Salah satunya adalah SAS. SAS adalah upaya pemerintah daerah mendorong empati dan solidaritas di kalangan pelajar.
Merdeka.com, Banyuwangi - Dua program yang dikembangkan Pemkab Banyuwangi kembali terpilih masuk jajaran 99 Inovasi Terbaik pada Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) yang digelar Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB). Dua program itu adalah Siswa Asuh Sebaya (SAS) dan E-Village Budgeting (EVB).
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas memaparkan, dua inovasi tersebut hari ini, Rabu (3/5), dipresentasikan di Kementerian PAN-RB. "Program SAS kita mulai sejak 2011. Adapun EVB diaplikasikan di desa-desa dalam tiga tahun terakhir secara bertahap," jelas Anas.
Anas menjelaskan, SAS adalah upaya pemerintah daerah mendorong empati dan solidaritas di kalangan pelajar. Dalam program ini, pelajar dari keluarga mampu memberi dana sukarela ke teman sebayanya dari keluarga kurang mampu. Pengelolaannya dilakukan dari siswa, oleh siswa, dan untuk siswa. Sejak pertama kali diluncurkan pada 2011, saat ini SAS berhasil mengumpulkan dana hingga Rp 12,8 miliar dengan menjangkau lebih dari 20.000 siswa.
“Tidak semua masalah pendidikan mampu ditangani pemerintah daerah. Program SAS jadi salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan tangan pemerintah dalam membiayai pendidikan masyarakat,” kata Anas.
Anas mengatakan, SAS ditujukan untuk membantu kebutuhan siswa yang belum masuk dalam kerangka Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maupun program dari pemerintah lainnya. Misalnya, kebutuhan transportasi ke sekolah atau pembelian kacamata bagi pelajar yang mengalami gangguan mata.
"Kalau biaya dasar kan sebenarnya sudah tidak ada, tapi ada kebutuhan lain. Jumlah pelajar di Banyuwangi di sekolah negeri mencapai 171.000 siswa, tentu dana pemerintah daerah tidak mencukupi jika harus memfasilitasi hal-hal penunjang tersebut, seperti beli kacamata, sepatu, sepeda. Makanya kita bikin gerakan SAS yang tidak butuh prosedur berbelit untuk saling bantu di kalangan pelajar,” ujar Anas.
Program SAS seluruhnya dikelola oleh siswa sendiri. Guru hanya sebatas memantau. "Ada yang menyumbang Rp 1.000, Rp 2.000, semua sukarela. Ini cara kami untuk membangun modal sosial yang baik di antara generasi muda di Banyuwangi. Nilai-nilai kepercayaan juga ditanamkan karena semuanya dikelola dan dilaporkan siswa sendiri,” ujarnya.
Salah seorang penerima dana SAS adalah Dwi Riski Baktiar, siswa SMP 3 Banyuwangi. Dwi mendapatkan sepeda angin untuk membantunya ke sekolah dari rumah yang jaraknya 4 km. "Alhamdulillah diberi sepeda, jadi bisa nyaman berangkat sekolah,” kata Dwi.
Kebahagiaan tidak hanya dirasakan siswa penerima, namun juga siswa yang membantu. Ketua Tim Pengelola SAS SMP 3 Banyuwangi, Jessy Ika Arum, mengatakan, timnya mengoordinasi bendahara di semua kelas untuk mengumpulkan dana SAS rutin setiap Kamis pagi.
“Kami kompak dengan semua kelas. Misalnya ada anak yang sering terlambat, ternyata setelah kami dekati, masalahnya adalah rumahnya jauh dan belum punya sepeda. Maka teman-teman berinisiatif membelikan sepeda dengan dana SAS,” ujarnya.
Selain SAS, E-village budgeting (EVB) Banyuwangi masuk jajaran inovasi terbaik nasional. EVB adalah inovasi meningkatkan kualitas tata kelola anggaran dan pembangunan desa. Sistem ini menyinergikan keuangan dan pembangunan di tingkat desa dengan kabupaten, sehingga tercipta keselarasan dan tidak bisa ada intervensi program di tengah jalan. Pengawasan juga dilakukan melalui sistem lengkap dengan titik koordinat dan gambar perkembangan proyek pembangunan, sehingga menutup celah adanya proyek ganda atau fiktif.