"Hari ini kita menyaksikan bagaimana kerukunan umat beragama di Purwoharjo. Mari kita terus jaga kerukunan semacam ini," kata Anas.
Merdeka.com, Banyuwangi - Festival Balaganjur dan Parade Ogoh-Ogoh yang digelar di Desa Karetan, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, Minggu (4/3), menunjukkan kerukunan umat beragama. Masyarakat Purwoharjo bahu membahu menyiapkan parade yang digelar menjelang Hari Raya Nyepi tersebut.
Purwoharjo merupakan kecamatan yang dihuni dengan berbagai umat beragama. Tempat ibadah dari berbagai agama terletak berdekatan di kecamatan ini. Semua masyarakat dari berbagai agama membaur dalam pagelaran ini.
Tidak jauh dari lokasi parade, ribuan umat Islam menggelar pengajian di Pondok Pesantren Salafiyah, Al Falah Purwoharjo. Usai pengajian mereka menyaksikan Festival Balaganjur tersebut.
Bahkan sebelum membuka Parade Ogoh-Ogoh dan Balaganjur, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, menyempatkan untuk hadir dalam acara pengajian.
"Hari ini kita menyaksikan bagaimana kerukunan umat beragama di Purwoharjo. Mari kita terus jaga kerukunan semacam ini," kata Anas.
Dalam parade tersebut juga hadir tokoh-tokoh lintas agama, untuk menyemarakkan parade yang tahun ini masuk dalam agenda Banyuwangi Festival.
"Acara ini murni dari masyarakat, yang tahun ini kami masukkan dalam agenda Banyuwangi Festival. Festival ini diharapkan kian menguatkan kerukunan antar umat beragama, dan masyarakat," ucap dia.
Parade kali ini diikuti oleh 35 ogoh-ogoh berbagai bentuk, mulai dari karakter hanuman, rahwana, dan karakter lainnya. Satu ogoh-ogoh rata-rata harus digotong oleh 10 orang.
Di belakang ogoh-ogoh terdapat barisan balaganjur yang mengiringi. Terdapat 45 grup balaganjur. Balaganjur berasal dari kata Bala dan Ganjur. Bala memiliki arti pasukan atau barisan, sedangkan Ganjur berarti berjalan. Balaganjur berarti pasukan atau barisan yang sedang berjalan, dengan membawa gamelan.
Bupati Anas mengatakan tahun ini banyak kebudayaan dan tradisi di berbagai daerah Banyuwangi diangkat dalam Banyuwangi Festival. Menurut bupati 44 tahun tersebut, festival merupakan cara Banyuwangi untuk konsolidasi masyarakat. Masyarakat yang kesehariannya sibuk bekerja, atau banyak berada di dalam rumah, melalui festival mereka keluar rumah dan menyapa tetangga.
"Ini cara Banyuwangi untuk memupuk persatuan masyarakat," katanya.