Para tamu yang berkunjung, akan diajak keliling perkebunan kopi. Melihat petani memetik dan menjemur kopi.
Merdeka.com, Banyuwangi - Aroma semerbak biji kopi menguap di antara rumah warga Desa Telemung, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi.
Selama bulan Juni sampai Desember nanti, warga Telemung sibuk memanen kopi di kebunnya. Sekitar 500 hektare luas Desa Telemung, ada 300 hektare yang ditanami kopi.
Saat Merdeka Banyuwangi ke sana, hampir di sekitar rumah warga Telemung dipenuhi tanaman kopi jenis robuta. Kopi-kopi terebut lantas di jemur di depan rumah masing-maing. Berada di ketinggian 500 Mdpl, para buruh petik kopi terlihat sibuk memilih biji yang sudah berwarna merah.
Dalam sekali musim, perkebunan kopi rakyat seluas 9 hektare milik Martoyo bisa menghasilkan 6 sampai 7 ton biji kopi kering. Sedangkan kopi luwak liar, hasil temuan buruh petik yang dikumpulkan bisa mencapai satu kwintal lebih.
"Setelah itu dikirim ke Kalibaru, gudangnya ada di sana. Dari data kelompok tani, Kecamatan Kalipuro sini pernah menghasilkan sampai 500 ton," tuturnya kepada Merdeka Banyuwangi.
Melihat potensi panen yang melimpah, Martoyo dan menantunya Imam Mukhlis (25), mengolah potensi perkebunan rakyatnya menjadi destinasi wisata.
Mulanya, Imam membuat rumahnya menjadi Omah Kopi pada tahun 2015. Sebuah tempat yang menyediakan paket wisata menikmati kopi. Sekaligus bisa membeli produk kopi hasil olahan sendiri.
Melalui media sosial, Imam mengenalkan produk olahannya. Mulai dari kopi luwak, kopi lanang, kopi rubusta Telemung dan kopi lanang. Sekaligus paket jalan-jalan ke perkebunan. Bisa merasakan proses memetik kopi, menyangrai sampai menyeduh sendiri.
"Para tamu yang berkunjung, akan diajak keliling perkebunan kopi. Melihat petani memetik kopi, menjemur, bisa ikut menyangrai sampai membuat kopi luwak sendiri," ujar Imam.
Hasilnya, sudah banyak wisatawan lokal dan luar negeri yang tertarik untuk berkunjung dan membeli produknya di Omah Kopi. Terutama untuk jenis kopi luwak.
"Mereka banyak yang penasaran dengan kopi luwak. Yang pernah berkunjung sebagian besar dari Jerman, Swiss, Australia dan Mesir. Ada juga dari Italia dan Amerika pernah ke sini. Paling sering dari Jerman. Tanggal 17 besok ada tamu Belanda. Mau bermalam di sini. Di rumah saya sediakan kamar penginapan," ujarnya.
Imam mengatakan, para wisatawan yang datang sangat suka mengolah biji kopi luwak hingga menjadi seduhan kopi. Imam, cukup menyediakan kompor portabel, alat penghalus biji kopi, mocapot untuk merebus air sekaligus menjadi seduhan dan cangkir.
"Mereka sangat suka buat sendiri, sedikit-sedikit ditengok, sudah mendidih belum," ujarnya.
Dari situ, Imam bisa meningkatkan harga jual kopi luwak. Satu kilogram kopi luwak dihargai Rp 2 juta rupiah. "Itu harga untuk wisatawan asing," tuturnya.
Kualitas kopi luwak olahan Imam memang asli diambil dari perkebunan. Bukan kopi luwak hasil penangkaran. Buruh petik kopi akan mengumpulkan hasil fermentasi luwak liar.
"Metiknya mulai jam 6 pagi. Sehari dapat 50 kilogram. Ya sambil nyari kopi luwaknya kalau nemu," ujar Hasan, buruh petik kopi, sambil bekerja. Tiap kilogram hasil memetik dihargai Rp 1000 rupiah.
Selain bisa memetik dan menyeduh kopi sendiri, wisatawan juga bisa bermain dengan luwak yang sudah disediakan Imam. Ada satu ekor luwak yang dipelihara, untuk menghilangkan rasa penasaran wisatawan.
"Di negaranya kan gak ada luwak. Mereka banyak penasaran, kadang disebut kucing," ujar Imam.