1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Kuliner ayam kesrut Banyuwangi, sedikit rempah tapi kaya rasa

Rempah-rempah pokok yang digunakan dalam kuliner Ayam Kesrut hanya tiga jenis, terasi, cabai dan belimbing wuluh.

Ayam kesrut . ©2018 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Kamis, 12 April 2018 16:03

Merdeka.com, Banyuwangi - Dalam puluhan festival yang diadakan tiap tahunnya kali ini Festival Banyuwangi Kuliner (Bakul) mengangkat makanan Ayam Kesrut, kuliner tradisional khas suku Osing Banyuwangi. Selain makanan yang disajikan masih kental dengan unsur lokal, kebanyakan makanan khas Banyuwangi memiliki cita rasa yang kaya. Salah satu yang paling populer adalah kuliner Rujak Soto, Pecel Rawon, Pecel Kare, sampai Rujak Bakso, tentu semuanya kaya akan rempah.
Meski begitu, Banyuwangi juga punya kuliner dengan sedikit rempah tapi tetap punya cita rasa kuat, seperti Ayam Kesrut dan Geseng Bangsong.

Akhir pekan ini,Festival Banyuwangi Kuliner yang diikuti 200 peserta masak di Taman Blambangan, Kamis (12/4). Ayam Kesrut merupakan kuliner tradisional yang umum dimasak oleh masyarakat Suku Osing.

Umumnya, rempah-rempah pokok yang digunakan dalam kuliner Ayam Kesrut hanya tiga jenis, terasi, cabai dan belimbing wuluh. Kemudian tambahan penyedap rasa menggunakan gula serta garam.

Meski demikian, beberapa warga suku Osing punya resep tambahan sesuai selera. Mamet, salah satu juru masak kuliner tradisional asal Kecamatan Singojuruh biasa memasak Ayam Kesrut dengan tambahan bawang merah, kecombrang dan irisan pepaya.

"Kalau bawang putih memang endak. Dan kuliner ini sering dibuat waktu lebaran. Kan pasti potong ayam, yang bagian ceker, kepala, leher, sayap pasti dibikin Ayam Kesrut. Dan itu yang laris pertama di dalam keluarga," kata Mamet.

Selain itu, Surit (34) peserta pemasak Ayam Kesrut asal Desa Olehsari, Kecamatan Glagah juga menambahkan kecombrang untuk menambah aroma harum.

"Buat nambah aroma, biar lebih segar," ujar Surit.

Sementara di kawasan masyarakat Osing lain, di Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah juga punya resep tambahan sendiri untuk membuat Ayam Kesrut. Tentunya dengan varian yang masih minim rempah.

Dari tiga rempah dan bumbu pokok seperti cabai, terasi dan belimbing wuluh, warga Bakungan hanya menambah daun bawang untuk menyegarkan rasa.

"Pokoknya bumbunya sedikit, seperti kalau mau bikin sambal," ujar Yuliati, salah satu peserta masak asal Bakungan.
Meski ada sedikit perbedaan dari hasil kreasi sesuai selera, kuliner Ayam Kesrut bagi masyarakat Using punya kemiripan dengan kuliner Uyah Asem. Beberapa menyebutnya sama.

"Kalau menurut saya berbeda, meski rempahnya sama. Kalau Uyah Asem bumbunya ditumis dulu, kalau Ayam Kesrut bumbunya diolah mentah," jelasnya.

Ayam Kesrut, menggunakan olahan daging ayam kampung. Cara memasaknya cukup direbus dan memasukkan bumbu yang sudah dihaluskan.

Setelah bumbu meresap ke daging, kuliner siap disajikan. Soal rasa, tentu segar dengan sedikit masam cukup dominan dari bumbu belimbing wuluh. Sangat pas disajikan dengan nasi yang hangat.

Selain Ayam Kesrut, kuliner Geseng juga sangat minim rempah. Geseng hanya menggunakan cabe, terasi, kemiri dan pupus daun wadung, serta penyedap garam dan gula.

Namun soal rasa, daging entok yang diolah menjadi kuliner Geseng bisa harum, dan rasa masam daun wadung menghilangkan bau daging.



Kaya rempah dan ide kuliner

Kuliner kaya rempah dengan rasa yang masih mudah diterima di lidah juga banyak di Banyuwangi. Rata-rata kuliner kaya rempah merupakan ide penggabungan dua kuliner yang berbeda. Beberapa di antaranya ada Rujak Soto, Rujak Bakso, Pecel Kare, dan Pecel Rawon.

Mamet menjelaskan, Rujak Soto menggunakan rempah mulai dari terasi, petis, cabe, pisang batu, gula merah, gula putih, kacang, jahe, kunyit, bawang merah, bawang putih, duan jeruk, serai, kunyit, kemiri, dan merica.

"Nah ini dimasak sendiri dulu sotonya. Baru bikin rujaknya, terus digabung. Karena digabung, jadi khas Banyuwangi. Sebenarnya soto dan rujak bukan khas sini," terangnya.

Budayawan Banyuwangi, Hasnan Singodimayan (86) mengatakan, Banyuwangi punya ide kuliner yang kaya dan punya jiwa bertahan. Sejak dibukanya areal perkebunan di era Kolonial Belanda sekitar 1870-an, yang membuat banyak pendatang masuk ke Banyuwangi membuat ragam kuliner dari luar daerah masuk. Akulturasi kebudayaan, bukan hanya dalam seni dan bahasa, namun juga soal makanan.

"Era pendudukan Jepang juga menambah ragam kuliner, saat masa ketahanan pangan. Masyarakat dituntut punya ide untuk membuat olahan makanan baru, seperti genjer yang dulunya dibuat makan ternak akhirnya diolah untuk makanan sehari-hari manusia," ujarnya.

Seperti Ayam Kesrut, kata Hasnan, meski minim rempah, termasuk kuliner golongan kelas menengah di era tahun 1950-an.

"Saya termasuk dari keluarga orang punya, itu beli separo. Dulu makan telur itu mahal. Seperti ayam kesrut itu termasuk makanan istimewa," jelasnya.

Sementara sebutan Ayam Kesrut diambil dari istilah kecrut atau diseruput. "Jadi cara makannya sambil diseruput," katanya.

(ES/MUA)
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA