Awalnya, RLB didirikan oleh Nurul Hikmah dengan nama rumah baca Sahabat Kecil pada 2014.
Merdeka.com, Banyuwangi - Pantang Tanya Sebelum Baca, salah satu tagline komunitas Rumah Literasi Banyuwangi (RLB). Komunitas tersebut berupaya untuk mengajak semua orang peduli membaca, belajar dan mencintai lingkungan.
Semua dilakukan dengan gratis, tanpa membayar atau dibayar. Timnya merupakan relawan dari berbagai latar belakang, ada yang guru, Tenaga Kerja Indonesia (TKI), wiraswasta, dosen, wartawan, bidan, nelayan dan sebagainya. Saat ini sudah ada 33 rumah baca dibuat oleh para relawan di bawah naungan RLB.
Awalnya, RLB didirikan oleh Nurul Hikmah dengan nama rumah baca Sahabat Kecil pada 2014. Saat teman-temannya datang, melihat aktivitas anak-anak membaca dan bermain di sana, mereka banyak yang memberi masukan. Kemudian tertarik turut serta membuat rumah baca di lingkungan rumah masing-masing.
“Sahabat kecil ini bisa dikatakan rumah baca pertama. Temenku datang tertarik, anak-anak ini kok datang dari beberapa kecamatan. Lebih baik kalau di Banyuwangi ini di setiap desa itu ada rumah baca, dan ada relawannya juga,” tutur Nurul Hikmah, menirukan ungkapan temannya, kepada Merdeka Banyuwangi di RLB, Dusun Gunung Remuk, Desa Ketapang, Rabu (23/3).
Sejak saat itu, kampanye gerakan membaca dan mengajak diadakan rumah baca bagi siapapun di lingkungannya masing-masing, mulai dirumuskan. Menurut Nurul Hikmah, saat ini sudah terlalu banyak orang yang mengkritisi keadaan, tanpa melakukan tindakan apapun, maka perlu bukti nyata.
“19 Oktober 2014 coba mengumpulkan orang orang yang bergerak, awalnya hanya 20-an orang, relawan Kopi darat (Kopdar) pertama. Kemudian pada 10 November 2014, datang ke sekolah sekolah untuk ngasih motivasi,” ujarnya.
Salah satu sekolah yang didatangi dalam program Rumah Literasi goes to School tersebut di MI Mambaul Falah, Langring. Salah satu di desa di kaki Gunung Ijen. Hal tersebut dilakukan untuk berbagi ilmu pengetahuan dengan semua orang melalui buku.
“Tujuannya ingin berbagai, peduli sama pendidikan. Kampanye harus kreatif. Masukin alam mereka, kita pakai musik, puisi, selfie, untuk masuk dunia remaja. Metode ini ditemukan sambil jalan. Tidak bisa mereka langsung disuruh baca,” jelas Nurul Hikmah.
Dia mencontohkan, untuk memantik anak-anak SD suka membaca dan menulis, dibutuhkan lewat angan-angan atau mimpi mereka. Sedangkan tingkat SMP sampai SMA dipantik dengan membangun nalar kritis dan rasa pedulinya.
Kampanye baca harus dilakukan bersama-sama untuk semua yang peduli. “Bila bergerak sendiri akan koleps. Karena ini budaya, soal kebiasaan, makanya harus banyak orang yang harus bergerak,” tegas perempuan yang akrab dipanggil Hikmah ini.
Beberapa Program Rumah Literasi
Hikmah menjelaskan, Rumah Literasi Banyuwangi dikerjakan secara kekeluargaan. Jumlah 33 rumah baca milik para relawan di setiap desa yang baru membangun akan selalu dibantu agar bisa tetap hidup. Mulai dari suplai buku, bagaimana mengajak anak-anak dan masyarakat mau membaca, serta mencari relawan mengajar dan bermain.
RLB memiliki beberapa program untuk kampanye membaca. Antara lain, gelar baca di public area. Kemudian literasi goes to school, agar bisa mengajak anak-anak untuk aktif membaca di rumah baca, mulai SD, SMP, SMA. Donasi buku, relawan yang mau menyumbangkan buku, book buster, silaturahmi ke rumah baca untuk donasi buku. Terakhir yakni ekoliterasi atau peduli lingkungan, seperti tidak membuang sampah sembarangan.
“Yang banyak orang, kami gelar lapak. Ada yang main musik, sulap melipat kertas (origami),” ujarnya.
“Dua kali bikin event, di pantai Tabuhan, dan Blimbingsari,” imbuhnya.
Strategi RLB untuk mengajak cinta lingkungan dan suka baca anak-anak SD, salah satunya dengan dongeng. “Mengimajinasikan sebuah planet. Kalau pengen ke sana, harus suka baca dan buang sampah pada tempatnya,” jelasnya.
Konsep dongeng tersebut kemudian dikembangkan oleh para relawan. Tujuannya agar mereka membiasakan diri untuk buang sampah pada tempatnya dan senang membaca.
Hikmah mengatakan, RLB memiliki beberapa keingininan. Salah satunya, di Banyuwangi bisa ada 1.000 rumah baca. Agar masyarakat Banyuwangi, memiliki minat baca yang tinggi. Saat ini, hampir setiap bulan RLB mengadakan launching rumah buku. Menariknya, para relawan RLB berasal dari beragam latar belakang.
“Yang menjadi relawan dan membuka rumah baca ada yang bidan, TKI, guru, anak SMK, wartawan, pegawai pemerintahan,” ujarnya.