1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Cerita Patmawati, dirikan pendidikan paud inklusi gratis

Metode mengajar yang dibangun mengutamakan terapi sosial agar anak-anak memiliki rasa kepedulian yang tinggi antar teman.

Siswa Paud Cerdas bermain saat jam istirahat. ©2017 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Kamis, 16 Maret 2017 15:56

Merdeka.com, Banyuwangi - Puluhan Anak-anak Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) Cerdas di Jalan Kolonel Sugiono 17, Kecamatan Banyuwangi, terlihat asik bermain bersama teman-temannya. Ada yang bermain ayunan, perosotan dan lorong.

Sekilas memang tidak ada yang beda, namun dari 168 siswa ada 48 anak penyandang disabilitas. "Anak-anak agar terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya. Semua berbaur bersama tidak dibeda-bedakan," ujar Kepala Sekolah, Patmawati kepada Merdeka Banyuwangi, Selasa (14/3).

Anak-anak berkebutuhan khusus, tidak langsung mendapat materi belajar di kelas. Mulanya hanya bermain bersama agar belajar berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Saat memasuki jam istirahat sekitar pukul 09.00 WIB, anak-anak penyandang disabilitas terus didampingi guru dan orangtua mereka. "Ini Widya, sudah berani naik ke atas, tapi belum berani di prosotan, dia autis," ujar wanita yang juga pendiri Paud Cerdas saat menjelaskan proses penyesuaian diri anak.

Rasa saling menghargai dan memaklumi, juga menjadi pelajaran bagi orangtua yang mendampingi. Beberapa juga ada yang memutuskan memindahkan anaknya ke sekolah lain.

"Kebutuhan khusus itu bisa dari perilakunya bisa dari fisiknya. Anak-anak sini yang lain termasuk kuat-kuat, tergantung orangtua juga. Awal-awal banyak yang memutuskan agar anaknya untuk pindah, tapi sekarang enggak," ujarnya.

Sementara itu, Indah salah satu orang tua murid memutuskan menyekolahkan anaknya di Paud Cerdas karena ingin anaknya bisa mengenal rasa toleransi sejak dini. "Kalau saya sendiri agar anak saya terbiasa dengan perbedaan, saling menghargai sejak kecil. Karena ada anak kecil yang takut dengan temennya misal karena tidak bisa bicara atau disabilitas," kata dia.

Tidak heran bila guru yang mengajar di Paud Cerdas merupakan para relawan. Totalnya ada 24 guru mulai dari kalangan mahasiswa, guru mengaji, dan dari orangtua murid sendiri.

Metode mengajar yang dibangun, mengutamakan terapi sosial agar anak-anak memiliki rasa kepedulian yang tinggi antar teman. "Kepedulian antar teman itu yang paling kita tonjolkan," ujar Mahasiswi FKIP Biologi, Untag Banyuwangi yang menjadi relawan di Paud Cerdas.

Sudah satu tahun lebih menjadi relawan. Dia ingin belajar bersabar menghadapi anak dan menyikapi anak berkebutuhan khusus. Setelah siap belajar bersama di kelas, anak-anak akan mendapatkan materi belajar sesuai tema setiap bulannya.

"Minggu ini tentang komunikasi, mengenalkan perangkat komunikasi itu apa saja. Misalkan kentongan. Bulan kemarin itu tentang profesi. Misal jadi polisi itu gimana," ujar Anisa.

Pendidikan gratis

Pendidikan Paud Cerdas pada tahun 2008 mulanya hanya tempat bimbingan belajar gratis. Patmawati hanya mengajar 9 anak dari para tetangganya sendiri. "Enggak nyangka berkembang seperti ini, bakal banyak anak berkebutuhan khusus juga, gak tega kan mau nolak. Jadi dari awal sekolahnya gratis, sistemnya kotak infak," jelas sarjana pertanian Universitas Jember ini.

Patmawati hanya menyediakan kotak infak di samping kelas belajar, untuk pengembangan fasiltas kelas belajar dan bermain Anak-anak. "Kotak infaknya kadang sebulan dapat Rp 1,5 juta. Kalau gurunya murni relawan, intinya bukan untuk mencari gaji," jelasnya.

168 siswa Paud Cerdas, 48 anak disabilitas diantaranya menyandang autisme, cerebal palsy, epilepsi, tunawicara, downsyndrom dan masih banyak lagi.

Patmawati berharap, lebih banyak lagi pendidikan sekolah yang mau menerima anak berkebutuhan khusus tanpa harus membedakan.

"Harapan saya semua sekolah mau menerima anak berkebutuhan khusus, sama dengan anak lainnya," harapnya.

(FF/MUA)
  1. Pendidikan
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA