Kegiatan tradisi Puter Kayun yang merupakan tradisi arak-arakan dokar hias yang dimiliki warga Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi.
Merdeka.com, Banyuwangi - Memasuki hari ke 10 setelah lebaran Idul Fitri, warga Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi, rutin menggelar tradisi Puter Kayun. Sebuah tradisi memperingati nenek moyang warga Boyolangu yang telah membangun jalan mulai Boyolangu sampai Watudodol, yang jaraknya kurang lebih mencapai 15 kilometer.
Selain itu, tradisi Puter Kayun jugasebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan serta untuk ajang silaturahmi. Tradisi digelar dengan melakukan arak-arakan kuda yang dihiasi, mulai dari Boyolangu sampai Pantai Watudodol.
Kuda, memang menjadi salah satu identitas Desa Boyolangu, karena di desa ini mayoritas penduduknya pernah menjadi kusir dokar. Semacam alat transportrasi tradisional menggunakan tenaga penggerak kuda.
Baru pada tahun ini, tradisi Puter Kayun telah dimasukan kedalam rangkaian Banyuwangi Festival (B-Fest) 2016. Sebelumnya tradisi ini selalu dimeriahkan oleh warga Kelurahan Boyolangu sendiri. “Ini beda dengan tahun sebelumnya, karena tahun ini sudah mnjadi bagian dari rangkaian Banyuwangi Festival. Sehingga bisa mengangkat perekonomian masyarakat,” ujar Ketua Panitia Muhammad Ihrom dalam sambutannya, Jumat (15/7).
Setelah masuk dalam agenda Banyuwangi Festival untuk yang pertama kalinya. Tradisi yang selalu ada setelah lebaran ini bisa dikemas semakin meriah. Sejak Selasa (12/7) lalu Kelurahan Boyolangu telah menyelenggarakan tradisi Kupat Sewu. Keesokan harinya, Rabu (13/7) digelar Pawai Budaya, serta nyekar pada Kamis (14/7) dan terakhir tradisi Puter Kayun ini.
“Kupat Sewu yang Sudah berlangsung kemarin, mulanya hanya kelompok masing-masing keluarga yang digelar di musola. Tapi di tahun ini dikemas menjadi even yang besar dengan digelarnya Kupat Sewu,” lanjutnya.
Selain Kupat Sewu, tradisi lain seperti Pawai Budaya, Nyekar dan Puter Kayun memang sudah sudah berlangsung sejak dulu. “Pawai budaya kemarin, ada 6 budaya yang dikeluarkan mulai dari barong cilik, jaranan cilik, hadrah dan kuntulan. Selanjutnya adalah prosesi Nyekar atau kirim doa untuk para pejuang dan leluhur Boyolangu,” ujar Ihrom.
Kegiatan tradisi Puter Kayun yang merupakan arak-arakan dokar hias, dimulai dengan prosesi pemecahan kendi oleh Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. Baru sekitar pukul 02.00 WIB, 14 dokar yang telah disiapkan berangkat menuju pantai Watu Dodol.
Ihrom berharap kegiatan Banyuwangi Festival yang mengemas tradisi warga Boyolangu ini. Agar terus ada dalam agenda Banyuwangi Festival di tahun mendatang.
Sementara itu, sebagai dukunganya dalam acara ini, Bupati Anas memilih hadir dalam tradisi Puter Kayun. Padahal saat itu dia sedang diundang oleh Presiden Joko Widodo untuk hadir dalam pertemuan di Surabaya, membahas teks amnesti.
“Jujur tadi malam saya SMS dengan Kepala Dinas Pariwisata. Karena sore ini Pak gubernur mengundang bupati seluruh Jawa Timur, bertemu dengan presiden di Surabaya. Kata Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi, orang-orang Boyolangu sedang semangat-semangatnya ini. Ya sudah saya putuskan, bertemu Rakyat Boyolangu,” jelas Anas.
Melihat antusias warga Boyolangu, Anas kemudian meminta izin kepada Gubernur Jawa Timur agar pertemuan tersebut digantikan oleh wakil bupati. Dalam sambutannya, Anas mengungkapkan, Banyuwangi telah menjadikan budaya sebagai bagian strategi pembangunan daerah.
“Oleh karena itu budaya tidak pernah terpisahkan dalam program pembangunan di Banyuwangi. Kita bangun agar ekonominya tumbuh. Tetapi budayanya jangan tergusur oleh perkembangan ekonomi dan perkembangan apapun yang terjadi di Banyuwangi,” ujarnya.
Salah satu upaya pemerintah Banyuwangi dalam mendukung kelestarian budaya, adalah rangkaian Banyuwangi Festival. “Sekarang ini banyak sekali yang ingin dimasukkan. Tapi kita seleksi bertahap, dan ini prakarsa dari bawah yang menyelenggarakan,” ujar Anas.