Festival Patrol dimeriahkan oleh masing-masing perwakilan peserta dari 25 kecamatan se-Kabupaten Banyuwangi.
Merdeka.com, Banyuwangi - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menjelaskan mengapa Kabupaten Banyuwangi selalu rutin menggelar festival patrol setiap tahun pada Bulan Ramadan.
Dia mengatakan, patrol merupakan bentuk akulturasi budaya di Jawa dengan agama Islam yang perlu dilestarikan, karena menjadi cara untuk membangunkan orang yang akan sahur.
"Patrol adalah budaya lokal masyarakat Banyuwangi, yang terus kami jaga, mudah mudahan festival patrol ini bisa turut mensiarkan Islam dengan budaya lokal," ujar Anas saat membuka Festival Patrol di Stadion Diponegoro, Banyuwangi, Senin (28/5).
Festival Patrol dimeriahkan oleh masing-masing perwakilan peserta dari 25 kecamatan se-Kabupaten Banyuwangi. Masing-masing peserta saling adu kreativitas bermain musik tradisional dengan aransemen lagu-lagu lokal dan Islami.
Musik Patrol sebagian besar perlengkapannya terbuat dari bambu, mulai seruling, therotok, gong, tempal dan kentongan pethit. Permainan rancak dengan tempo yang cepat menjadi ciri khas dalam musik patrol.
Anas menambahkan, Festival Patrol diharapkan bisa memunculkan semangat di masing-masing desa untuk saling menguatkan budaya musik patrol.
"Kami angkat jadi festival karena ini gabungan tradisi dengan agama Islam. Kita akan lebih kompak karena mengagungkan agama dengan budaya," kata dia.
Dalam kesempatan tersebut, Anas mengatakan kepada ribuan masyarakat yang hadir bahwa Agama Islam disebarkan ke Indonesia melalui pendekatan budaya.
"Berbeda dengan sebaran di Timur Tengah. Islam masuk ke Indonesia dengan pendekatan kebudayaan, maka Wali Songo tidak pernah membongkar budaya yang ada di Jawa. Kecuali mengakulturasi budaya yang ada, maka ada gamelan, gapuro, jedor dan lain-lain ini merupakan strategi kebudayaan ketika islam masuk ke Indonesia," katanya.
Bentuk akulturasi tersebut, serupa dengan bentuk budaya patrol. Anas tidak menyebut musik patrol pernah jadi bagian dalam syiar Agama Islam, namun bisa menjadi media untuk menyebarkan dan menguatkan salah satu budaya khasnya.
"Maka tidak heran, banyak negara belajar ber-Islam dari Indonesia, karena tidak harus merubah culture, tetapi menjadi satu, dan islam jadi kuat tanpa memporak porandakan budaya jawa," jelasnya.
Sementara itu, Rudi Setiawan (29) salah satu warga Muncar yang menjadi penonton mengatakan, budaya patrol memang perlu dilestarikan, saat ini semakin sedikit anak-anak remaja yang keliling di desa-desa untuk membangunkan orang sahur dengan musik patrol.
"Sekarang sudah mulai jarang, tidak seperti dulu era tahun 1990an, masih banyak Anak-anak yang keliling kampung. Sekarang masih ada, tapi kebanyakan sudah digantikan dengan musik digital dengan sound system, keliling dengan pickup," katanya.
Selain itu, Misbah, penonton asal Kalipuro juga mengatakan hal serupa, musik patrol saat ini sudah banyak yang beralih ke sound system.
"Jadi saya senang adanya Festival Patrol ini bisa mengingatkan saya dulu, dan melestarikan budaya patrol yang lebih rukun seperti ini, tidak digantikan dengan teknologi," jelasnya.
Festival Patrol di Banyuwangi akan berlangsung selama dua hari, Senin, 28-29 Mei dengan tamu undangan artis dan pelawak lokal. Pada hari kedua nanti, bakal dimeriahkan oleh kelompok musik orkestra asal Jerman, Steinhaus Orchestra.