Kuota penonton yang terbatas, memang sengaja dilakukan untuk membuat ruang dialog musikal antara pemusik dan penonton.
Merdeka.com, Banyuwangi - Ijen Summer Jazz Festival sudah terselenggara di puncak kalender Banyuwangi Festival untuk kali ketiga di tahun 2016. Pegelaran konser jazz di Jiwa Jawa Resort dengan latar pemandangan lereng Gunung Ijen ini hanya berkapasitas 300 orang.
Kuota penonton yang terbatas, memang sengaja dilakukan untuk membuat ruang dialog musikal antara pemusik dan penonton.
Ijen Summer Jazz yang terakhir ini pada Sabtu (22/10) menampilkan Lalare Orkestra, dan musisi undangan seperti Balawan & Batuan Ethnic Fushion serta Shadow Puppets bersama maestro legendaris Indonesia Harvey Malaihollo.
Lalare Orkestra yang mengawali penampilannya sekitar pukul 19.00 WIB, membawakan lagu-lagu energik dengan kemasan musik tradisional Banyuwangi. Para pelajar ini putra-putri Banyuwangi ini membawakan berbagai alat musik seperti gendang, rebana dan angklung dengan sedikit gaya teatrikal. Mengajak penonton untuk tertawa dan bertepuk tangan.
Selanjutnya, penampilan dari Belawan bersama kelompok musik tradisi Balawan & Batuan Ethnic Fushion lebih memikat lagi. Paduan alat musik modern seperti gitar, drum dengan alat musik tradisional Bali membut irama jazzy yang unik.
Alunan rancak musik gamelan, berhasil diikuti maestro gitaris Balawan dengan lihai. Balawan, terkenal dengan gitaris yang bisa memainkan dengan 8 jari.
Di sela penampilannya, Balawan terus berupaya mengajak dialog dengan penonton. Seperti menceritakan sedikit riwayat bermusiknya sampai cara kerja bermain musik gamelan secara tim khas Bali.
"Gamelan, bagaimana mereka main. Saya akan menjelaskan proses kreatifnya. Melodi seperti, Nyoman sama Yogi akan mendemontrasikan untuk anda. Kalau bermain satu-satu didengerinnya ngawur, coba ditabuh berdua. Enak kan didenger," jelas Balawan.
Balawan pun bercerita, sudah 35 tahun belajar bermain gitar. Setiap hari, meski hanya lima menit, pasti akan menyempatkan bermain gitar.
"Pasti main. Kecuali pas hari raya Nyepi," ujar Balawan sambil bergurau, disambut tepuk tangan dari penonton.
Belum lagi, Balawan juga mengajak anak didiknya bermain. Kanhaiya pemain drum berusia 12 tahun membuat kagum penonton. Meski masih Anak-anak, dia sanggup mengikuti rancak permainan melodi gitar Balawan.
Berbeda dengan Balawan yang tampil ataktif sejak awal di panggung, musisi jazz senior Harvey Malaihollo bersama kelompok musik Shadow Puppets lebih senang dengan dialog turun ke panggung.
Sambil bernyanyi, Harvey turun ke panggung dan mendekati beberapa penonton untuk bernyanyi bersama. Kali ini, Harvey membawakan lagu-lagu lama tahun 1950-an sampai 60-an sebagai bentuk penghargaan kepada musisi senior Indonesia. Sekaligus melestarikan dan mengenalkan kepada generasi sekarang, bahwa Indonesia kaya dengan lagu-lagu legendaris.
Lagu-lagu lama yang diaransemen ulang dengan musik jazz lebih modern, telah dikemas Harvey, bersama Shadow Puppets dalam album "Indonesia Songbook".
"Saya merasakan dari kita, termasuk generasi sekarang, sering menyanyikan lagu lama tapi tidak tahu siapa penciptanya. Dari situlah album Songbook tercipta," jelas Harvey.
Penonton, malam itu diajak bernyanyi beberapa lagu legendaris lama seperti "Nurlela" ciptaan Bing Slamet, "Siapa Namanya" karya Ismail Marzuki, "Bujang Dara" oleh Sam Saimun dan lainnya.
Sementara itu, Inisiator Ijen Summer Jazz, Sigit Pramono, mengatakan tahun 2017 nanti, pagelaran jazz gunung direncanakan akan diadakan kembali.
Bila tahun ini Ijen Summer Jazz dikemas dengan konsep ruang kapasitas 300 orang agar muncul kedekatan interaksi antara penonton dan pemusik, Sigit mengatakan tahun depan akan berbeda.
"Insya Allah tahun depan akan ada. Konsepnya mungkin agak beda, sekali setahun namun pelaksanaannya selama dua hari. Setelah gandrung sewu, malamnya nonton jazz," jelas Sigit.