"Makanya, tidak sekalipun kami melewatkan tradisi ini karena takut mengalami musibah," ujar Hasan.
Merdeka.com, Banyuwangi - Tradisi Petik Laut Muncar berlangsung meriah. Ribuan orang memadati pelabuhan nelayan Muncar untuk melihat dan mengantarkan sesaji yang akan dilarung ke laut, Kamis (5/10).
Sesaji berupa buah-buahan, bunga, kue, pancing emas, doa ekor ayam yang masih hidup dan potongan kepala kambing ditaruh di atas perahu kecil. Puluhan nelayan kemudian mengarak sesajen dari rumah sesepuh menuju perahu besar di pelabuhan untuk dilarung ke tengah laut.
Saat perahu besar (selerek) pembawa sesajen berangkat, ada ratusan orang yang ikut mengantar dengan puluhan perahu selerek lain mengikuti di belakangnya.
Semua perahu dengan kapasitas hingga 50 orang ini dihias dengan meriah. Penuh dengan bendera, umbul-umbul dan dilengkapi sound system yang memutar musik kencang.
Hasan Basri, Ketua Panitia Petik Laut Muncar menjelaskan, tradisi ini digelar sebagai wujud syukur masyarakat dan memohon agar diberi ikan melimpah serta dijauhkan dari petaka.
"Memohon keselamatan agar terhindar dari bahaya saat berlayar mengarungi lautan. Makanya, tidak sekalipun kami melewatkan tradisi ini karena takut mengalami musibah," ujar Hasan.
Dia melanjutkan, tradisi petik laut di Muncar sudah rutin diselenggarakan nelayan sejak tahun 1901. Terutama setiap penanggalan Jawa 15 Suro, tepat saat air laut sedang pasang.
"Petik Laut muncar patokannya 15 Muharram (Suro), kecuali bertepatan dengan hari Jumat dan hari kemerdekaan Indonesia," katanya.
Puluhan perahu selerek berjalan beriringan dari pelabuhan Muncar menuju lokasi yang ada di timur semenanjung Sembulungan. Kurang lebih membutuhkan waktu setengah jam.
Sesampai di lokasi pelarungan sesaji, perahu Gitik yang berisi sesaji dilepaskan ke laut sampai tenggelam, para nelayan lantas saling menceburkan diri. Banyak pula yang mandi sekaligus menyiram perahunya dengan air di sekitar larung sesaji.
"Kami percaya dengan mandi dan membasuh perahu dengan air ini bisa mendatangkan rejeki yang melimpah. Intinya agar diberi keselamatan, ikan melimpah dan berkah," ujar Wayan, salah satu nelayan yang ikut membasahi dirinya.
Wayan mengatakan, tahun ini nelayan di Muncar Banyak yang tidak melaut, akibat musim ikan sepi terlalu lama. Melalui tradisi petik laut ini, harapan besar masyarakat Muncar agar ikan bisa kembali melimpah.
"Sekarang ikannya sudah mulai keluar, seperti ikan tongkol dan layang. Tinggal lemurunya. Pertama, ini memang tradisi, kemudian sebagai lantaran agar meningkatkan hasil tangkap ikan," katanya.
Setelah melarung sesaji, rombongan perahu selerek mampir ke tepi Semenanjung Sembulungan (sebuah gunung yang membentang, membelah laut), untuk menabur bunga ke Makam Sayid Yusuf. Orang pertama yang diyakini membuka lokasi Semenanjung Sembulungan.
Selain di Muncar, tradisi petik laut ini juga dilakukan oleh nelayan pesisir pantai Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, Pantai Pancer, Kecamatan Pesanggaran, serta Pantai Bulusan, Kecamatan Kalipuro. Namun, petik laut di Muncar merupakan yang paling meriah.
Muawanah (49) bersama keluarganya, rela berdesakan untuk sekedar melihat bagaimana wujud syukur nelayan Muncar digelar.
"Saya mulai pagi sudah di pinggir pelabuhan. Kalau telat bisa desak-desakan nanti. Ya seneng saja bisa ikut memeriahkan. Kalau urusan cuaca panas saya cukup bawa payung," ujarnya.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang turut hadir dalam tradisi Petik Laut Muncar mengaku senang melihat kekompakan masyarakat, terutama bisa lebih menjaga kebersihannya.
"Saya senang setiap datang ke sini, Muncar semakin bersih. Saya harapkan pasarnya juga semakin bersih. Kemarin sudah ada festival fish market, untuk mendorong itu budaya bersih, karena sekarang banyak turis-turis yang mencari ikan tidak lagi di toko, namun langsung ke pasar," kata Anas.