1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Dewi Yull: Karena Anak Berkebutuhan khusus itu istimewa

"Saya sering keliling Indonesia untuk mengisi acara seperti ini. Tapi saya melihat di Banyuwangi anak-anaknya paling potensial," kata Dewi Yull

Dewi Yull hadir dalam acara Festival Anak Berkebutuhan Khusus. ©2018 Merdeka.com Reporter : Mohammad Taufik | Selasa, 27 Februari 2018 19:08

Merdeka.com, Banyuwangi - Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak istimewa dengan berbagai potensi yang dimilikinya. Orang tua yang telaten dan penuh cinta mendidik mereka, akan mendapat hadiah luar biasa. Banyak orang tua, wali murid, guru menitikkan air mata saat Dewi Yull, menyanyikan lagu Putri, dalam Festival ABK di Pendopo Sabha Swagatha, Banyuwangi, Selasa (27/2).

Lagu ciptaan Chossy Pratama itu, ungkap Dewi, dibuat untuk mengenang anak pertama Dewi Yull, Giscka Agustina Putri Sahetapy, yang telah meninggal dunia. Giscka merupakan anak berkebutuhan khusus (tuna rungu) yang meninggal dunia pada usia 28 tahun. Dari Giscka, Dewi Yull mendapat pengalaman berharga dalam mendidik anak berkebutuhan khusus.

"Saya sangat menyadari, para orangtua dan guru telah memberikan kesabaran dalam mendidik anak kebutuhan khusus. Tapi yakinlah, Anda akan mendapat hadiah yang luar biasa dari mereka," kata artis yang dinobatkan sebagai duta disabilitas Indonesia itu.

Sambil menggunakan bahasa isyarat dan verbal, artis yang memiliki nama lengkap Raden Ayu Dwi Pudjiati itu, menceritakan pengalamannya mendidik dua dari empat anaknya yang berkebutuhan khusus. Selain Griska, anak Dewi Yull lainnya, Panji Surya Putra Sahetapy, juga memiliki kebutuhan khusus yang sama.

"Dua anak saya tuli, maaf saya menyebutkan tuli karena anak saya lebih nyaman disebut tuli daripada tuna rungu," kata Dewi Yull.

Dewi pun lalu menceritakan pengalamannya selama mendidik putra putrinya. Sejak masih berusia 4 tahun, Giscka senang mencoret-coret di kertas. Melihat kebiasaan anaknya itu, Dewi Yull lalu mendatangkan guru pelukis, karena dia melihat di situlah kegemaran anaknya.

Awalnya Giscka disekolahkan di sekolah umum dekat rumahnya. Begitu masuk SD, Giscka diajarkan bicara melalui verbal. Saat kelas 3 dia sudah mulai terganggu di sekolah umum, karena teman-temannya tidak mengerti apa yang dibicarakan.

"Baru setelah itu saya sekolahkan ke Sekolah Luar Biasa. Sambil terus mengembangkan potensinya," kata Dewi Yull.

Hasilnya, di usia 12 tahun dia menjadi pelukis yang bisa pameran tunggal di Ismail Marzuki, Jakarta. Menurut Dewi Yull, anak berkebutuhan khusus memiliki potensi yang beraneka ragam.

"Bagi orangtua dan guru anak berkebutuhan khusus, bersabarlah dan cintailah mereka. Anda memiliki anak istimewa yang peka perasaannya. Mereka tahu Anda sedang senang atau sedih, bahkan ketika Anda sedang menyembunyikan kesedihan," kata Dewi Yull.

Di Festival Anak Berkebutuhan Khusus, diikuti seribu siswa PKLK (SLB) dari 40 lembaga dan 1065 siswa sekolah inklusif dari 117 lembaga pendidikan formal. Dalam acara itu ditampilkan bakat anak-anak berkebutuhan khusus, seperti band, dalang, sinden, wayang orang, dan lainnya. Juga ada wahana permainan untuk anak-anak berkebutuhan khusus.

"Saya sering keliling Indonesia untuk mengisi acara seperti ini. Tapi saya melihat di Banyuwangi anak-anaknya paling potensial," kata Dewi Yull.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, Festival ini, menjadi ajang unjuk keterampilan dari anak-anak penyandang disabilitas. Mereka menampilkan berbagai bakat kepada publik. "Kita menyaksikan betapa kerennya anak-anak ini," ujar Anas.

Anas mengatakan festival ini adalah bagian dari rehabilitasi berbasis masyarakat. Semua berbaur menjadi satu dengan kemasan festival yang menggembirakan. Festival ini memang upaya pemerintah daerah untuk membangkitkan semangat dan memotivasi kreativitas penyandang disabilitas di Banyuwangi.

"Saya senang sekali hari ini bisa melihat dari jauh penampilan Anak-anak. Harapannya festival ini bisa menginspirasi, bahwa Anak-anak disabilitas juga punya kesempatan sama, dan orang tua bisa lebih semangat mendidik Anaknya," ujar Anas.

Menari Jejer Gandrung

Tarian Jejer Gandrung, biasa menjadi salam penghormatan kepada tamu dalam setiap acara di Kabupaten Banyuwangi. Namun, kali ini dalam Festival Anak Berkebutuhan Khusus, tarian jejer Gandrung dibawakan oleh para penari disabilitas penyandang tuna rungu.

Formasi gandrung dibawakan oleh lima penari. Dua merupakan penyandang tuna rungu asal SMA LB Negeri Banyuwangi dan tiga bukan tuna rungu asal SMA Negeri 1 Banyuwangi, mereka berkolaborasi saling melengkapi.

Ida Rahmawati, pelatih tari gandrung dari SMA LB Negeri Banyuwangi mengaku senang Anak-anak didiknya bisa tampil dan diapresiasi. "Kami juga sering diundang untuk tampil menari. Festival Anak Berkebutuhan Khusus tahun lalu juga tampil, ini yang kedua," ujar Ida usai mendampingi siswinya menari di Pendopo Sabha Swagata Blambangan.

Gandrung merupakan tarian khas lokal Banyuwangi yang juga rutin disajikan dalam Festival Gandrung 10 ribu tiap tahunnya. Dia juga berharap, anak didiknya bisa juga terlibat dalam even yang lebih besar.
Ida mengaku mengajari Anak-anak tuna rungu menari gandrung menjadi tantangan tersendiri, karena harus dikolaborasikan dengan anak yang tidak tuna rungu.

"Ini tantangan kami, biasanya Anak-anak tuna rungu sulit mengikuti dan memadukan irama musiknya. Karena tidak mendengar. Jadi dia harus menghafal dari gerakan awal sampai akhir," ujarnya.

Saat sudah hafal, kata Ida, bisa mengikuti ritme gerakan dengan penari yang tidak tuna rungu. "Ini mereka latihannya baru dua hari, tapi sudah bisa. Untuk selanjutnya mereka akan latihan terus untuk tarian lain, agar siap tampil di acara-acara selanjutnya," katanya.

Penari penyandang tuna rungu, Sifa Wulahim dan Nadifa yang masih duduk di kelas 2 SMA LB Negeri Banyuwangi memang sudah senang menari sejak SD. Saat ini, keduanya aktif belajar ekstrakulikuler menari di sekolahnya seminggu sekali. Selebihnya banyak belajar secara otodidak dengan menonton video tari.

"Jadi kami kembangkan bakatnya sampai sekarang. Teknik menarinya kebanyakan otodidak dari lihat video, saya hanya mendampingi saja," ujarnya.

Dalam acara itu, Pemkab Banyuwangi juga membagikan Kartu Gandrung yang berfungsi memberikan fasilitas gratis untuk masuk ke destinasi wisata. "Jadi dengan Kartu Gandrung Anak-anak bisa gratis masuk wisata di Banyuwangi," terangnya.

Festival ABK tahun ini diikuti oleh 2000 siswa-siswi berkebutuhan khusus mulai dari tingkat TK sampai SMA. Anak-anak berkesempatan menunjukkan kreativitas mulai dari mewarnai, tarian, teater, mendongeng, musik, hingga olah raga tolak pluru dan catur.

(MT/MT)
  1. Info Banyuwangi
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA