Dengan regulasi baru mampu menjadi pelindung bagi masyarakat, terutama kelompok usaha mikro, kecil dan menengah.
Merdeka.com, Banyuwangi - Pemkab Banyuwangi, Jawa Timur memagari kelompok usaha rakyat dari cengkraman para tengkulak dan rentenir dengan peraturan daerah. Rancangan Perda Larangan Praktik Bisnis Riba ini baru saja dibahas Bupati Abdullah Azwar Anas di sidang paripurna yang digelar DPRD Banyuwangi, Senin (26/9).
Bupati Anas berharap, dengan regulasi baru mampu menjadi pelindung bagi masyarakat, terutama kelompok usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). “Dengan Perda ini, kami harapkan masyarakat semakin terlindungi dari jerat rentenir yang sangat merugikan rakyat kecil,” tegas Anas.
Anas menyampaikan nota penjelasan atas diajukannya Raperda Pelarangan Rentenir dan Raperda Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. "Kami sedang membahas Perda ini bersama teman-teman di DPRD. Nantinya, Perda Larangan Praktik Rentenir ini, diharapkan bisa secepatnya selesai,” harapnya.
Digagasnya ide pembatasan praktik rente karena saat ini perekonomian global dan nasional tengah melambat. Maka kondisi ini perlu disikapi serius oleh banyak kalangan. “Kelompok masyarakat menengah ke bawah tidak hanya perlu bantuan sosial semata, tapi juga membutuhkan skema perlindungan, termasuk dari praktik keuangan yang tidak adil yang diterapkan para rentenir dan tengkulak,” ungkapnya.
Selama ini masyarakat yang memilih meminjam uang kepada tengkulak dan rentenir lebih mementingkan aspek kepraktisan semata. Padahal justru sangat merugikan masyarakat atau kelompok usaha kecil.
Meminjam uang di lembaga-lembaga simpan pinjam atau perorangan yang biasa menerapkan sistem rente tak memerlukan administrasi detail seperti lembaga keuangan resmi seperti bank atau koperasi (non-bank). "Praktik rente membuat masyarakat berada di jurang kemiskinan yang susah diputus, karena bunganya terus ada dan bahkan berlipat ganda,” jelasnya.
Praktik tak adil membuat masyarakat susah melakukan kegiatan ekonomi produktif yang signifikan. “Karena setiap keuntungan usahanya tergerus bunga dari rentenir yang sangat tinggi. Keuntungan bisnis riba dari para rentenir ini bisa mencapai 30 persen. Bahkan sampai 40 persen,” kata Anas.
Dengan adanya langkah pelarangan tersebut, secara pararel Pemkab Banyuwangi terus menyiapkan pembentukan BUMD Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah. Lembaga Perbankan di bawah bendera BUMD akan menawarkan skema pembiayaan sangat mudah dan murah, yaitu ekuivalen dengan bunga bank yang hanya 5 persen per tahun.
"Karena ini BUMD, maka syarat-syarat administrasi untuk memperoleh pembiayaan ini bisa kami permudah dengan tetap memperhatikan asas kehati-hatian perbankan atau prudential banking yang diberi garis oleh Bank Indonesia. Dengan demikian, masyarakat mudah mengakses pembiayaan dan tak lagi terlilit utang menahun dari rentenir,” papar Anas.
Ke depan, dengan adanya BUMD BPR Syariah yang menerepkan sistem pembayaran bunga rendah akan mendorong masyarakat untuk memajukan berbagai usahanya. “Dengan bunga pinjaman yang rendah, masyarakat akan mendapatkan margin keuntungan yang signifikan dari usahanya. Ini akan bagus untuk mendorong kemajuan perekonomian masyarakat,” pungkas Anas.