"Apresiasi ini memacu kami untuk terus berbenah dalam upaya melindungi anak," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Merdeka.com, Banyuwangi - Upaya perlindungan anak dari kekerasan yang dilakukan banyak elemen di Kabupaten Banyuwangi mendapat apresiasi dari publik luas. Di sela-sela peluncuran film Untuk Angeline, Kamis malam (21/7) di Jakarta, Kabupaten Banyuwangi pun mendapat penghargaan. Selain Banyuwangi, sejumlah kabupaten dan kota lain juga mendapat penghargaan.
Acara tersebut dihadiri oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise dan sejumlah aktivis hak anak, seperti Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi alias Kak Seto.
"Apresiasi ini memacu kami untuk terus berbenah dalam upaya melindungi anak," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat dihubungi.
Anas mengatakan, terdapat sejumlah program perlindungan anak yang mengacu pada lima hak anak sesuai Konvensi Hak Anak PBB, yaitu hak sipil, lingkungan keluarga dan pengasuhan, kesehatan dasar, pendidikan dan kegiatan budaya, serta perlindungan khusus.
Untuk hak sipil, ada program 'lahir procot pulang bawa akta' yang memudahkan penerbitan akta kelahiran tak lama setelah bayi dilahirkan di rumah sakit atau Puskesmas. Sejak diluncurkan pada 2013 hingga kini telah diterbitkan sekitar 50.000 akta kelahiran dengan program tersebut.
Untuk hak lingkungan keluarga dan pengasuhan, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana mendorong pemenuhan hak anak di lingkungan keluarga. Cara-cara pengasuhan yang benar diberikan melalui sosialisasi lembaga keagamaan dan ormas terkait.
Adapun hak kesehatan dasar didorong lewat Posyandu dengan pemberian insentif kepada kader Posyandu dan perbaikan fasilitas secara berkelanjutan. "Setiap tahun dialokasikan setidaknya Rp 2 miliar untuk pemberian makanan tambahan bagi balita melalui Posyandu," ujar Anas.
Terkait hak pendidikan dan kegiatan budaya, sambung Anas, Banyuwangi memiliki program Garda Ampuh (Gerakan Daerah Angkat Anak Putus Sekolah) yang menangani permasalahan anak putus sekolah. Pada 2014, pemerintah daerah telah menjaring 1.052 anak yang terdiri atas jenjang SMA 678 anak, SMP 340 anak, dan SD 34 anak.
Selanjutnya pada 2015 berhasil mengentaskan 1.037 anak dengan rincian; jenjang SMA 638 anak, SMP 343 anak, dan SD 56 anak. Pada 2016, diidentifikasi sekitar 3.100 anak dan warga yang akan ditarik kembali bersekolah.
Selain itu, Banyuwangi juga melaksanakan program beasiswa Banyuwangi Cerdas dan Siswa Asuh Sebaya (SAS) yang memfasilitasi anak kurang mampu di dunia pendidikan. Pendidikan anak berkemampuan khusus pun diperhatikan dengan keberadaan 116 sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang terdiri atas 29 sekolah PAUD, 44 SD/MI, 26 SMP/MTs, dan 17 SMA/MA dengan 92 guru pembimbing khusus.
"Untuk hak budaya, melalui Banyuwangi Festival, anak-anak terlibat, misalnya di Festival Gandrung Sewu, Festival Permainan Anak Tradisional dan Festival Perkusi," ujar Anas.
Sementara terkait perlindungan khusus, Banyuwangi membentuk Banyuwangi Children Center (BCC) yang berupaya mewujudkan lingkungan keluarga tanpa kekerasan. BCC adalah satuan tugas yang melibatkan banyak elemen, mulai dari pemerintah daerah, aparat penegak hukum, pendidik, hingga psikolog.
Tim ini menyelesaikan permasalahan kekerasan yang ada di lingkup keluarga. "Warga cukup lapor melalui SMS Center BCC, tim bakal menindaklanjuti. Sudah ada beberapa kasus yang diselesaikan oleh BCC, seperti pelecehan seksual, penelantaran dan kekerasan fisik," kata Anas.