1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Taman Nasional Baluran jadi tuan rumah peringati Hari Konservasi Alam

"Acara langsung dipimpin oleh Menteri LHK Siti Nurbaya," jelas Bambang.

Pohon akasia jadi musuh bersama. ©2017 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Jum'at, 11 Agustus 2017 06:20

Merdeka.com, Banyuwangi - Taman Nasional Baluran yang berada di perbatasan Kabupaten Situbondo dan Banyuwangi menjadi tuan rumah memperingati Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2017.

Kepala Taman Nasional Baluran, Bambang Sukendro, mengatakan acara ini bakal diisi dengan berbagai edukasi seperti lomba menggambar para pelajar, lepas liar hewan lindung, bersih sampah, hingga talkshow tentang upaya konservasi.

Tidak hanya itu, peringatan HKAN juga bakal dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. Sementara Taman Nasional Baluran sendiri dipilih karena merupakan salah satu Taman Nasional pertama dari lima di Indonesia.

"Baluran dijuluki sebagai Litle Afrika Van Java dipilih sebagai puncak acara HKAN karena satu dari lima TN pertama yang ada di Indonesia. Acara langsung dipimpin oleh Menteri LHK Siti Nurbaya," kata Bambang dalam live tweet Kementrian LHK, Kamis (10/8).

Sementara itu, Taman Nasional Baluran sendiri, juga memiliki persoalan untuk penyelamatan satwa lindung banteng, dari invasi Akasia Nilotica yang didatangkan dari India pada 1986. Saat itu, berfungsi sebagai penyeimbang untuk mengurangi peristiwa kebakaran hutan musiman.

"Taman Nasional Baluran, memiliki visi untuk mengembalikan savana pada kondisi TN Baluran pada tahun 1964. Namun, karena iklim yang mendukung membuat tanaman akasia menjadi invasif dan meluas hingga 440 hektare per tahunnya."

"Tanaman akasia yang sudah menginvasi TN Baluran, bisa menutupi pertumbuhan rumput yang menjadi makanan banteng," terangnya.

Peringatan HKAN ini diikuti oleh ratusan mitra Kementrian LHK se-Indonesia. Berlangsung mulai pagi hingga sore hari.

Pohon Acacia Nilotica jadi musuh bersama

Memperingati Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2017 yang berlangsung di Taman Nasional Baluran, tanaman Invasif Alien Species (IAS) jenis Acacia Nilotica yang mengancam ekosistem flora-fauna menjadi musuh bersama.

Sebanyak 393 peserta jambore HKAN dari berbagai elemen pegiat konservasi alam, melakukan aksi nyata mematikan tanaman invasif Acacia Nilotica di savana Bekol Taman Nasional Baluran, Kamis (10/8).

Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno, mengatakan Acacia Nilotica telah mengancam keberadaan ekosistem asli di Taman Nasional Baluran. Seperti mematikan vegetasi rumput savana yang menjadi rantai makanan utama dari hewan lindung banteng.

"Peringatan hari konservasi ini melakukan aksi nyata untuk kelestarian ekosistem. Peserta melakukan pencabutan dan penebangan acacia di Bekol. Kemudian bersih pantai di kawasan Pandean dan Desa Wonorejo kawasan Baluran," terangnya.

Dalam kesempatan tersebut, juga dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI H.E Herman Khaeron serta Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dan Bupati Situbondo Dadang Wigiarto, serta 1100 pegiat lingkungan.

Wiratno melanjutkan, jenis tanaman invasif yang mengancam ekosistem taman nasional, juga terjadi di hampir semua kawasan konservasi di Indonesia. Seperti jenis IAS tanaman Arenga Obtusifolia di Taman Nasional Ujung Kulon, Acacia decuren di Taman Nasional Merpai dan Merbabu, Meremia peltata di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan serta Spatodea campanulata di Taman Nasional Bantimurung.

Tim peneliti TN Baluran dari Zoo Copenhagen, Indra Arial menjelaskan, Acacia Nilotica saat ini sudah menginvasi 6 ribu hektare dari luasan savana TN Baluran yang mencapai 10 ribu hektare.

Acacia Nilotica, kata Indra, mulanya memang sengaja di tanam untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan yang sering terjadi. Sehingga pada tahun 1969, Acacia Nilotica yang didatangkan dari India ditanam sebagai batas savana dan hutan musim untuk mencegah penyebaran api.

"Saat itu Acacia hanya ditanam 1,2 kilomenter dengan lebar 8 meter. Karena iklimnya cocok, dia tumbuh cepat dan sangat invasif terutama di daerah savana," ujarnya.

Indra melanjutkan, mulai tahun 1980-an IAS Acacia di TN Baluran mulai dimusnahkan. Baru sejak 10 tahun terakhir mulai efektif dilakukan dengan cara ditebang dan diberi zat kimia untuk mematikan tunas. Hasilnya, baru bisa mematikan Acacia Nilotica di luasan sekitar savana 400 hektare.

Bila tidak dimatikan, kata Indra, acacia bisa mematikan jenis rumput penyusun tipe vegetasi savana, sehingga berpengaruh pada ekosistem asli. Serta mengancam populasi banteng.

"Saat ini populasi banteng sudah mulai meningkat 46 - 50an ekor, mulai bertambah lagi setelah rutin menebang Acacia. Dulu tahun 2008, jumlahnya sempat hanya 20 ekor," katanya.

(MT/MUA)
  1. Pariwisata
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA