Tradisi ini dilakukan saat perayaan hari besar seperti Idul Adha.
Merdeka.com, Banyuwangi - Warga Banyuwangi punya berbagai cara unik saat menyambut hari raya Idul Adha. Salah satunya di Lingkungan Papring, Kecamatan Kalipuro, masing-masing warga telah menyiapkan aneka macam masakan di rumahnya sebagai hidangan selamatan secara bergilir.
Mulai sekitar pukul 15.00 WIB, warga sudah mulai berdatangan di rumah yang memiliki acara selamatan. Setelah aneka hidangan seperti ketupat, sayur, lauk-pauk dihidangkan, tuan rumah akan membakar kemenyan sebagai simbol adat istiadat leluhur.
Kemenyan dibakar, menandakan doa selamatan dimulai. Usai berdoa dilanjutkan makan hidangan ketupat bersama. Sebagai makanan penutup, warga seringkali menyajikan jajanan pisang goreng, minum air putih, teh dan kopi.
Selamatan lebaran ini, merupakan doa syukur bersama sekaligus mendoakan para leluhurnya. Ada sajian wajib seperti teh dan kopi sebagai simbol sajian para leluhur yang sudah meninggal.
"Teh dan kopi, itu istilahnya sebagai sandingane Kakek saya yang sudah meninggal. Harus ada itu," ujar Munahju (61), warga lingkungan Papring yang menggelar selamatan, Minggu (11/9).
Selain kopi dan teh, selamatan lebaran ini juga menyajikan hidangan makanan takir (mangkuk dari daun) yang berisi nasi dan lauk pauk, sebagai simbol rasa syukur hasil bumi.
"Kalau takir ini sebagai simbol kebun. Hasilnya panenan sini," jelasnya.
Menariknya, selamatan lebaran di Lingkungan Papring dilakukan secara bergilir. Bila diundang untuk hadir, ada tips yang menjadi rahasia umum warga Papring. Meski tuan rumah berulangkali menawarkan agar menambah porsi makan, cukup dihargai misalkan dengan menjawab "iya" atau "sudah".
Sebab, bila makan sampai kenyang, tradisi selamatan ini akan terus berlanjut di rumah-rumah warga lain. Antara lima sampai sepuluh rumah. Artinya, masing-masing tamu undangan selamatan yang hadir, bisa makan sampai sepuluh porsi.
"Ayo dimakan, habis ini lanjut selamatan ke rumah saya," ujar Jumhari kepada Merdeka Banyuwangi.
Jumhari mengatakan, tradisi turun temurun ini biasanya akan lebih ramai bila di hari raya Idul Fitri. Sehabis buka bersama, selamatan bergilir ini akan berlangsung hingga habis isya.
"Yang penting itu dari selamatan ini, selain menjaga tradisi leluhur itu silaturahminya. Jadi bisa datang ke rumah-rumah warga, selamatan sambil berbincang," jelas Jumhari.
Soal tradisi nyekar ke makam sehari jelang hari raya, warga Papring biasanya baru melakukannya usai solat Idul Adha pada pagi hari.