rumahnya, Jalan Dewata, Dusun Karangan, Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng, Selasa (1/8).
Sumarni bercerita, saat melahirkan anaknya sempat dirujuk di RSUD Soetomo Surabaya, dan dirawat dalam kotak inskubator bayi selama dua bulan.
"Dokter baru berani membuatkan saluran alat bantu Buang Air Besar (BAB) dan kencing setelah usianya 1,5 tahun dan beratnya saat itu lima kilogram," ujar Sumarni.
Jossy dibuatkan saluran bantu untuk BAB dan kencing di perutnya sebelah kiri. Namun usus Jossy masih dalam posisi di luar, sehingga harus terus dibungkus dengan popok.
"Pernah ususnya mau dimasukkan ke dalam perut, tapi kata dokter dia tidak punya tulang penyangga dan tidak ada kantung kemihnya," terangnya.
Dalam akta kelahirannya, Jossy tertulis berkelamin perempuan. Dengan harapan alat kelaminnya lebih mudah dioperasi untuk menjadi seorang perempuan.
Sejak masuk di pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), Sumarni memutuskan untuk mendandani anaknya dengan pakaian seperti perempuan. Seperti memakai rok dan pita rambut. Namun setelah saat ini duduk di bangku kelas 6 SD, Jossy memutuskan ingin menjadi laki-laki.
"Sejak kecil, dia saya dandani perempuan. Tapi mulai dewasa mungkin sudah mulai tahu jati dirinya. Sekarang dia mau SMP, saya bingung. Dia mau jadi laki-laki dan tidak mau jadi perempuan," ujarnya sambil menunjukkan foto Jossy saat masih TK.
Ingin segera dioperasi
Hingga saat ini, Jossy masih mengenakan seragam rok di sekolahnya. Meski mengenakan rok, dia mengaku suka olahraga sepak bola. Karena ususnya sakit bila digunakan bermain bola, dia kemudian memilih bermain badminton.
"Saat ulang tahun kemarin saya minta dibelikan raket," ujar Jossy yang duduk di samping Ibunya.
Jossy sendiri, sudah siap bila dioperasi untuk menjadi laki-laki. Namun berat badannya masih 14 kilogram, dan sempat ditanyakan dokter baru bisa setelah berat tubuhnya mencapai 20 kilogram.
"Saya siap dioperasi, tidak sakit kok. Saya ingin lanjut sekolah dan menjadi dokter," ujar Jossy.
Ingin segera berat badannya naik, namun setiap Jossy makan sedikit banyak, maka semakin cepat pula dia akan mengeluarkan feses dan urine.
"Apalagi kalau makan pedas, gak lama langsung keluar. Jadi sulit berat badannya naik," kata Ibu yang bekerja sebagai pedagang jajanan ketan di pasar Genteng ini.
Ibu yang sudah berpisah dengan suaminya empat tahun lalu ini, secara bertahap menginginkan usus anaknya yang keluar, terlebih dahulu bisa segera dioperasi untuk dimasukkan ke dalam perut.
Prihatin dengan kondisi Jossy Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko menjenguk Jossy dan berjanji akan memantau kondisinya hingga bisa segera dioperasi. "Kita berupaya untuk mendampingi dan terus memantau sampai bisa dioperasi. Karena kendalanya anak ini ingin kelaminnya laki-laki, secara teknis sulit," jelas Yusuf usai menjenguk di kediaman Jossy.
Bila sudah siap dioperasi, lanjutnya, Pemkab Banyuwangi sudah menyiapkan rumah singgah untuk pasien yang dirujuk ke Surabaya. Tidak hanya kesehatan dan proses operasi, pihaknya juga bakal memperhatikan masa depan pendidikan Jossy.
"Cita-citanya dia tinggi lho ingin menjadi dokter. Jadi pendidikannya akan kami perhatikan, jangan sampai ada bullying juga," jelasnya.
Di sisi lain, Miketusridah (38) guru SDN 6 Genteng yang mengajar Jossy mengatakan, selama ini teman-teman Jossy bisa menerima. Dia sendiri juga menjaga Jossy agar tidak mendapatkan perlakuan diskriminasi.
"Teman-temannya di sekolah menerima, dan Jossy tergolong anak yang pintar pelajaran matematika dan IPA," ujarnya.
Mike sendiri juga berharap agar anak didiknya ini bisa segera dioperasi sesuai keinginannya menjadi seorang laki-laki. "Saya kasihan setiap jam istirahat 9 pagi, dia selalu pulang ke rumahnya untuk mengganti popok," katanya.