1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Akhirnya, petani kopi Gombengsari mulai sadar soal petik merah saat panen

"Memang semua teknik ada positif dan negatifnya. Ketika hanya memetik yang merah waktu lebih panjang, lebih lama, tapi sepadan hasilnya".

Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko. ©2018 Merdeka.com Editor : Endang Saputra | Kamis, 23 Agustus 2018 15:29

Merdeka.com, Banyuwangi - Tanda-tanda buah kopi siap dipanen dapat dilihat dari warna kulitnya. Buah kopi yang paling baik untuk dipanen adalah yang telah matang penuh, artinya buah telah berwarna merah. Namun karena berbagai alasan, para petani sering memanen buah yang masih berwarna kuning bahkan hijau, padahal karakteristik buah kopi akan berbeda dengan perbedaan tingkat kematangan.

Ketua kelompok produsen kopi Lingkungan Lerek, Gombengsari kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (merek Lego) Hariyono mengatakan, sekitar 50 persen petani kopi di Gombengsari yang memiliki 800 hektare kebun kopi rakyat, telah konsisten memetik buah kopi merah. Dia mengatakan kesadaran masyarakat tumbuh setelah digelarnya Festival Kopi dan edukasi yang dilakukan Pemkab Banyuwangi, termasuk oleh kelompok kopi Lego.

"Bila dahulu mereka para petani memetik kopi yang masih kuning bahkan hijau. Kini kesadaran masyarakat tumbuh setelah digelarnya Festival Kopi dan edukasi yang dilakukan Pemkab Banyuwangi, termasuk oleh kelompok kopi Lego. Akan konsisten memetik buah kopi merah. Dengan sendirinya usaha kecil produsen kopi seperti kami jadi lebih mudah mendapatkan bahan baku yang berkualitas. Sebagian sudah petik merah," kata pria yang kerap disapa Hao, Kamis (23/8).

Salah satu petani kopi Gombengsari Siswandi mengaku, sudah konsisten petik merah. Kopi OC atau green bean yang dihasilkannya dijual dengan harga Rp 25 ribu per kilogram. Dia mengatakan masalah yang dihadapinya sekarang adalah pemrosesan basah pasca panen yang belum bisa dilakukannya karena terbatasnya sumber daya air di Gombengsari. Padahal proses basah bisa membuat harga kopi OC petani lebih tinggi lagi.

"Proses basah kan butuh banyak air. Memang tidak sembarangan dan lebih repot tapi harganya bisa lebih tinggi," kata Siswandi.

Dia mengatakan, dengan bantuan Dinas Pertanian (Disperta) Kabupaten Banyuwangi, dia berharap bisa bekerjasama dengan pihak perkebunan besar dalam tahap pemrosesan pasca panen.

Siswandi dan belasan petani kopi Gombengsari lainnya juga telah mengikuti seminar pengelolaan kopi yang merupakan bagian dari Festival Ngunduh Kopi 73, Senin (20/8) lalu. Mereka mendapatkan ilmu-ilmu baru dari Abdul Aziz petugas Unit Layanan Perbenihan dan Perlindungan Tanaman Perkebunan Banyuwangi di bawah Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya, Kepala Bidang (Kabid) Hortikultura Dinas Pertanian (Disperta) Banyuwangi Ahmad Khoiri, dan Lia Zen pemilik Jungkir Balik Coffee Sidoarjo.

Lia Zen yang juga merupakan finalis duta kopi 2017 itu menjelaskan berbagai manfaat yang didapatkan petani saat melakukan petik kopi merah. Pertama masalah bobot kopi OC yang beda hingga 100 kilogram per 1 ton, lebih banyak petik merah daripada petik campur. Hal itu dikarenakan kopi hijau masih memiliki banyak kandungan air yang akan menguap dan mengurangi berat 30 persen setelah dijemur.

"Memang semua teknik ada positif dan negatifnya. Ketika hanya memetik yang merah waktu lebih panjang, lebih lama, tapi sepadan hasilnya," kata Lia.

Dia menjelaskan sebutir kopi hijau yang ikut disangrai, dihaluskan dan dituangkan ke segelas air panas akan merusak rasa segelas kopi tersebut. Lia menekankan sebagaimana mangga, buah kopi yang sudah masak pasti lebih enak daripada buah kopi yang masih mentah, termasuk yang masih setengah matang yang berwarna kuning.

"Kualitas segelas kopi itu 60 persen tergantung penanganan petani, 30 persen tergantung keahlian roaster, dan 10 persen tergantung kemampuan barista. Tapi kalau kualitas kopi jelek yang paling cerewet barista, ngomelin roaster, sedangkan para roaster seperti kami tidak mungkin marah ke petani," ungkap wanita yang terjun ke dunia kopi sejak 2015 itu.

Dia juga mengatakan 3 tahun terakhir memang jenis arabika yang menjadi primadona kebanyakan pecinta kopi. Namun dia mengatakan pasar kopi jenis robusta akan naik dan diminati semakin banyak orang 3 tahun mendatang. Lia mendorong petani kopi Gombengsari yang semuanya menanam robusta terus berupaya memperbaiki pengelolaan kopi mereka sehingga bisa menjadi bagian dalam naiknya pasar robusta tersebut.

 

(ES) Laporan: Ahmad Suudi
  1. Pertanian
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA