Tidak seperti teh yang direndam dalam air panas, kopi dalam kantung diangkat setelah tetesan terakhir jatuh.
Merdeka.com, Banyuwangi - Penikmat kopi murni tanpa campuran kini bisa menyeruput minuman pahit itu meski sedang di kantor atau di rumah. Pasalnya kini ada produk kopi dalam 'paper drip bag' di mana hanya perlu gelas dan air panas saja untuk menyeduhnya.
Misalnya produk kelompok pengembang pariwisata Ijen Tourism Cluster (ITC) Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur yang menawarkan kopi sebagai oleh-oleh wisatawan. Kopi robusta murni sudah berbentuk bubuk berbobot 10 gram dimasukkan ke paper drip bag, lalu dibungkus kemasan sachet berlapis kertas di luar dan alumunium foil di dalam.
Awalnya kantung paper drip bag dipasang di gelas dengan memanfaatkan telinga kertas yang tersedia. Seperti penyaring teh di atas gelas.
Tuang sedikit air panas, kemudian biarkan menetes, dan isi kembali saat tetesan berhenti hingga cangkir berisi 150 mililiter air. Atau bila ingin membuat yang kental, jumlah air yang dituang 120 mililiter saja.
Tidak seperti teh yang direndam dalam air panas, kopi dalam kantung diangkat setelah tetesan terakhir jatuh.
Kepada Merdeka Banyuwangi, Ketua Tim Kopi ITC Banyuwangi Imam Mukhlis mengatakan produk baru itu disediakan sebagai oleh-oleh ekonomis bagi wisatawan di wilayah penyangga Gunung Ijen, yakni Kecamatan Licin, Glagah dan Kalipuro Banyuwangi. Kopi cepat saji yang diproduksi di Desa Telemung, Kecamatan Kalipuro itu hanya seharga Rp 10 ribu per sachet.
"Sebagian wisatawan keberatan membeli oleh-oleh mahal untuk teman-teman di tempat asalnya. Kopi ini bisa menjadi solusi," kata Imam yang juga pengelola wisata Omah Kopi itu.
Saat ini produk kopi berlabel 'Java Dwipa' itu dibagikan sebagai tester di beberapa titik di Kecamatan Licin, Glagah dan Kalipuro. Namun telah bisa dipesan online melalui akun instagram 'ijencluster'.
Desa Telemung yang berada di ketinggian 500 Mdpl memiliki 300 hektare perkebunan kopi rakyat. Selain robusta, mereka memiliki kopi excelsa, dan kopi luwak. Namun baru Omah Kopi milik Imam yang mengolahnya hingga bernilai lebih tinggi.
"Masyarakat hanya ingin cepat dapat uang. Memanen kopi, digiling untuk kupas kulit luar, dijemur dan dijual. Padahal kalau diolah lebih baik akan lebih mahal," katanya.