1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Kampoeng Batara, pendidikan alternatif bagi anak-anak rimba

"Aku melihat, awalnya saya merasa banyak yang apatis di dunia pendidikan. Jadi saya langsung nyoba memberi edukasi langsung," kata Nurmahmudy.

Kampoeng Batara Banyuwangi. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Sabtu, 20 Agustus 2016 09:23

Merdeka.com, Banyuwangi - Di ujung barat laut Kota Banyuwangi, tepatnya di Desa Papring, Kecamatan Kalipuro, terdapat pendidikan alternatif untuk Anak-anak bernama Kampoeng Baca Taman Rimba (Batara). Kampoeng ini tidak memiliki fasilitas mewah untuk belajar. Hanya ada pelataran yang cukup untuk permainan tradisional seperti petak umpet, egrang, engklek serta arena bermain musik patrol dan tari.

Meski demikian, setiap pekan puluhan anak bisa bermain sambil belajar dengan riang di sana. Sedangkan ruang belajar dan bermainnya, terbuat dari bambu. Mulai dinding, sampai atapnya semua dari bambu. Memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya.

Widie Nurmahmudy, pendiri Kampoeng Batara mulanya tidak sengaja membuat ruang belajar dan bermain di desanya. Pada pertengahan 2014, Widi bertemu seorang anak yang sudah putus sekolah sejak kelas satu SD akibat persoalan sosial di tempat pendidikannya.

"Awal mula bangun itu ada anak usia 10 tahun kelas satu, berhenti sekolah. Bantu orangtuanya buat luluh bangunan, berburu binatang di hutan. Saat saya tanya, dia sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan di sekolah, seperti pembulian antar teman," ujar Widi beberapa waktu lalu.

Dari situ, Widi coba mendorong agar anak tersebut bisa kembali ke sekolahnya. Tidak berhenti di situ, dia juga ingin memberi edukasi secara langsung kepada anak-anak di sekitarnya. Salah satunya dengan memberi beberapa pertanyaan tentang nama-nama pohon, sambil jalan-jalan dan belajar.

"Aku melihat, awalnya saya merasa banyak yang apatis di dunia pendidikan. Jadi saya langsung nyoba memberi edukasi langsung. Saya ajak empat anak awalnya, jalan-jalan. Saya tanya ini pohon apa, saya kenalkan. Awalnya mereka enggak tahu, nama-nama pohon seperti nangka, sengon, rasidi, santen, lamtoro," kata Nurmahmudy.

Satu per satu anak-anak di Desa Papring ternyata tertarik untuk ikut belajar sambil bermain, padahal tanpa diajak. Saat ini sudah ada 35 anak yang seringkali datang untuk belajar dan bermain bersama.

Widi menjelaskan, di Kampoeng Batara, memang ingin menyajikan bentuk pendidikan yang lebih humanis. Misalkan meninggalkan kesan formal, kaku dan tegang. Bahkan yang tidak ada di sekolah formal seperti membangkitkan kembali permainan tradisional.

Setiap hari Jumat dan Minggu, anak-anak akan diajak berkumpul bersama. Tidak ada jadwal pelajaran seperti di pendidikan formal. Anak-anak hanya akan ditanya ingin belajar apa. Setidaknya ada enam pelajaran dalam tiap pertemuan selama tiga jam.

"Ada yang pingin main bola dulu, belajar Bahasa Inggris, membaca, bernyanyi, bermusik, permainan tradisional, cerdas cermat, berhitung, menggambar. Itu pilihannya, terserah mereka," tuturnya.

Menariknya, setiap orang yang berkunjung ke Kampoeng Batara harus mau belajar dan bermain bersama. "Siapa pun yang datang ke sini saya ajak terlibat. Biar tidak hanya jadi tontonan" ujarnya.

Widi mengatakan, Kampoeng Batara sudah pernah dikunjungi seniman, kelompok akademisi, sampai wisatawan asing. "Tamunya pertama datang itu Keren van Bround dari Jerman, Teru dari Watie Studies Malang, Lopes, Tebo seniman dari Bali, Mustofa Mansur dari Mesir dan sekolah Surabaya European Scholl," paparnya.

Sesekali, agar anak-anak bisa belajar teori sambil praktik mengenal lingkungan sekitar, Widi mengajak belajar membaca, menggambar dan melukis tidak hanya di satu tempat. Kadang diajak di tepi sungai, kebun dan hutan.

"Outdoor lah sifatnya itu. Konsepnya lebih kepada alam. Belajar sudah di sekolah, tapi praktiknya belum. Misalkan tentang binatang yang ada di air, kenapa ada kepiting di sini. Karena itu indikasi kalau sungai di sini belum tercamar. Kayak capung juga. Di sini kan susah air, agar mereka tidak menyia-nyiakan," paparnya.

Ke depan, agar pendidikan alternatif di Kampoeng Batara bisa lebih berkembang, Widi mulai menggagas agar ibu-ibu beserta anak-anak di sana memuat kerajinan dari sampah unorganik. Tujuannya agar Kampoeng Batara punya pemasukan untuk kebutuhan kegiatan belajar. Misalkan ingin jalan-jalan ke tempat edukasi untuk menambah wawasan.

"Karena Kampoeng Batara ini bangunnya murni biaya sendiri. Untuk yang ini ibu-ibu ikut terlibat, gabung sama Anak-anak," tuturnya.

Saat Merdeka Banyuwangi ke sana, anak-anak Kampoeng Batara, terutama yang laki-laki sedang asik bermain musik patrol. Sedangkan untuk perempuannya mengiringi dengan tarian tradisional. "Di sini juga diwajibkan untuk menghapal dan memahami Pancasila dan lagu-lagu nasional, tradisional daerah," ujarnya memungkasi.

(MT/MUA)
  1. Info Banyuwangi
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA