Waktu pergantian dari musim penghujan ke musim kemarau di Banyuwangi tidak sama.
Merdeka.com, Banyuwangi - Intensitas hujan di Gunung Pendil yang merupakan gunung api tua di komplek Gunung Raung, Banyuwangi, berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Banyuwangi, masih tinggi. Dengan demikian masih ada kemungkinan terjadinya longsor di Gunung Pendil yang berpotensi menyebabkan banjir bandang.
Anjar Triyono Hari, Prakirawan BMKG Banyuwangi, mengatakan, hingga minggu ketiga Juli mendatang, curah hujan kawasan Gunung Pendil intensitasnya masih tinggi. Menurutnya, topografi Banyuwangi memiliki perbedaan awal musim kemarau. Di wilayah timur Banyuwangi telah memasuki musim kemarau pada April lalu, sedangkan wilayah barat masih musim hujan.
"Wilayah barat seperti Kecamatan Songgon, Sempu, Singojuruh, dan wilayah barat lainnya, musim kemarau masih minggu ketiga Juli mendatang," kata Arya, ditemui di kantor BMKG Banyuwangi, Senin (25/6).
Arya mengatakan, ini bukan anomali cuaca. Namun wilayah barat yang merupakan dataran tinggi, memang masih musim hujan. Bahkan, menurut dia, curah hujan di wilayah barat Banyuwangi intensitasnya mengalami peningkatan. Ini disebabkan suhu muka laut masih hangat.
Tahun lalu pada bulan yang sama, berdasarkan data, di Juni 2017, curah hujan sebesar 40 milimeter/hari, sedangkan Juni tahun ini dan saat terjadinya banjir bandang pada Jumat 22 Juni lalu, mencapai 91 milimeter/hari. Apabila dilihat dari kategori intensitas hujan, 91 milimeter/hari termasuk dalam kategori hujan lebat.
"Intensitasnya pun tinggi. Hujan terjadi secara continue atau terus menerus sepanjang hari dari pagi hingga malam," kata Arya.
Dengan demikian, apabila melihat data BMKG yang menyatakan curah hujan tinggi hingga Juli mendatang, ini berbanding lurus dengan pernyataan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Agus Budianto, Kabid Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG, Gunung Pendil, masih berpotensi terjadi longsor susulan. Ini, karena masih terdapat material vulkanik yang mengalami pelapukan di Gunung Pendil. Mahkota longsor berada di puncak Gunung Pendil.
Ketinggian Gunung Pendil sekitar 2350 mdpl. Adapun titik tertinggi longsor ada di ketinggian 2.245 mdpl. Gunung Pendil memiliki penampang kerucut yang curam dengan kemiringan lebih dari 45 derajat.
Longsor di Gunung Pendil terjadi akibat di gunung ini terjadi banyak pelapukan material vulkanik, karena gunung ini merupakan gunung api tua yang tumbuh di kaldera besar.
Saat musim kemarau terjadi rekahan-rekahan (retakan) tanah. Di musim hujan, ketika intensitas hujan tinggi air masuk ke dalam rekahan, dan mengalami kejenuhan air. Ini membuat air semakin susah masuk, dan karena gravitasi air turun, sehingga terjadi longsor, dan menyebabkan banjir bandang.
"Potensi terjadinya longsor susulan di Gunung Pendil masih ada. Karena itu, kami imbau masyarakat dan pemerintah untuk tetap waspada," kata Agus, Minggu (24/6) lalu.
Prakirawan BMKG Banyuwangi, Anjar Triono Budi juga menjelaskan waktu pergantian dari musim penghujan ke musim kemarau di Banyuwangi tidak sama. Banyuwangi bagian barat seperti Songgon, Singojuruh, Glenmore, Kalibaru, diperkirakan baru memasuki musim kemarau pada minggu ketiga bulan Juli. Sementara Banyuwangi bagian timur seperti Blimbingsari, Rogojampi, Muncar sudah masuk musim kemarau pada bulan April lalu.
"Sebenernya ini bukan anomali cuaca, anomali itu penyimpanan. Untuk Banyuwangi awal musim kemrau beda, karena faktor topografi wilayah," ujar Anjar.
Banyuwangi bagian barat memiliki topografi pegunungan sehingga curah hujan masih tinggi, berbeda dengan bagian timur yang lebih rendah dan dekat dengan perairan laut. Tahun ini curah hujan di Banyuwangi juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu.