1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Bahas kepedulian sampah, ratusan nelayan Banyuwangi belajar tentang mikroplastik

Plastik di laut bisa tersangkut kepala penyu dan membunuhnya, ukuran kecil bisa menyumbat saluran pencernaan ikan.

Pengenalan mikroplastik pada ratusan nelayan Banyuwangi. ©2018 Merdeka.com Editor : Farah Fuadona | Rabu, 31 Januari 2018 11:02

Merdeka.com, Banyuwangi - Asosiasi Kelompok Usaha Bersama (KUB) Banyuwangi, Jawa Timur menggelar pertemuan edukasi setiap 3 bulan sekali. Ratusan nelayan itu menerima pemahaman baru mengenai mikroplastik yang telah ditemukan dalam tubuh ikan laut, dalam pertemuan hari ini, Selasa (30/1).

Pertemuan yang digelar di wilayah kelola KUB Pesona Bahari, pantai Grand Watudodol (GWD) ini menghadirkan Koordinator Komunitas 0 Sampah Surabaya, Hermawan Some. Dia menjelaskan telah ditemukan mikroplastik, yakni plastik ukuran di bawah 5 milimeter di dalam tubuh ikan.

Plastik butuh waktu 10 tahun untuk terurai total menjadi tanah. Namun dalam prosesnya di saat 5 atau 6 tahun, pecah kecil-kecil menjadi mikroplastik.

Kandungan mikroplastik yang ditemukan sejauh ini dalam ikan, kata Hermawan, masih di bawah ambang batas. Namun bila pembuangan sampah di laut terus berlanjut, masyarakat harus khawatir semakin banyak plastik yang dimakan ikan.

"Ikan tidak bisa bedakan plastik kecil atau plankton," kata Hermawan pada para peserta.

Dia melanjutkan plastik di laut bisa tersangkut kepala penyu dan membunuhnya, ukuran kecil bisa menyumbat saluran pencernaan ikan, bahkan yang ukuran mikro bisa termakan kerang. Plastik pada umumnya mengandung bishpenol-A (BPA).

Dilansir dari situ Badan POM Indonesia, saat masuk tubuh BPA dapat meniru hormon esterogen. Di dalam rahim, paparan esterogen pada waktu yang tidak tepat dalam kadar yang melebihi atau kurang normal dapat meyebabkan efek merugikan terhadap perkembangan organ dan sistim. Diantaranya termasuk sistim reproduksi pada pria dan wanita, perkembangan otak, kelenjar susu, dan sistim imune.

Dampaknya dianggap lebih berbahaya untuk bayi. Karena BPA meniru esterogen, maka mengonsumsinya diasumsikan dapat menyebabkan hal yang sama dengan esterogen.

Hermawan mengatakan, bila plastik butuh waktu 10 tahun, popok butuh waktu 500 tahun dan styrofoam harus menunggu 1000 tahun untuk berubah menjadi tanah. Dari semua sampah yang mengotori sungai di Surabaya, 25 persennya berupa popok.

Hermawan kemudian mengajak nelayan untuk tidak mudah memproduksi sampah. Mulai dari makan menggunakan piring, dan harus disantap sampai habis, hingga memakai botol minum dan kantong yang bisa dipakai berulang.

Selain itu untuk melakukan pengelolaan sampah, pembentukan bank sampah harus dilakukan. Setelah sampah terpilah di bank sampah, baru penanganan selanjutnya bisa dikerjakan.

"Jadi jangan nunggu bantuan dinas, bantuan kepala desa, mesin dari luar negeri. Kita bisa menangani sampah dengan dengan cara-cara sederhana. Lakukan saja langkah-langkah yang kita bisa," kata Hermawan.

Pengisi materi lain, Rere menjelaskan sampah plastik bisa diolah hingga memiliki nilai jual. Misalnya tutup botol bekas yang bisa dijadikan keranjang sampah, dan dijual seharga Rp 45 ribu. Juragan sampah plastik biasanya hanya menerima plastik botol air mineral, tanpa label, tanpa tutup. "Jadi tanpa modal, bisa mendapatkan keuntungan," ujar Rere .

Dia mengatakan beberapa kelompok nelayan di Banyuwangi telah memiliki kesadaran untuk memungut sampah di laut. Namun setelah dibawa pulang, dibiarkan di pekarangan dan diambil pihak lain secara cuma-cuma.

Dia mengatakan dengan mengolah sampah menjadi produk jadi, nelayan bisa mendapatkan sumber ekonomi alternatif darinya.

(FF) Laporan: Ahmad Suudi
  1. Info Banyuwangi
  2. Lingkungan
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA