"Mudah-mudahan dalam waktu dekat, apron baru 16 ribu meter persegi sudah bisa dioperasikan, sehingga bisa menampung 9 pesawat narrow body".
Merdeka.com, Banyuwangi - Pengelola Bandara Banyuwangi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Angkasa Pura II membidik pasar wisata yang dinilai potensial untuk penerbangan. Hal ini dilakukan sejalan dengan percepatan pengembangan infrastruktur Bandara Banyuwangi untuk menyambut IMF World Bank pada Oktober bulan depan.
PT Angkasa Pura II, akan membuat triangle tourism yang memadukan tiga kluster wisata antara Bali, Banyuwangi dan Lombok menjadi segitiga pintu masuk wisatawan asing.
Dirut Angkasa Pura II, M Awaluddin mengatakan, gagasan tersebut berawal dari arahan Menteri BUMN Rini Soemarno yang mengintruksikan agar pesawat berbadan kecil atau propeler yang ada di Bandara Ngurah Rai, Bali untuk dipindahkan ke Banyuwangi.
"Ada kabar baik, Bu Rini sudah memerintahkan Dirut Angkasa Pura I, karena yang punya Denpasar, untuk memindahkan pesawat-pesawat berbadan kecil, propeller, ATR 72, pesawat yang tidak bermesin jet yang selalu ngendown di Bandara Ngurah Rai, akan dipindahkan ke Banyuwangi. Itu akan bikin bandara Banyuwangi lebih ramai," jelas Awaluddin, pekan lalu, Kamis (30/8).
Sementara itu untuk menyambut rencana tersebut, Angkasa Pura II sedang mempercepat penyelesaian fasilitas pengembangan Bandara Banyuwangi. Sekaligus menyambut persiapan Bandara Banyuwangi sebagai penyangga Bandara Ngurah Rai menyambut IMF World Bank.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat, apron (tempat parkir pesawat) baru 16 ribu meter persegi sudah bisa dioperasikan, sehingga bisa menampung 9 pesawat narrow body. Karena kita sudah bersiap-siap menyambut IMF World Bank di Bali bulan Oktober nanti," jelasnya.
Tidak hanya apron, perpanjangan dan pelebaran landasan dari sebelumnya 2250x30 meter persegi menjadi 2500x45 meter persegi.
Kemudian parkir kendaraan dari 2000 meter persegi kapasitas 80 menjadi 5000 meter persegi kapasitas 260 Kendaraan. Terminal penumpang juga diperluas dari 7000 meter persegi menjadi 20.000 meter persegi.
Sebagai dampak jangka panjang dalam momentum IMF World Bank, wisatawan di Kabupaten Banyuwangi akan terintegrasi dengan Bali dan Lombok.
"Menjadi satu kawasan yang terpadu, kawasan yang terintegrasi, karena walau bagaimanapun sampai hari ini, Bali ini tetap menjadi magnetnya pariwisata. Setiap orang memang pengen ke Bali, tapi sebelum ke Bali, maksudnya Bu Menteri, ya Mbok tidur semalam dua malam mampir ke Banyuwangi dulu kan," kata dia.
Awaluddin menambahkan, penumpang di Bandara Banyuwangi saat ini rata-rata sudah mencapai 1400 orang per hari, naik dua kali lipat dari sebelumnya.
"Kalau satu orang wisatawan yang datang dan pergi dalam sehari blonjo Rp 1 juta, dan yang datang pergi ada 1400 orang per hari, kan sudah ada Rp 1,4 miliar perputaran ekonomi Banyuwangi," kata dia.
Bila triangle tourism diintegrasikan, lanjutnya, maka bandara di Banyuwangi maupun di Lombok akan lebih ramai lagi. Harapannya, target kunjungan mencapai 20 juta wisatawan mancanegara pada 2020 bisa tercapai.
"Landingnya ke Banyuwangi nanti terus naik kapal ke denpasar, Nusa Dua, Kute, termasuk Lombok juga begitu," ujarnya.
Bandara Banyuwangi yang berkonsep pariwisata, juga akan dikembangkan menjadi Low Cost Carrier Airport (LCCA) yang memiliki tren kenaikan hingga 55 persen per tehun. Dengan LCCA, Bandara Banyuwangi diproyeksikan bisa memikat kunjungan wisatawan di Jawa Timur.