Di dalam ruangan bandara ini minim AC.
Merdeka.com, Banyuwangi - Banyuwangi sebentar lagi akan memiliki bandara ramah lingkungan dengan konsep green building. Selain minim penggunaan Air Conditioner (AC), terminal Bandara di Blimbingsari ini juga menggunakan arsitektur kearifan lokal. Bagian atap dibuat menyerupai udeng khas Using, sebagai penguat identitas.
Anggaran untuk pembangunan bandara ini terbilang tidak cukup besar, sekitar Rp 40 miliar. Hasilnya, tanpa mengurangi fungsi bandara pada umumnya, justru menawarkan banyak ciri khas sesuai kearifan lokal.
Pemasangan AC yang minim di Terminal Bandara Banyuwangi telah menghemat anggaran pembangunan. Sebagai pengganti, pendingin sekaligus penerang ruangan bandara cukup memanfaatkan angin dan cahaya matahari. Penggunaan energi listrik akhirnya juga hemat dan bersifat jangka panjang.
“Konsep atap Using. Pendingin ruangan Pakai kisi-kisi kayu ulin. Karena konsepnya green building, jadi membatasi pemakaian AC, pemakaian elektrik. Ini nanti kebanyakan pakai kipas angin ceiling fan. Sepertinya tanpa kipas pun angin juga kenceng,” ujar Djatmiko T.W, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Cipta Karya, Senin (25/7).
Kepada Merdeka Banyuwangi, Djatmiko menjelaskan bandara green building didesain oleh Andra Martin. Pembangunan mulai dikerjakan Juli 2014 dan ditargetkan selesai pada November 2016 nanti. Saat ini, pembangunan terminal bandara sudah pada tahap finishing.
Saat menemani masuk ke dalam terminal bandara, Djatmiko menunjukkan seluruh bagian ruangan sekaligus fungsi ke depannya. Terutama yang menjadi ciri khas Bandara Banyuwangi. Seperti kisi-kisi dari kayu ulin, rental office serta view pemandangan kawasan bandara dari lantai dua.
Terminal Bandara Banyuwanigi dirancang menjadi tempat pelayanan penerbangan internasional maupun lokal. Menariknya, selain arsitektur ramah lingkungan, ada bangunan terminal bandara didesain menjadi lokasi wisata. Terutama bagi penumpang sekaligus kerabat yang memiliki kebiasaan mengantar.
“Ini ruang antar. Ruang tunggu nanti di sini. Bakal ada sofa-sofa kecil. Keluarga bisa nunggu nyaman. Mobilnya diparkir. Di lantai dua ada pemandangan dan lain-lain. Jadi nganter, berangkat sambil wisata lihat-lihat,” jelasnya.
Di bagian ruang boarding, akan disediakan tempat duduk untuk penumpang kelas ekonomi dan ruang VVIP. Di setiap kanal tempat duduk di ruang antara maupun boarding, sudah terlihat instalasi kabel yang akan menjadi saluran stopkontak.
Bagian lantai bawah ini, juga terlihat beberapa petak kolam sebagai pendingin ruangan. Tentunya untuk menguatkan fungsi pendingin alami melalui konstruksi kisi-kisi kayu ulin yang terdapat di setiap ruangan bandara. Mulai di samping kanan, kiri, hingga bagian plafon agar udara dan cahaya mudah masuk ruangan.
“Kolam itu tidak ada ikannya. Konsepnya hanya untuk mendinginkan saja. Airnya segini saja. Maksimal paling 20 sentimeter. Kemudian airnya akan muter terus, sirkulasi. Untuk meminimalisir terjadinya jentik,” tuturnya.
Sebelum penumpang melakukan chek-in, di sekitarnya akan ada beragam pameran produk-produk UMKM lokal yang di jual. Calon penumpang dan kerabat juga bisa menyempatkan waktu menunggu untuk duduk santai di satu cafe yang telah disediakan. Di samping cafe, akan terlihat tangga menuju lantai dua. Di sana, calon penumpang bersama kerabat yang mengantar bisa naik sambil melihat pemandangan sawah dan runway pesawat.
“Jadi biar bisa melihat, sisi sana (utara) bandara. Sisi sana (selatan) sawah. Kata Bupati, sampai kapanpun, sawah yang di depan itu tidak boleh dibangun apapun. Jadi sawah abadi. Samping area sawah, yang belum ditanami, sudah dibeli Pemkab, itu nantinya untuk parkir kendaraan,” lanjutnya.
Djatmiko coba menjelaskan bahwa areal persawahan di sekitar bandara tidak akan diizinkan dibangun gedung. Sehingga bisa tetap menjadi objek pemandangan hijau agraris dari lantai atas. “Jadi orang mau bangun tidak akan dikeluarkan izinnya. Itu harus tetap jadi sawah,” tegas Djatmiko, sesuai permintaan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.