1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Pemilik galeri Omah Seni, pernah tak diakui bapak sebelum sesukses sekarang

"Bapak ingin saya menjadi PNS. Karena pegawai negeri jadi kebanggaan waktu itu," kata Yadi.

Galeri Omah Seni Banyuwangi. ©2018 Merdeka.com Reporter : Mohammad Taufik | Sabtu, 13 Oktober 2018 17:56

Merdeka.com, Banyuwangi - Kota Banyuwangi kini memiliki galeri lukisan yang bisa dikunjungi masyarakat setiap hari bernama Omah Seni di Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah. Galeri kesenian yang bisa dijangkau dengan jalan kaki dari stasiun kereta api Karangente itu milik Supri Yadi K (60), pelukis asli Banyuwangi yang karyanya berjudul Paju Gandrung berhasil masuk menjadi koleksi istana negara.

Kemampuan melukis itu tidak didapatnya dari kedua orang tuanya melainkan dia pelajari secara otodidak. Ayahnya yang bekerja sebagai sopir itu justru melarang keras dia belajar lukis dan menginginkan Yadi anaknya jadi pegawai negeri sipil (PNS).

"Bapak ingin saya menjadi PNS. Karena pegawai negeri jadi kebanggaan waktu itu," kata Yadi kepada Merdeka Banyuwangi, Sabtu (13/10).

Perjalanan laki-laki berambut putih panjang itu membentuk diri menjadi seorang pelukis bermula setelah lulus dari SMEA Negeri Banyuwangi (sekarang SMK Negeri 1 Banyuwangi) jurusan Tata Buku atau pembukuan tahun 1977. Tanpa restu sang ayah, Yadi muda berangkat ke Jakarta untuk mengenal dunia lukis.

"Niat saya hanya ingin jadi pelukis, tapi ternyata harus diproses (belajar) dulu, ke Bali," ceritanya.

Jadilah Yadi hijrah ke Banjar Abiansemal Lodtunduh, Ubud, Bali, tahun 1980 untuk belajar seni rupa. Pria yang mengaku merasa tak berguna bila 3 hari tak melukis itu kemudian aktif mengikuti berbagai pameran lukisan di Jakarta dan Surabaya hingga lambat laun banyak orang yang mengenal dirinya.

Karyanya beberapa kali ditulis kritikus dan pengamat seni rupa Agus Dermawan T yang turut mendukung masyhurnya lukisan-lukisan Yadi. Selanjutnya Agus yang juga merupakan kurator seni rupa istana negara manyatakan karya Yadi layak masuk istana saat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tengah menjabat sebagai presiden.

Seiring keberhasilan Yadi di dunia seni, Kusnun, bapaknya yang dulu tidak mengakui dan menganggapnya luntang-lantung tak jelas berubah membanggakannya kepada orang lain. Bila dulu murung, Kusnun jadi selalu tersenyum saat menceritakan pekerjaan Yadi anaknya kepada sesama sopir.

Teknik baru dengan Air

Pada pameran tunggal karya Yadi di Taman Ismail Marzuki Jakarta tahun 2002, Agus menuliskan bahwa mula-mula Yadi adalah pelukis yang menganut realisasi fotografis. Agus juga mencatatkan Yadi berkembang menghilangkan dominasi satu warna, dan yang muncul adalah lambaran nuansa-nuansa warna apa saja.

"Pada tahun 1989 Yadi menemukan sebuah teknik baru, yang pada babak selanjutnya menghadiahi titik-titik positif dalam kehidupannya, keleluasaan berkreasi dan rejeki," tutur Agus dalam sebuah tulisan berjudul Karya-karya S Yadi K Potret Perjalanan Air.

Seperti juga pelukis lain, Yadi telah mempelajari membuat seni rupa menggunakan berbagai media seperti cat minyak, cat air, akrilik, hingga pastel. Kemudian didalaminya campuran pastel dan air tawar hingga berkembang ke campuran media-media lainnya.

"Lebih menekankan pada art, banyak lelehan yang sekiranya kata teman mengganggu, tapi saya lebihkan di sana," kata Yadi mengenai hasil lukisannya.

Yadi mengatakan hanya dia satu-satunya pelukis yang menggunakan campuran media dan air di atas kanvas di Indonesia, bahkan di Dunia. Sementara pelukis lain tidak ada yang mencampurkan media pastel dengan air.

Tidak hanya media pewarna yang dia kreasikan, melainkan juga kanvas. Kertas cat air bisa menjadi tempat melukis campuran pastel dan air, namun ukuran luasnya terbatas. Kemudian Yadi melakukan berbagai percobaan hingga kanvas yang dia gunakan tidak kendor meski dibentang luas dan basah karena diwarnai menggunakan media campuran air.

"Tahun 90-an saya membuat eksperimen selama 4 tahun, sehingga ketemu kanvas yang cocok dengan teknik itu (campur air)," kata pelukis yang khatam membuat rupa-rupa penari Gandrung Ini.

Dia mengatakan masing-masing seniman pada akhirnya harus berhasil mendapatkan pencapaian jati diri. Teknik mencampurkan media dengan air dikatakannya merupakan pencapaiannya sendiri hingga mendapatkan keunikan karya dan diperhitungkan para peminat dan penikmat seni rupa.

Membuka galeri seni di Kelurahan Bakungan Banyuwangi juga menjadi pencapaiannya yang lain yang tidak pernah direncanakannya. Bersama komunitas Forum Perupa Banyuwangi, bahkan Omah Seni direncanakan menjadi destinasi wisata seni lukis Banyuwangi.

"Saya ini yang penting berkarya, ternyata lukisan saya masuk istana negara itu seperti mimpi. Sama kawan-kawan dibantu membuat Omah Seni, seperti mimpi lagi. Dijadikan destinasi wisata juga seperti mimpi lagi. Nggak nyangka saya akan menjadi seperti ini," katanya.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat membuka Omah Seni menceritakan karya Yadi yang dipajang di Pendopo Sabha Swagata Blambangan sering menarik perhatian orang. Namun koleksi itu merupakan inventaris resmi Pendopo sehingga tidak bisa dijual kepada orang lain begitu saja.

"Semua lukisan di Pendopo dan di Kantor Pemkab Banyuwangi adalah karya seniman dan perupa Banyuwangi. Jangan sampai kesenian dan kebudayaan lokal tersingkir dari tempat-tempat penting," kata Anas.

Dia juga berharap Omah Seni bisa dikunjungi wisatawan dengan minat khusus, yang tidak hanya melihat hasilnya tapi juga bisa melihat proses melukisnya. Dikatakannya wisatawan kelas menengah ke atas suka menikmati orang sedang melukis, lamanya 1 jam juga akan tetap ditunggu.

Selain itu dikatakannya Pemkab Banyuwangi mengharuskan investor untuk meletakkan simbol-simbol seni rupa khas Banyuwangi di hotel-hotel mereka. Simbol-simbol kebudayaan itu bisa berupa Rumah Osing, patung Gandrung, motif batik Gajah Oling, hingga burung Cucak Ijo yang merupakan satwa endemik di Taman Nasional Alas Purwo.

"Kita jaga agar simbol-simbol kebudayaan lokal terakomodasi. Kita titipkan peradaban lokal pada hotel-hotel dan hasilnya investor luar senang dan arsiteknya tertantang," kata Bupati berusia 46 tahun itu.

(MT/MT) Laporan: Ahmad Suudi
  1. Info Banyuwangi
  2. Seni dan Budaya
  3. Kisah Inspiratif
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA