Hal ini karena pasokan cabai di sejumlah daerah tidak mengalami kelangkaan.
Merdeka.com, Banyuwangi - Kenaikan harga cabai di pasaran sempat membuat bingung pihak Kementerian Pertanian. Hal ini karena pasokan cabai sebenarnya mencukupi namun harga tetap tinggi. ”Ini anomali, teori ekonomi supply and demand tidak bisa digunakan untuk menjelaskan masalah ini,” kata Spudnik Sujono, Direktorat Jenderal (Dirjen) Holtikultura Kementerian Pertanian saat mengunjungi Banyuwangi, Kamis (9/2).
Untuk mengetahui penyebabnya pihak Kementerian Pertanian terus memantau cabai di tiga pasar induk di Jakarta, yaitu Pasar Kramat Jati, Tanah Tinggi dan Cibitung. Ini karena ketiga pasar tersebut menjadi barometer harga bahan pokok nasional.
Terutama Pasar Kramat Jati yang mengalami pelonjakan hingga Rp 80 ribu per kilogram pada 3 Januari 2017. Padahal sehari sebelumnya harga cabai hanya 29 ribu per kilogram dengan pasokan cabai mencapai 4,7 ton. "Padahal ketika kenaikan harga pada tanggal 3 Januari itu, pasokan cabai mencapai 5,6 ton," ujar dia.
Mengalami pelonjakan harga yang cukup signifikan. Pihak Kementerian Pertanian pun mengambil inisiatif untuk memasok tambahan stok untuk menekan. Namun yang terjadi tak seperti yang diharapkan harga cabai terus melambung tinggi.
Padahal sejak 4 Januari pihak Kementerian Pertanian sudah memasok cabai hingga 6,2 ton dan meningkat setiap harinya hingga awal Februari mencapai 10 ton. Namun harga cabai kian mahal hingga menembus harga Rp 100 ribu hingga 107 ribu per kilogram.
”Ini kan aneh. Wajar mahal kalau barangnya (cabai) tidak ada. Nah ini cabainya ada dan normal, tapi mengapa harganya sangat mahal? Ini menjadi pertanyaan besar,” kata Sujono.
Tak berhasil dengan cara tersebut, pihak Kementerian Pertanian pun mengambil cara dengan menekan pasokan cabai di Pasar Kramat Jati. Ini dilakukan dengan harapan bisa memberi efek domino harga cabai di daerah.
Alasan kenaikan harga cabai ini, menurut Sujono juga tak lain karena ramainya pemberitaan media massa yang menyebutkan harga komoditi cabai mengalami. ”Saya sempat membaca running text di televisi. Harga di Samarinda mencapai Rp 200 ribu per kilogram. Padahal saat itu saya sedang bersama Kepala Dinas Pertanian Samarinda. Setelah dicek langsung ternyata masih Rp 70 ribu,” kata Sudjono.
Pemberitaan ini ternyata membuat pedagang dan petani di daerah ikut menaikkan harga. Sudjono pun mengunjungi daerah-daerah yang menjadi sentra cabai, terutama di Jawa Timur seperti Kediri, Blitar, Malang dan Banyuwangi.
”Ketika saya tanya mengapa naik? Kata pedagang dari petani harganya naik, sedangkan petani ketika tanya petani jawabnya pedagang yang menaikkan. Ini kan membingungkan,” kata Sujono.
Padahal sebenarnya pasokan cabai di daerah cukup. Seperti di Banyuwangi yang menjadi pemasok cabai terbesar di Jawa Timur, mencapai 4.300 hektare dan tiap hektarenya mencapai 6 ton cabai. Sehingga pada akhir 2016, Banyuwangi menghasilkan sekitar 25.000 ton.