"Buah naga kami dipesan untuk mengisi supermarket di Bali, Jakarta, Surabaya, Bandung, Jogjakarta, hingga Malang," kata Rukiyan.
Merdeka.com, Banyuwangi - Bulan Ramadan diyakini sebagai bulan berkah bagi semua orang. Tidak terkecuali yang dirasakan oleh Rukiyan, pedagang buah naga organik asal Desa Jambewangi, Sempu, Banyuwangi. Pada bulan puasa ini dia mendapat order buah naga yang melimpah dengan harga yang kompetitif.
Rukiyan yang merupakan ketua kelompok tani Pucangsari di desanya ini mengatakan, di bulan puasa ini pihaknya mendapat banyak pesanan. Sejumlah distributor langganannya yang memasok buah naga ke sejumlah jaringan ritel besar di wilayah Jawa dan Bali terus melakukan pesanan.
"Buah naga kami dipesan untuk mengisi supermarket di Bali, Jakarta, Surabaya, Bandung, Jogjakarta, hingga Malang. Bahkan permintaan dari manca negara juga mulai berdatangan, di antaranya dari Singapura. Kami tengah menjajaki memasarkannya di Hongkong. Di bulan Ramadan ini pesanan juga terus meningkat," kata Rukiyan.
Rukiyan yang tergabung dalam poktan bersama 36 petani lainnya konsisten mengembangkan buah naga organik. Menurutnya, buah oragnik ini jauh lebih menguntungkan.
"Selain lebih sehat dan rasanya lebih manis alami, buah organik ini lebih tahan lama. Namun yang paling penting, harganya terjaga karena organik," jelas dia.
Hal lain yang membuat Rukiyan gembira adalah harga buah naga di pasaran yang kini semakin menguat. Harga buah naga kini berkisar Rp. 26.000-27.000 per kilogram di tingkat petani, meningkat dari yang biasanya Rp 8.000 per kilogram.
"Alhamdulillah, selain permintaan pasar yang terus terjaga, harga di pasaran juga meningkat. Harga ini saya prediksi akan terus meningkat hingga Rp. 30 ribu per kilo," ujar Rukiyan.
Rukiyan mengaku harga pasaran yang bagus ini tidak lepas dari berkurangnya suplai buah naga selama satu bulan terakhir. Bulan Mei, jelas dia, adalah masa akhir panen raya buah naga di Banyuwangi.
Namun, Rukiyan memiliki cara khusus agar produksi kebun buah naganya tetap terjaga di luar musim panen. Rukiyan menggunakan teknik penyinaran lampu, yakni memasang lampu di kebun buah naga saat malam hari.
"Pemasangan lampu ini fungsinya untuk meningkatkan produktivitas buah naga. Untuk perkembangan bunganya, tanaman ini butuh sinar matahari yang cukup sekitar 12 jam per hari. Sedangkan cuaca yang tidak menentu, kadang menyebabkan tanaman ini kurang mendapatkan sinar matahari. Nah, disinilah fungsi pemasangan lampu untuk memberikan penyinaran yang cukup," terangnya.
Rukiyan mengaku, dengan melakukan teknik penyinaran lampu tersebut produksi buah naganya tetap terjaga.
Tidak hanya Rukiyan, rata-rata petani buah naga di Banyuwangi juga melakukan upaya yang serupa untuk mendorong produksi buah naganya. Maka tak heran, produksi buah naga di Bumi Blambangan ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
Tahun 2016 mencapai 39.990 ton dari luas lahan 1.275,5 hektar, jumlah ini meningkat dari tahun 2015 yang sebesar 30.454 ton dari luas lahan 1.213,3 hektar. Sementara di tahun 2017, produksi ini kembali meningkat jadi 42.349 ton dari luas lahan 1.275,5 hektar.
Total lahan organik yang digarap poktan Pucangsari ini mencapai 12 hektar. Saat panen raya, dalam satu musim tanam (6 bulan) dapat dihasilkan 40 ton buah naga organik/hektar.
"Omset minimal yang kami peroleh dalam satu musim tanam rata-rata sekitar Rp. 300 juta," terangnya.
Sementara ketika lewat musim panen seperti bulan ini, lanjutnya, dalam ¼ hektar dihasilkan 1,8 kwintal buah naga organik.
"Memang produksinya berkurang, namun harganya jauh di atas normal. Sehingga omset kami tetap tinggi. Alhamdulillah, bagi saya ini berkah Ramadan dari-nya," katanya.