652 bahasa daerah di Indonesia. Sementara yang teridentifikasi mengalami kondisi aman, rawan hingga punah oleh badan bahasa, terdapat 71 bahasa.
Banyuwangi.merdeka.com - Kepala Bidang Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa, Badan Bahasa Kemendikbud, Ganjar Harimansyah, menyampaikan di Indonesia saat ini tercatat ada belasan bahasa daerah yang sudah dinyatakan punah.
Bada bahasa saat ini sudah memetakan terdapat 652 bahasa daerah di Indonesia. Sementara yang teridentifikasi mengalami kondisi aman, rawan hingga punah oleh badan bahasa, terdapat 71 bahasa. Data tersebut, diambil dari 2.452 daerah pengamatan di wilayah Indonesia, terakhir pada Oktober 2017.
"Kemudian, yang sudah teridentifikasi oleh badan bahasa dari 652 itu ada 71 bahasa dari status aman hingga punah, yang punah itu ada sekitar 13, seperti di Papua dan Maluku Utara," ujar Ganjar Harimansyah, saat memberi materi penyusunan kamus untuk bahasa Using di Kampus Untag Banyuwangi, pekan lalu.
Bahasa yang dinyatakan punah tersebut berasal dari Maluku, bahasa daerah Kajeli/Kayeli, Piru, Moksela, Palumata, Ternateno, Hukumina, Hoti, Serua dan Nila serta bahasa Papua yakni Tandia dan Mawes. Sementara bahasa yang kritis adalah bahsa daerah Reta dari NTT, Saponi dari Papua, serta dari Maluku yakni bahasa daerah Ibo dan Meher.
Menurutnya, definisi bahasa daerah yang sudah tercatat mengalami kepunahan, dalam artian penutur bahasanya sudah tidak ada lagi.
"Penyebab lainnya karena penuturnya bermigrasi, perang antar suku, bencana, kawin antar suku, serta penutur yang berpindah bahasa dikarenakan sudah tidak fungsional lagi bahasa itu, seperti di Papua. Semacam ada invasi bahasa," kata dia.
Sementara itu, disamping bahasa yang sudah dinyatakan punah, di Indonesia juga masih terdapat bahasa daerah yang belum teridentifikasi namanya.
"Bahasa baru yang muncul di Indonesia sudah tidak ada, tetapi untuk bahasa yang belum teridentifikasi masih banyak, seperti di Indonesia timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat itu, mungkin masih ada 160-an bahasa yang belum kami petakan," jelasnya.
Agar kekayaan dan keragaman bahasa daerha bisa dipertahankan, kata Ganjar, perlu ada upaya dari berbagai pihak mulai dari masyarakat hingga pemerintah untuk melindungi bahasa. Pemerintah memproteksi melalui Perda, sementara akademisi, komunitas dan masyarakat, turut melestarikan budaya tutur bahasa daerahnya melalui dokumentasi dan pelatihan maupun lomba.
"Harus ada Perda untuk melindungi, bahasa dan sastra daerah. Badan bahasa memformulasikan, lewat konservasi (dokumentasi, lewat kegiatan tutur) dan revitalisasi pemeliharaan lebih ke aksi, seperti yang kami lakukan dengan komunitas dan masyarakat untuk Bahasa Rote, Maluku Tengah, lewat pelatihan-pelatihan. Termasuk mengajari anak berbahasa daerah sejak dini itu penting," jelasnya.
Ganjar mengapresiasi masyarakat Banyuwangi yang masih semangat melestarikan bahasa daerah Osing, dan ingin menjadi bahasa sendiri. Sebab dari kacamata akademisi, bahasa Osing masih belum bisa disebut bahasa sendiri. Harus ada perbedaan dengan bahasa Jawa dan Madura hingga 80 persen, sementara sejauh ini perbedaannya masih 30 persen.
"Osing masih sangat berpotensi untuk mejadi bahasa tersendiri. Dari segi pesebaran penutur yang banyak, kekayaan alam, dan kemauan dari aspek sosial budaya, menurut saya lengkap. Dan hanya perlu memperkaya kosa katanya, agar bisa menjadi bahasa sendiri. Tetapi yang jelas masyarakat Banyuwangi sudah banyak yang menyatakan dirinya berbahasa Osing, itu kekuatan dan fakta budaya. Tetapi secara administrasi di Jatim, yang diakui pemerintah hanya bahasa Jawa dan Madura," terangnya.
Komunitas pegiat budaya Sengker Kuwung Banyuwangi, sebagai penyelenggara pelatihan penyusunan kamus bahasa Osing, telah berupaya membuat dan merangkul generasi muda untuk membuat karya berbahasa Osing, mulai dari cerpen, puisi, novel dan jurnal.
"Sejauh ini sudah ada 18 buku yang berbahasa Using. Ditulis oleh penulis penulis asli warga Banyuwangi. Itu salah satu upaya kami," terang Ketua Sengker Kuwung Banyuwangi, Antariksawan Yusuf.
Pihaknya juga sering membuat pelatihan untuk memperkuat kesusastraan bahasa Osing. Seperti membuat pagelaran lomba dan bekerjasama agar karya berbahasa Osing dimuat melalui media massa. Menurutnya, sebaran bahasa sangat efektif dilakukan melalui media massa.
"Ada novel, cerpen dalam berbahasa daerah Osing. Jadi ini adalah usaha kami untuk melestarikan bahasa Osing. Termasuk juga hari ini pelatihan menyusun kamus untuk mengembangkan kamus bahasa Osing yang sebelumnya sudah ada, disusun oleh Hasan Ali pada tahun 2002 lalu," katanya.