1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Singgahi Banyuwangi, pemuda ini naik sepeda keliling nusantara untuk taman baca

"Misi utama saya membangun sekolah non formal di 10 desa tertinggal," ujar Maahir.

Muhammad Maahir Abdulloh. ©2018 Merdeka.com Editor : Endang Saputra | Selasa, 17 April 2018 10:57

Merdeka.com, Banyuwangi - Seorang pemuda mengayuh sepeda federalnya keluar dari markas Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur di Jalan RA Kartini depan markas Kodim 0825 Banyuwangi, Senin (16/4).

Sebanyak 7 tas terpasang di bagian depan dan belakang sepedanya, hingga total berat sepeda mencapai 65 kilogram. Tidak ada keraguan dalam kayuhan kakinya meski harus membawa beban itu dengan tubuhnya yang kurus.

Dia semakin jauh meninggalkan markas PMI Banyuwangi, menuju Pelabuhan Ketapang untuk menyeberang ke Pulau Bali. Perjalanannya akan berlanjut mengelilingi Indonesia, ke Pulau Rote, Merauke, Pulau Miangas hingga Sabang dengan panjang lintasan 15 ribu kilometer.

Namanya Muhammad Maahir Abdulloh (23), asal Jakarta yang tengah melakukan Ekspedisi Penjelajahan Nusantara selama 700 hari atau 2 tahun. Dalam perjalanannya, pegiat literasi, pecinta alam, relawan PMI sekaligus anggota Pramuka ini akan mendaki 7 gunung tertinggi Indonesia dan membangun sekolah non formal di 10 desa tertinggal.

Dia telah melewati puncak Gunung Semeru di Jawa Timur, sisanya Rinjani di Nusa Tenggara Barat (NTB), Puncak Cartens di Papua, Binaiya di Maluku, Latimojong di Sulawesi, Bukit Raya di Kalimantan, dan Gunung Kerinci di Sumatera. Sedangkan sekolah non formal seperti rumah baca akan dibangun di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua Barat 2 desa, Provinsi Papua, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Utara, Bangka Belitung, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dan Jambi.

"Misi utama saya membangun sekolah non formal di 10 desa tertinggal. Mendaki 7 summit (gunung tertinggi) sebagai cover agar kegiatan semakin menarik," kata Maahir kepada Merdeka Banyuwangi.

Di 10 provinsi tujuan pembangunan taman baca, dia akan berkomunikasi dengan lembaga non pemerintah seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), Pramuka, PMI dan aktivis literasi. Awalnya untuk menggali informasi, desa mana yang paling membutuhkan lembaga pendidikan non formal seperti rumah baca.

Kemudian dia akan mengajak masyarakat yang memiliki semangat pendidikan dan memiliki pengalaman organisasi untuk membangun taman baca. Sengaja dipilih orang yang berpengalaman organisasi agar rumah baca bisa terbangun dalam 30 hari sesuai target yang dia tentukan.

Persiapan memakan waktu 5 tahun

Maahir mengaku mempersiapkan ekspedisi ini selama 5 tahun, termasuk beberapa kali ekspedisi percobaan. Bahkan dia sengaja memilih jurusan Bimbingan Konseling di Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta Selatan, agar mudah berkomunikasi dengan masyarakat daerah terpencil.

Dia telah melakukan ekspedisi Jakarta-Yogyakarta dengan sepeda di tahun 2016, dan Jakarta-Bali pada tahun 2017, sebagai percobaan dan bahan evaluasi.

Seminggu sekali dia berlatih lari sejauh 20 kilometer dan bersepeda 50 kilometer. Sejak tahun 2015 Maahir juga membiasakan diri bersepeda dalam aktivitas sehari-hari.

"Di kegiatan rutin kayak rumah ke kantor, kantor ke kampus, kampus ke rumah, total 20 kilometer," kata dia.

Berbekal berbagai persiapan dan pengalaman di kepramukaan, sertifikat edukasi mendaki gunung, dan pengetahuan kesehatan dari kesertaan di PMI, Maahir mendapatkan surat jalan Mabes Polri untuk ekspedisinya. Surat rekomendasi juga turun dari Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka dan PMI DKI Jakarta.

Maahir menceritakan setiap hari memiliki target perjalanan sejauh 100 kilometer, dan harus beristirahat setiap 1 jam perjalanan barang 10 menit. Sebagai peningkat energi, kurma menjadi stok wajib dalam tas makanannya selama menempuh misi melintasi 34 provinsi ini.

"Kalau tidak ada kebutuhan darurat saya tidak melakukan perjalanan bersepeda malam hari, risiko bahayanya 3 kali lipat. Ada truk, bus, atau gangguan penjahat," kata pemuda Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur ini.

Di Banyuwangi, dia mengunjungi Kamling Baca di Perumahan Brawijaya Banyuwangi, Kampung Baca Taman Rimba (Batara) di tepi hutan pinus Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banyuwangi Utara, dan Bangsring Underwater di mana ada 15 hektare area konservasi laut.

Kegiatan Maahir selama perjalanan ekspedisinya bisa dilihat di akun instagram @muhammadmaahir, berikut link donasi proyek sosial yang dilakukannya. Dia mengatakan akan menggunakan donasi yang terkumpul untuk membeli perlengkapan papan tulis, kapur, peta Indonesia, lambang negara Indonesia, dan Bendera Merah Putih untuk dipasang di 10 taman baca.

"Saya lebih suka pakai kapur daripada pakai spidol. Kalau kita tinggal, pakai spidol lama-lama mereka bakal termehek-mehek," katanya sembari terkekeh.

Pada akhirnya, berbagai hal yang ditemukannya selama ekspedisi akan dituangkan dalam sebuah buku perjalanan. Selain dokumentasi pembuatan 10 rumah baca di desa tertinggal, akan dikemukakan juga bagaimana upaya dia bertahan hidup dalam perjalanan.

"Sepeda bukan alat untuk menarik sensasi, saya memilih sepeda karena bisa dipakai masuk desa yang tanpa aspal, masuk hutan, tanpa lampu," kata Maahir.

Berangkat dari Balai Kota Jakarta, Minggu (11/3/2018), dia memiliki target sampai kembali di Jakarta dari arah Pulau Sumatera, Rabu (11/3/2020).

 

(ES) Laporan: Ahmad Suudi
  1. Info Kota
  2. Pendidikan
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA