1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Rumah singgah selamatkan ibu-ibu hamil dari bahaya di hutan Gunung Raung

Dua perkampungan yang di tengah hutan kawasan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani Banyuwangi Barat itu memiliki tak sampai 50 keluarga.

Rumah singgah Mitra Bersama. ©2018 Merdeka.com Reporter : Mohammad Taufik | Jum'at, 12 Oktober 2018 16:17

Merdeka.com, Banyuwangi - Kampung Tlocor dan Seling, di Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, berjarak 9 dan 10 kilometer dari puskesmas. Sepanjang 5 kilometer jalur menuju dua kampung itu sudah masuk hutan pinus, dengan kondisi jalan berbatu yang berbahaya bagi wanita yang hendak melahirkan.

Dua perkampungan yang berada di tengah hutan kawasan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani Banyuwangi Barat itu memiliki tak sampai 50 keluarga. Meski jumlah penduduknya sedikit, beberapa kejadian berbahaya terbukti telah dialami ibu hamil dua kampung saat melintasi Jalan Makadam menuju puskesmas untuk melahirkan.

Puskesmas Sempu mencatatkan seorang ibu pernah melahirkan di tengah jalan di dalam hutan karena mengalami goncangan saat naik motor. Buruknya kondisi jalan diperparah tanjakan-tanjakan tinggi karena wilayah itu berada di kaki Gunung Raung.

Agus adalah tokoh kampung yang biasa mengantarkan wanita Tlocor maupun Seling yang akan melahirkan ke puskesmas. Dia mengatakan saat ada seorang wanita hamil akan melahirkan, mereka akan berboncengan tiga naik motor menuju puskesmas.

"Pernah ada yang air ketubannya keluar di tengah jalan. Saya yang penting mengantarkan ke Bu Ning (bidan), setelah itu nggak tahu apa-apa sudah," katanya pada Merdeka Banyuwangi, Kamis (11/10).

Brigadir Oky Prasetyo yang menjadi Babinkamtibmas Desa Jambewangi setahun terakhir, telah menggagas sebuah rumah singgah di Dusun Krajan. Dari sana akses menuju puskesmas lebih mudah, lebih dekat dengan puskesmas dan telah berada di luar hutan.

"Saya memang ada kepentingan, Babinkamtibmas itu kepentingannya kesejahteraan masyarakat, terutama keamanan dimana kesehatan tidak bisa dipisahkan," kata Oky.

Dia berhasil mengumpulkan bantuan dari penyumbang, mendapatkan izin dari Perhutani selaku pemilik tanah, dan dibantu warga dalam proses pembangunannya. Hasilnya berdiri bangunan 4,5 meter kali 5 meter dengan satu unit dipan berkasur dan toilet untuk menampung sementara wanita yang akan melahirkan.

Polisi yang merangkap tugas di Satuan Reskrim Polsek Sempu itu mendapatkan informasi adanya wanita hamil dari kunjungan rutinnya di Tlocor dan Seling, serta dari catatan Puskesmas Sempu. Sehari sebelum perkiraan waktu kelahiran, dijemputnya ibu hamil bersama kader puskesmas dan diantar ke rumah singgah agar tinggal dengan aman sembari menunggu waktunya bersalin.

"Penindakan tetap di bidan dan puskesmas atau rumah sakit, rumah singgah ini hanya tempat menunggu. Puskesmas yang membantu di bidang medis, kita membantu akomodasinya," kata Oky lagi.

Ibu Hamil Pertama

Pasangan Mashudi (29) dan Jumiati (19) warga Tlocor menjadi keluarga pertama yang tinggal di rumah singgah itu saat buah hati mereka diperkirakan akan lahir Jumat (12/10). Perhatian khusus diberikan karena puskesmas mengkhawatirkan risiko tinggi bagi Jumiati yang akan menjalani kelahiran pertamanya. Bahaya akan semakin besar bila Jumiati tetap berada di Tlocor dan mengalami kontraksi malam hari.

Jumiati mengaku kaget tiba-tiba dijemput polisi dan kader puskesmas untuk dibawa ke rumah singgah dan harus meninggalkan orang tuanya. Sementara kualitas sinyal seluler yang buruk menghalangi komunikasi pihak puskesmas saat ingin mengabari rencana penjemputan itu kepada mereka.

"Saya merasa terbantu sudah dijemput dan merasa lebih aman. Insyaallah krasan di rumah singgah, untuk keselamatan anak," kata Jumiati.

Butuh beberapa saat berdialog bersama keluarganya agar pasangan yang menikah tahun 2016 itu mau dipindahkan sementara ke rumah singgah. Agus yang juga paman Jumiati menyarankan agar dia mau ditempatkan sementara di rumah singgah, bahkan berjanji akan menengoknya saat malam hari.

"Dia sempat menangis, belum merasa apa-apa jadi mikirnya belum waktunya melahirkan. Tapi dia bilang keputusannya tergantung saya, jadi saya bilang berangkat saja ke rumah singgah untuk keselamatan anak kamu," ujar Agus.

Camat Sempu Kholid Askandar mengatakan rumah singgah itu merupakan wujud gotong royong lintas instansi bersama warga. Lahan dari Perhutani, penggerak dari kepolisian, tenaga dan dana dari masyarakat, pelayanan kesehatan dari puskesmas, kemudian pengelolaan sudah diserahkannya kepada pemerintah desa.

"Keluarga yang menjaga ibu hamil di rumah singgah mendapatkan bantuan biaya Rp 50 ribu per hari, sumber dananya dari sumbangan masyarakat yang dikelola kecamatan," katanya.

Selain menjadi tempat menunggu kelahiran, rumah singgah juga menjadi tempat pelayanan kesehatan gratis Puskesmas Sempu setiap hari Sabtu. Setelah Jumiati, beberapa wanita hamil di kampung Tlocor dan Seling tengah menunggu kelahiran putra-putri mereka, dan akan segera memanfaatkan rumah singgah yang diresmikan Kapolres Banyuwangi AKBP Donny Adityawarman bulan Agustus lalu itu.

Di Kecamatan Sempu tercatat 16 orang ibu dan 28 bayi meninggal dunia dalam proses persalinan pada tahun 2013 dan 2014. Tahun 2015 kondisi membaik, tidak ada ibu melahirkan yang meninggal dunia, namun ada 2 bayi yang meninggal dalam proses persalinan.

Dengan berbagai upaya, akhirnya tahun 2016 dan 2017 Puskesmas Sempu mencatatkan prestasi, tidak ada lagi yang meninggal dunia dalam proses persalinan, ibu maupun bayinya. Rumah singgah menjadi inovasi baru agar pelayanan kesehatan meningkat dan tak ada kematian lagi dalam persalinan untuk tahun-tahun berikutnya.

(MT/MT) Laporan: Ahmad Suudi
  1. Info Banyuwangi
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA