Dalam sehari, salah satu pemecah batu Siti Rukayat (50) bisa mengumpulkan batu yang sudah dipecah sampai 5 keranjang.
Merdeka.com, Banyuwangi - Puluhan ibu-ibu rumah tangga terlihat sibuk memecah tumpukan batu kali Stail di Dusun Jalen, Desa Stail, Kecamatan Genteng, Banyuwangi.
Mulai pagi, biji batu yang sudah dikumpulkan dari kali, satu per satu dipecah menggunakan palu. Dalam sehari, salah satu pemecah batu Siti Rukayat (50) bisa mengumpulkan batu yang sudah dipecah sampai 5 keranjang.
"Satu keranjang beratnya sekitar 20 kilogram. Kalau harganya Rp 4 ribu sampai 5 ribu kalau menaikan sendiri ke mobil bak," kata Siti kepada Merdeka Banyuwangi, Kamis (22/12).
Ibu dua anak ini, sudah menekuni jadi pemecah batu selama 15 tahun. Dari profesinya ini, dia mengaku bisa membantu kebutuhan suaminya yang menjadi buruh petani. Sekaligus membantu biaya pendidikan anaknya sampai selesai di tingkat SMA.
"Makan dan biaya sekolah anak saya ya dari sini. Sekarang dia sudah jadi satpam dan satunya kerja di bengkel," ujarnya sambil terus memecah batu.
Selama 15 tahun menjadi pemecah batu, Siti sudah menghabiskan palu lebih dari lima belas. Dia mengatakan, sebagai perempuan, setidaknya jangan hanya menunggu suami memberi uang. Tapi juga belajar mandiri bekerja agar tidak ketergantungan.
"Nanti kalau misalkan ditinggal suami kerja atau ditinggal sendiri karena penyebab lain, ibu-ibu tidak malu lagi kalau mau bekerja," ujarnya.
Dia menambahkan, seorang ibu rumah tangga juga tidak hanya berurusan dengan dapur dan merawat anak. Namun juga memiliki hak untuk bekerja dan mencari pengalaman.
Menjadi pemecah batu, kata Siti, lebih merdeka, tidak ada jam waktu pasti harus bekerja. Tumpukan batu yang dia pecah diperoleh dari para pengumpul batu oleh para laki-laki. Harganya, Rp 5 ribu per gerobak troli.
Sementara itu, di tepi sungai Kali Stail ini juga terdapat ibu-ibu pemecah batu lain sekitar 10 orang. Sri (65) salah satu pemecah batu sekaligus yang mengaku sebagai pemilik lahan mengatakan, aktivitas pemecahan batu ini sudah ada sejak tahu 1980-an.
"Ya ada sekitar 10 orang lebih yang kerja. Dulu saya kerja mlijoan (jual sayur). Setelah anak saya sudah mentas (menikah) semua. Sekarang ini dari pada menganggur saja," ujar Sri.
Sri mengatakan, pecahan batu-batu ini bisa dijual untuk memenuhi kebutuhan bahan material bangunan di Banyuwangi.